BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kepemimpinan selalu menarik untuk
dibahas, mengingat teorinya pun terus berkembang dan berevolusi, mulai dari
kepemimpinan yang dikarenakan sifat-sifat yang telah dimiliki sejak lahir, gaya-gaya
kepemimpinan, dan pembahasan tipe kepemimpinan yang sesuai dengan
situasi-situasi tertentu sampai ke kepemimpinan yang dilihat dari bagaimana dia
berinteraksi dengan orang lain dan mampu membawa pengikutnya menghadapi
perubahan dan berubah (Bolden et al., 2003).
Kepemimpinan dipandang sangat
penting karena dua hal: pertama,
adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu
unit, instansi atau organisasi; kedua,
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang
mempengaruhi keberhasilan organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses
kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi dan tindakan pemimpin
yang bersangkutan (Yukl, 1989).
Dalam berbagai literatur,
kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat,
atau karakteristik bawaan lahir, atau traits
approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan
kontingensi atau contingency approach.
Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara-cara menjadi
pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang
kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan bermoral.
Seorang pemimpin harus mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dapat menganalisa informasi secara mendalam untuk
mengambil suatu keputusan yang tepat, dia juga harus bisa melibatkan
pihak-pihak yang tepat dalam proses pengambilan keputusan. Seorang pemimpin
yang efektif adalah seseorang yang dapat menciptakan situasi yang menginspirasi
para pengikutnya agar mencapai tujuan yang lebih baik dan lebih tinggi lagi
dari keadaan sekarang.Pada kenyataannya seorang pemimpin yang efektif adalah
orang yang mampu membaca situasi, mengatasi permasalahan, bertanggung-jawab,
mau mengembangkan pengikutnya dan yang terpenting memiliki integritas dan etika
yang baik, karena dia harus memberikan contoh atau bertindak sebagai panutan
bagi pengikutnya.
Pemimpin
pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku
orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan merupakan
kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan
tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, (1998) semakin banyak
jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar potensi
kepemimpinan yang efektif.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa Definisi Kepemimpinan?
2.
Bagaimana Ciri-ciri Kepemimpinan
yang Efektif?
3.
Bagaimana Penerapan Teori Perilaku
Kepemimpinan?
4.
Bagaimana Teori Perilaku Kepemimpinan
Perspektif Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui Definisi Kepemimpinan
2.
Mengetahui Ciri-ciri Kepemimpinan
yang Efektif
3.
Mengetahui Bagaimana Penerapan Teori
Perilaku Kepemimpinan
4.
Mengetahui Teori Perilaku
Kepemimpinan Perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kepemimpinan
Pemimpin adalah seorang pribadi yang
memiliki kecakapan dan kelebihan di suatu bidang, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu demi mencapai satu atau beberapa tujuan (Kartono, 2001:33).
Pengertian
Kepemimpinan menurut beberapa Ahli:
“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran” (Robbins:2006). Jadi,
kepemimpinan adalah sebuah kemampuan dalam mengarahkan dan mempengaruhi sekelompok
orang (bawahan) untuk mencapai tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan
agar bertindak benar, mencapai komitmen dan memotivasi mereka untuk mencapai
tujuan bersama (Sudarmanto:2009). Kepemimpinan menurut Anoraga (2003) diartikan
sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain, melalui
komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk
menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan
senang hati bersedia mengikuti kehendak-kehendak pemimpin itu.
Terry (1960), menganggap
kepemimpinan sebagai kegiatan untuk memengaruhi orang agar bekerja dengan rela untuk mencapai tujuan bersama.
Secara luas kepemimpinan diartikan sebagai usaha yang terorganisasi untuk
mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia, materiil, dan finansial guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Zainun:1979).
Jadi, dapat disimpukan kepemimpinan
sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan
tugas dari para anggota kelompok, maka paling tidak ada tiga implementasi
penting, yaitu:
1.
Kepemimpinan harus melibatkan orang
lain, bawahan atau pengikut.
2.
Kepemimpinan harus mencakup distribusi
kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin dan anggota kelompok.
3.
Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk memengaruhi perilaku pengikut
melalui sejumlah cara (Sutrisno:2012).
2.2 Kepemimpinan yang Efektif
a. Pengertian
Kepemimpinan Yang Efektif
Seorang pemimpin yang efektif adalah
yang tidak hanya bekerja sendiri tanpa melibatkan siapapun.Melainkan mampu
memanfaatkan berbagai potensi yang mengelilinginya. Kepemimpinan efektif bukan
sekedar pusat kedudukan atau kekuatan akan tetapi merupakan interaksi aktif
antar komponen yang efektif.
Dari beberapa gaya kepemimpinan, tepat atau tidaknya gaya
tersebut akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari organisasi yang
dijalankan.
b. Sifat
Kepemimpinan Yang Efektif
Sifat
kepemimpinan yang efektif menurut Davis (1989) adalah:
1) Intelegensi
yang tinggi (Intellegence)
2) Kematangan
jiwa sosial (social Maturity)
3) Motivasi
terhadap diri dan hasil (Inner motivation
and achievement drives)
4) Menjalin
hubungan kerja manusiawi (Human relation
attitudes)
Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral Theories of Leadership)
Selama tahun 1950an, ketidakpuasan dengan pendekatan teori
tentang kepemimpinan mendorong ilmuan perilaku untuk memusatkan perhatiannya
pada perilaku pemimpin tentang apa yang diperbuat dan bagaimana ia
melakukannya. Dasar dari pendekatan gaya kepemimpinan diyakini bahwa pemimpin
yang efektif menggunakan gaya (style)
tertentu mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.
Berbeda dengan teori sifat, pendekatan perilaku dipusatan pada efektifitas
pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin tersebut (Gitosudarmo: 2000,
132). Pertama-tama peneliti penguji bagaimana manajer menggunakan waktunya dan
pola aktififtas, tanggung jawab dan fungsi sepesifik dari pekerjaan
manajerial.Sebagian peneliti juga menyelidiki bagaimana para manajer menanggulangi
permintaan, keterbatasan dan konflik peran dalam pekerjaan mereka.Sebagian
besar penelitian terhadap pekerjaan manajerial menggunakan metode deskriptif
untuk pengumpulan data seperti observasi langsung, catatan-catatan, kuesioner
deskripsi pekerjaan, dan anekdot yang diperoleh dari wawancara.Meskipun
penelitian ini tidak didesain untuk langsung menilai keefektifitas
kepemimpinan, namun sangat bermanfaat sebagai pengetahuan dalam subyek
ini.Efektifitas kepemimpinan sebagian tergantung pada kemampuan pemimpin
menyelesaikan masalah konflik peran, menanggulangi permintaan, mengenali
kesempatan dan menanggulangi keterbatasan.
Sub kategori lainnya dari pendekatan perilaku adalah
perhatian utama dalam mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Dalam
50 tahun terakhir terhadap ratusan studi survei yang telah menguji korelasi
antara perilaku kepemimpinan dan berbagai indikator efektivitas kepemimpinan
sebagian kecil studi menggunakan eksperimen dilaboratorium, eksperimen
dilapangan, atau peristiwa-peristiwa penting untuk menentukan bagaimana
perilaku pemimpin yang efektif berbeda dengan pemimpin yang tidak efektif
(Yukl: 2009).
Teori
perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap
teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak
dilahirkan begitu saja (leaders are made,
not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan
pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada
sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi
memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi
orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar
pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang
individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian
tujuan.Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola
tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits)
soerang pemimpin.Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk
diidentifikasikan.
Beberapa
pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku
dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku
kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian
hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam
satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku
kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel.Robert F. Bales
(Stoner, 1986) mengemukakan hasil penelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang
efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas
dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena
seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran
lainnya.
Pendekatan perilaku ini lebih memfokuskan kepada beberapa
tindakan yang dilakukan oleh pemimpin, seperti bagaimana mereka melakukan
delegasi, begaimana mereka berkomunikasi dengan orang-orang, serta bagaimana
mereka memotivasi para pegawai, dan seterusnya. Perilaku, tidak seperti faktor
personal, dapat dipelajari sehingga mereka yang mendapatkan pendidikan atau
pelatihan yang memadai mengenai kepemimpinan akan mampu menjadi pemimpin yang efektif. Para teoritisi yang
melakukan pendekatan perilaku kepemimpinan pada dasarnya memfokuskan pada dua
aspek dari perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan (leadership functions) dan gaya
kepemimpinan (leadership styles).
1.
Fungsi-fungsi
kepemimpinan
Aspek ini terkait fungsi-fungsi yang akan mendukung
tercapainya tim yang efektif sehingga manajemen dapat dijalankan secara efektif
dalam mencapai tujuan. Terdapat dua fungsi yang terkait dengan hal ini, yaitu
fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related functions), dan fungsi yang terkait dengan hubungan
sosial atau pemeliharaan kelompok (group-mantenance
functions).
a) fungsi
yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related
functions), fungsi ini memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam menjalankan
berbagai pekerjaan atau tugas yang telah direncanakan dalam suatu organisasi.
Dengan demikian kepemimpinan yang efektif adalah ketika pemimpin mampu
mempengaruhi orang-orang untuk dapat melakukan tugas-tugas yang telah
dipercayakan kepada mereka.
b) fungsi
yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-mantenance funtions), fungsi ini
memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam hal upaya untuk senantiasa memelihara
kesatuan diantara sesama pekerja, pengertian dengan dan dan sesa,a mereka.
Dengan demikian pemimpin yang efektif adalah ketika pemimpin tersebut mampu
berkomunikasi dengan baik dengan tim kerja, mengajak mereka untuk senantiasa
memelihara kebersamaan dan saling pengertian sehingga tim kerja yang ada
senantiasa terpelihara dengan baik.
Organisasi-organisasi bisnis umumnya lebih memfokuskan pada
fungsi yang terkait pada pekerjaan, manakala organisasi pelajar atau nonprofit
lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait dengan relasi sosial.
2.
Indikator
Perilaku Kepemimpinan
Sebagai konsekuensi dari adanya dua fungsi kepemimpinan
tersebut di atas, maka terdapat dua indikator perilaku kepemimpinan yang dapat
diidentifikasi, yaitu:
a) Gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan (task-oriented or job-style), gaya kepemimpinan ini cenderung untuk
memberikan fokus pada penyelesaian tugas
(pekerjaan) dan prosedur yang harus dilakukan dalam pekerjaan.
b) Gaya
kepemimpinan yang berorientasi kepada pegawai atau orang-orang (employee-oriented style), gaya kepemimpinan ini fokus pada upaya
pembinaan personil yang melaksanakan tugas atau pekerjaan tersebut. Gaya kepemimpinan ini cenderung memberikan
perhatian pada pemeliharaan tim dan memastikan bahwa seluruh karyawan
mendapatkan kepuasan dalam setiap pekerjaannya.
Setiap pemimpin memiliki kecenderungan yang berbeda-beda
dalam gayakepemimpinan ini. Ada yang cenderung pada penyelesaian pekerjaaan,
namun juga ada yang lebih kepada membangun relasi sosial.Pemimpin dalam
organisasi-organisasi bisnis umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait
pada pekerjaan, manakala pemimpin di organisasi-organisasi kemahasiswaan atau
organisasi nonprofit umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait dengan
relasi sosial.
Gaya kepemimpinan akan ditentukan
oleh berbagai faktor, yaitu dari segi latar
belakang, pendahuluan, nilai, dan pengalaman
dari pemimpin tersebut. Pemimpin yang menilai bahwa kepentingan organisasi
harus lebih didahulukan dari kepentingan individu akan memiliki kecenderungan
untuk memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Demikian
pula sebaliknya, pemimpin yang dibesarkan pada lingkungan yang menghargai
perbedaan dan relasi antar manusia akan memiliki kecenderungan untuk bergaya
kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan. Namun, selain keempat faktor
tersebut karakteristik dari bawahan
atau orang-orang yang dipimpin juga perlu untuk dipertimbangkan sebelum
memutuskan gaya kepemimpinan apa yang sebaiknya digunakan. Jika orang-orang
yang dipimpin cenderung untuk menyukai keterlibatan dalam berbagai hal,
memiliki inisiatif tinggi, barangkali gaya yang perlu dilakukan lebih cenderung
memajukan kedua gaya kepemimpinan yang ada melalui apa yang dinamakan sebagai manajemen partisipatif, dimana dalam
pendekatan manajemen partisipatif ini faktor orientasi sosial diakomodasi
melalui keterlibatan orang-orang (apakah dalam penyusunan tujuan, penyelesaian
masalah, dan lain sebagainya) dalam menyelesaikan pekerjaan (Sule: 2005).
Lewin, Lippitt, dan White
(Dunford:1995), pada tahun 30-an melakukan studi terkait dengan tingkat
keketatan pengendalian, dan melahirkan terminologi gaya kepemimpinan
autocratic, democratic, dan laissez-faire.
1. Kepemimpinan
otokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang tinggi tanpa kebebasan dan
partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan. Pemimpin bersifat otoriter,
tidak bersedia mendelegasikan wewenang dan tidak menyukai partisipasi anggota.
2. Kepemimpinan
demokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang longgar, Namun pemimpin
sangat aktif dalam menstimulasi diskusi kelompok dan pengambilan keputusan
kelompok, kebijakan atau keputusan diambil bersama, komunikasi berlangsung
timbal balik, dan prakarsa dapat berasal dari pimpinan maupun dari anggota.
- Kepemimpinan laissez-faire, menyerahkan atau membiarkan anggota untuk mengambil keputusan sendiri, pemimpin memainkan peran pasif, dan hampir tidak ada pengendalian/pengawasan, sehingga keberhasilan organisasi ditentukan oleh individu atau orang per orang.
Selanjutnya House & Mitchell
(Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 2000) mengembangkan Path Goal Theory.Menurut
teori ini, pemimpin harus meningkatkan ketersediaan jumlah dan jenis
penghargaan bagi pegawai; dan selanjutnya memberikan petunjuk dan bimbingan
untuk menjelaskan cara-cara untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Berdasarkan
tindakan pimpinan dalam memotivasi dan memberikan penjelasan kepada pegawai
maka dikenal adanya kepemimpinan directive,
supportive, participative, dan achievement
oriented.
1. Kepemimpinan
direktif, yakni pemimpin memberikan arahan tentang sasaran, target dan
cara-cara untuk mencapainya secara rinci dan jelas; tidak ada ruang untuk
diskusi dan partisipasi pegawai.
2. Kepemimpinan
suportif, menempatkan pemimpin sebagai “sahabat” bagi bawahan, dengan memberikan
dukungan material, finansial, atau moral; serta peduli terhadap kesejahteraan
pegawai.
- Kepemimpinan partisipatif, dalam mengambil keputusan dan/atau bertindak meminta dan menggunakan masukan atau saran dari pegawai, namun keputusan dan kewenangan tetap dilakukan oleh pimpinan.
- Kepemimpinan berorientasi prestasi, menunjukkan pemimpin yang menuntut kinerja yang unggul, merancang tujuan yang menantang, berimprovisasi, dan menunjukkan kepercayaan bahwa pegawai dapat mencapai standar kinerja tinggi.
Secara lebih
spesifik, Indikator
perilaku kepemimpinan dapat dilihat dari cara pemimpin dalam bertindak,
diantaranya dalam:
1. Memberi perintah
2. Membagi tugas dan
wewenang
3. Berkomunikasi
dengan bawahan
4. Mendorong semangat
kerja bawahan
5. Memberi bimbingan
dan pengawasan
6. Membina disiplin
kerja bawahan
7. Menyelenggarakan
dan memimpin rapat anggota
8. Tindakan dalam
Mengambil keputusan.
2.3 Penerapan Teori Perilaku Kepemimpinan (Studi kasus)
Para peneliti ingin mengetahui sesuatu yang unik dari cara
para pemimpin efektif berperilaku. Misalnya apakah mereka cenderung bersikap
demokratis atau otoriter? Para peneliti berharap bahwa pendekatan teori
perilaku akan memberikan jawaban yang lebih pasti tentang sifat kepemimpinan
dari pada teori ciri perilaku.
Sejumlah studi mengacu kepada gaya perilaku. Kita sekilas
melihat kembali dua studi yang sangat popular: yaitu, kelompok Ohio State dan
Universitas Michigan. Kemudian kita melihat bagaimana perkembangan
konsep-konsep studi ini mampu digunakan untuk menciptakan gambaran dalam
melihat dan menilai gaya-gaya kepemimpinan.
![*](file:///C:\Users\Dina\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Studi Ohio State mengenali dua dimensi penting perilaku
pemimpin.Dimulai dengan daftar lebih dari 1.000 dimensi perilaku, para peneliti
sering menyempitkannya menjadi hanya dua yang menyambung ke kebanyakan perilaku
pemimpin yang digambarkan oleh para anggota kelompok. Dimensi yang pertama
disebut pengusulan struktur, yaitu mengacu pada
seperti apa pemimpin mendefinisikan dan menyusun perannya dan peran anggota
kelompok untuk mencapai sasaran. Dimensi itu meliputi perilaku yang mencangkup
usaha mengorganisasi pekerjaan, hubungan kerja, dan sasaran.Dimensi yang kedua
disebut pertimbangan, yang
didefinisikan sebagai seberapa jauh hubungan kerja pemimpin bercirikan saling
percaya dan hormat terhadap ide dan perasaan para anggota kelompok. Pemimpin
yang pertimbangannya tinggi akan membantu anggota kelompok menangani masalah
pribadi, ramah, mudah dihubungi, dan memperlakukan semua anggota kelompok sama.
Ia menunjukkan perhatian (mempertimbangkan) kenyamanan, kesejahteraan, status,
dan kepuasan para pengikutnya.
Apakah dimensi itu memadahi untuk menggambarkan perilaku
pemimpin?Riset menemukan bahwa pemimpin yang tinggi dalam menyusun struktur
permulaan dan pertimbangan (pemimpin tinggi-tinggi) mencapai kinerja dan
kepuasan tugas kelompok yang lebih sering daripada yang berperingkat rendah
dalam salah satu atau kedua dimensi itu. Akan tetapi, gaya tinggi-tinggi itu
tidak selalu memberikan hasil yang positif. Perkecualian cukup banyak ditemukan
yang menunjukkan bahwa mungkin faktor-faktor situasi perlu diintegrasikan
kedalam teori kepemimpinan.
![*](file:///C:\Users\Dina\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Studi kepemimpinan yang diadakan di Pusat Riset Survei
Universitas Michigan pada waktu yang sama dengan yang dilakukan di Ohio State
mempunyai tujuan riset yang sama yaitu: mengenali karakteristik perilaku
pemimpin yang terkait dengan keefektifan kinerja. Kelompok Michigan juga
menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu berorientasi karyawan dan
berorientasi produksi.Pemimpin yang berorientasi
karyawandigambarkan menekankan hubungan antar pribadi; mereka memberikan
perhatian pribadi ke kebutuhan para pengikutnya dan menerima perbedaan individu
antar anggota kelompok.Pemimpin yang berorientasi
tugas atau produksi, sebaliknya, cenderung menekankan aspek teknis atau
tugas dari pekerjaan, sangat memerhatikan penyelesaian tugas kelompoknya, dan
menganggap anggota kelompok sebagai sarana untuk mencapai hasil.Kesimpulan para
peneliti Michigan, mereka lebih menyukai pemimpin yang berorientasi pada
karyawan. Pemimpin yang berorientasi karyawan terkait dengan produktivitas
kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi (Robbins:
2007).
2.4 Teori
Perilaku Kepemimpinan Perspektif Islam
Tugas seorang pemimpin antara lain
adalah mempengaruhi orang yang dipimpin untuk bersikap dan berperilaku sesuai
dengan visi, misi, core values dan core belief organisasi. Pemimpin
spiritual adalah pemimpin yang mempengaruhi orang yang dipimpin dengan cara
mengilhamkan, mencerahkan, menyadarkan, membangkitkan, memampukan, dan
memberdayakan lewat pendekatan spiritualitas atau nilai-nilai etis religius.
Nilai-nilai etis religius inilah yang berperan sebagai mission-focused, vision-directed,
philosophy driven dan value-based institution.
Hubungan
Nilai-nilai Spiritualitas, Budaya Organisasi dan Keefektifan Fenomena yang
tampak (artifact) merupakan cermin
dari yang tidak tampak. Keunggulan sebuah organisasi bukan semata-mata
ditentukan oleh faktor-faktor yang tampak atau dapat diamati (tangible) seperti kemegahan gedung,
kelengkapan fasilitas, skill karyawannya melainkan lebih ditentukan oleh
faktor-faktor yang tidak tampak (intangible), yaitu budaya organisasi. Menurut
Ouchi (1981), budaya organisasi itu meliputi: nilai, kepercayaan
filosofi organisasi. Nilai-nilai spiritual seperti istikomah, ikhlas, jihad dan
amal saleh yang dijadikan sebagai core
belief, core values dan filosofi organisasi dapat berperan membimbing
komunitas organisasi dalam menentukan visi, misi dan perilaku organisasi.
Kepemimpinan
spiritual adalah kepemimpinan yang menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai core belief, core values dan filosofi dalam
perilaku kepemimpinannya. Budaya organisasi yang diderivasi dari nilai-nilai
spiritual, apabila dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan organisasi.
Budaya organisasi yang terkelola dengan baik akan menciptakan iklim organisasi
yang kondusif (Owens: 1991). Untuk dapat
mengelola budaya organisasi dan menciptakan iklim organisasi diperlukan
kepemimpinan spiritual, yaitu kepemimpinan yang transformatif-altruistik,
memahami filosofi organisasi, mampu merumuskan visi dan misi organisasi, dan
menerapkannya melalui budaya organisasi dan manajemen yang baik.
Perilaku
kepemimpinan spiritual didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, mencontoh kepemimpinan Tuhan dan menjadi "pipa"
penyalur rahmat Tuhan.
a.
Perilaku
kepemimpinan spiritual dalam membangun budaya organisasi dilakukan dengan enam
langkah:
1)
membangun
niat yang suci, yaitu membangun kualitas batin yang prima bagi individu atau
kelompok kerja dalam perusahaan. Dengan kualitas batin yang prima, karyawan
akan memiliki perhatian penuh (involve)
dan istiqomah dalam berkhidmat pada tugas masing-masing;
2)
mengembangkan
budaya kualitas. Hal ini dilakukan dengan cara membangun core belief dan core values
kepada komunitas organisasi bahwa hidup dan kerja hakikatnya adalah ibadah
(mempersembahkan) kepada Allah, karena itu harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya (ahsanu amala);
3)
mengembangkan
ukhuwah (persaudaraan) sesama anggota komunitas. Dengan ukhuwah, persatuan,
kerjasama, sinergi antar individu, kelompok dan antar unit dalam organisasi
dapat tercipta sehingga semua potensi dan kekuatan yang ada dapat didayagunakan
secara maksimal;
4)
mengembangkan
perilaku etis (akhlaqul karimah)
dalam bekerja melalui pembudayaan sikap syukur dan sabar dalam mengemban
amanah.
b.
Perilaku
kepemimpinan spiritual dalam mengefektifkan proses organisasi dilakukan dengan
pendekatan etis yaitu:
1)
berperilaku
sebagai murabbi (penggembala) dalam mengembangkan kepemimpinan dan tanggung
jawab;
2)
berperilaku
sebagai penjernih dan pengilham dalam proses komunikasi dan inovasi;
3)
berperilaku
sebagai ta 'mir (pemakmur) dalam mensejahterakan bawahannya;
4)
berperilaku
sebagai entrepreneur dalam
kiat-kiatnya mengembangkan usaha; dan
5)
berperilaku
sebagai pemberdaya dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan bagi bawahannya dan
dalam menciptakan pemimpin baru yang lebih baik.
Perilaku kepemimpinan perspektif
islam didasakan pada sikap Nabi Muhammad SAW. dalam memimpin umatnya. Pada
masanya, Rasulullah SAW. menyelesaikan setiap masalah tanpa kekerasan dan
pemaksaan, justru hanya dengan penerapan akhlakul karimah sebagai andalannya.
Stategi memimpin yang dilakukan oleh Rasulullah, sesuai dengan sabdanya “ibda’ binafsik” yang artinya mulailah dari
diri anda sendiri. Jika dilihat makna ibda’ binafsik secara terminologi sosial,
maka kata ‘diri’ (anfus, nafs), mengingatkan kita pada ‘individu’ bahwa
“perubahan struktural tak akan pernah terjadi tanpa didahului perubahan
kultural, dan perubahan kultural tak
akan pernah terjadi tanpa perubahan individu”, sehingga dapat dikatakan
perubahan individual itu adalah induk dari segalanya.
Melihat keberhasilan Rasulullah
dalam mengatasi krisis Multidimensial, kita harus bisa meneladaninya, karena
beliau adalah contoh tauladan terbaik dan tipologi ideal paling prima. Hal ini
digambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab, 33: 21 yang berbunyi:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
21.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah.
Stategi ibda’ binafsik (memulai dari diri
sendiri) yang dilakukan oleh Rasulullah, didukung oleh beberapa faktor penting:
Pertama,
kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan ,menjadi empat
sebagai sifat wajib bagi rasul, yakni: siddiq, amanah, tabligh, fathonah.
Keempat sifat ini membentuk dasar keyakinan umat islam tentang kepribadian
Rasulullah saw.
Kedua, intergritas.
Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian rasulullah yang telah
membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya
sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang
menjadi tujuanya.
Ketiga,
kesamaan di depan hukum. Prinsip keselarasan di depan hukum merupakan salah
satu dasa penting .
Keempat,
penerapan pola hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang
nilai-nilai manajerial kepemimpinan rasulullah adalah penggunaan konsep sahabat
(bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba) untuk
menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan orang-orang
yang berada dibawah kepemimpinannya.
Kelima,
kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan rasulullah
sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan
kondisi yang dihadapinya serta merancang strategi yang sesuai untuk diterapkan.
Keenam,
tidak mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasulullah saw. wafat tanpa
meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat menyatakan bahwa beliau berdo’a
untuk mati dan bangkit di akhirat
bersama orang-orang miskin. Sikap inilah yang membuat para sahabat rela
memberikan semuanya untuk perjuangan tanpa peduli dengan kekayaannya, sebab
mereka tidak pernah melihat rasulullah mencoba memperkaya diri.
Ketujuh, visioner futuristic. Sejumlah hadits
menunjukkan bahwa rasulullah adalah seorang pemimpin yang visioner, berfikir
demi masa depan (suistinable).
Kedelapan,
menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya pribadi rasulullah
benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya pencapaian
cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misisnya. Rasulullah
selalu menjadi contoh bagi apapun yang ia anjurkan kepada orang-orang
disekitarnya. (www.pusatalquran.com, 2014)
Sebuah hadits tentang perilaku kepemimpinan Rasulullah
SAW. Yang berbunyi:
صلوا كما
رأيتمونى أصلى
“Sholatlah
kalian sebagaimana melihatku sholat” (HR. Bukhari)
Dalam kehidupannya, Rasulullah saw. Senantiasa melakukan
terlebih dahulu apa yang ia perintahkan kepada orang lain. Keteladanan ini
sangat penting karena sehebat apapun yang kita katakan tidak akan berharga
kecuali kalau perbuatan kita seimbang dengan kata-kata. Rasulullah tidak
menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Rasulullah saw. Tidak
melarang sebelum melarang dirinya. Kata dan perbuatannya amat serasi sehingga
setiap kata-kata diyakini kebenarannya. Efeknya, dakwah beliau mempunyai
kekuatan ruhiah yang sangat dahsyat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi
perilaku yang menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta
pencapaian tujuan yang lebih riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan
dan perubahan terhadap budaya organisasi yang lebih maju.
Kepemimpinan
sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan
tugas dari para anggota kelompok, maka paling tidak ada tiga implementasi
penting, yaitu:
•
Kepemimpinan harus melibatkan orang
lain, bawahan atau pengikut.
•
Kepemimpinan harus mencakup
distribusi kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin dan anggota keompok.
•
Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk memengaruhi perilaku pengikut
melalui sejumlah cara.
Sifat kepemimpinan yang efektif menurut Davis (1989) adalah:
ü Intelegensi
yang tinggi (Intellegence)
ü Kematangan
jiwa social (social Maturity)
ü Motivasi
terhadap diri dan hasil (Inner motivation
and achievement drives)
Pendekatan
perilaku lebih memfokuskan kepada beberapa tindakan yang dilakukan oleh
pemimpin, seperti bagaimana mereka melakukan delegasi, begaimana mereka
berkomunikasi dengan orang-orang, serta bagaimana mereka memotivasi para
pegawai, dan seterusnya.Pendekatan perilaku kepemimpinan pada dasarnya
memfokuskan pada dua aspek dari perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi
kepemimpinan (leadership functions)
yang terdiri dari fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related functions), dan fungsi yang
terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-mantenance functions). Dan gayakepemimpinan (leadership styles) yang terdiri dari kepemimpinan
yang berorientasi pada pekerjaan (task-oriented
or job-style), dan kepemimpinan yang berorientasi kepada pegawai atau
orang-orang (employee-oriented style).
Indikator perilaku kepemimpinan
dapat dilihat dari cara pemimpin dalam bertindak, diantaranya dalam:
1. Memberi perintah
2. Membagi tugas dan
wewenang
3. Berkomunikasi
dengan bawahan
4. Mendorong semangat
kerja bawahan
5. Memberi bimbingan
dan pengawasan
6. Membina disiplin
kerja bawahan
7. Menyelenggarakan
dan memimpin rapat anggota
8. Tindakan dalam
Mengambil keputusan.
Perilaku kepemimpinan perspektif
islam didasakan pada sikap Nabi Muhammad SAW. dalam memimpin umatnya. Pada
masanya, Rasulullah SAW. menyelesaikan setiap masalah tanpa kekerasan dan
pemaksaan, justru hanya dengan penerapan akhlakul karimah sebagai andalannya.
Stategi memimpin yang dilakukan oleh Rasulullah, sesuai dengan sabdanya “ibda’ binafsik” yang artinya mulailah
dari diri anda sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta:Gramedia.
Kartono, Kartini. 2001. Pemimpin
dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Sudarmanto.2009. Kinerja dan
Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anoraga, Pandji. 2003. Psikologi Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutrisno, Edy. 2012. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.
Yukl,
Gary. 2009. Kepemimpinan dalam
Organisasi. Jakarta: PT Indeks.
Gitosudarmo, Indrio & I Nyoman
Sudita. 2000. Perilaku Keorganisasian.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Robbins, Stephen P. & Mary
Coulter. 2007. Manajemen. Jakarta: PT Indeks.
Sule, Ernie Trisnawati &
Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar
Manajemen. Jakarta: Kencana.
Zainun. 1979. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Aksara.
Yukl, Gary A. 1989. Leadership
in Organizations. 2nd Ed.New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Bolden, R., Gosling, J., Marturano, A. and Dennison, P.
2003. A Review ofLeadership Theory and
Competency Frameworks. Centre for Leadership Studies, University of Exeter.
UK.
Dunford, Richard W. 1995. Organisational Behaviour: An Organisational Analysis Perspective.
Sydney: Addison-Wesley Publishing Company.
Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donnelly, James
H. 2000. Organizations: Behavior,
Structure, Processes. Boston: Irwin McGraw-Hill.
Sapri,
Ajun. 2014. Makalah Kepemimpinan yang
Efektif.http://ajunsapri.blogspot.co.id/2014/02/contoh-makalah-kepemimpinan-yang-efektif.html.
diakses pada tgl 27 februari pukul 14:52 WIB.
Ouchi, W.G. 1981. Theory Z. New
York: Addison-Wesley.
Owens, R.G. 1991. Organizational
Behavior in Education. Boston: Allyn and Bacon.
www.pusatalquran.com/2014/04/8-keteladanan-kepemimpinan-rasulullah-saw.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar