BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini
tampak demikian pesat. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan dengan
menggunakan teknologi yang ada. Adanya perkembangan teknologi ini telah
mengakibatkan iklim persaingan bisnis semakin ketat. Hal ini akan mendorong
kebutuhan akan suatu informasi menjadi suatu hal yang esensial, sehingga iklim
persaingan bisnis yang ada berubah dari persaingan teknologi atau industrial
competition menjadi persaingan informasi (information competition). Tidaklah
mengherankan jika persaingan informasi ini menjadi suatu hal yang esensial
karena dengan adanya informasi yang dihasilkan untuk setiap aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan akan diperoleh data dan gambaran aktivitas yang telah
dilakukan sehingga berdasarkan informasi tersebut akan diambil suatu keputusan
yang mempengaruhi kehidupan dan aktivitas perusahaan secara keseluruhan di masa
yang akan datang. Suatu keputusan yang baik dapat diambil atas dasar informasi
yang akurat, relevan dan tepat waktu.
Disamping pesatnya perkembangan teknologi dan
informasi yang dimiliki oleh perusahaan masih banyak manajer-manajer perusahaan
yang menjalankan usahanya dengan sistem manajemen yang seakan-akan berorientasi
pada masa yang lalu (backward) dan belum berorientasi pada masa depan
(forward). Sistem yang lebih menitikberatkan pada aspek keterukuran objek yang
menimbulkan biaya ini tampak dari adanya pengambilan keputusan yang didasarkan
pada informasi-informasi yang dibuat berdasarkan laporan-laporan historis
secara periodik. Sistem manajemen yang dilaksanakan oleh banyak perusahaan
sekarang ini lebih memfokuskan pada kinerja keuangan yang diukur secara
periodik dimana indikator-indikator yang terpenting adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan.
Konsep Balanced Scorecard telah lama dikembangkan
oleh Robert S.Kaplan dan David P.Norton (HBR, January,1992). Konsep Balanced
Scorecard ini dikembangkan untuk melengkapi pengukuran kinerja finansial (atau
dikenal dengan pengukuran kinerja tradisional) dan sebagai alat yang cukup
penting bagi organisasi perusahaan untuk merefleksikan pemikiran baru dalam era
competitiveness dan efektivitas organisasi. Konsep ini memperkenalkan suatu
sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria
tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana memahami konsep dan sejarah Balanced
Scorecard.Bagaimana mengimplementasikan Balanced Scorecard Di
Perusahaan.Bagaimana memahami manajemen strategik di setiap Perusahaan.
1.3 Tujuan Penulisan
Memahami serta mengimplementasikan konsep dan
sejarah Balanced Scorecard Mengimplementasikan manajemen strategik di setiap
Perusahaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah dan Konsep Balance Scorecard
Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen
strategis yang pertama kali dikemukakan oleh David P. Norton sebagai CEO Nolan
Norton dan Robert S. Kaplan sebagaikonsultan akademis dalam sebuah proyek
penelitian yang berlangsung dalam satu tahun yang melibatkan berbagai
perusahaan. Setiap wakil dari perusahaan-perusahaan tersebut mengadakan
pertemuan tiap dua bulan sekali pada tahun 1990 dalam upaya mengembangkan suatu
model pengukuran kinerja perusahaan yang baru. Penelitian ini dimotivasi oleh
suatu keyakinan bahwa berbagai pendekatan pengukuran kinerja perusahaan yang
ada saat ini terutama yang didasarkan pada ukuran kinerja keuangan tidak
membantu perusahaan untuk menciptakan nilai ekonomis masa depan.
Perkembangan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2009: 4-8), pada tahap awal
perkembangannya, Balanced Scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem
pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an, eksekutif hanya diukur
kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya fokus perhatian
hanya dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat
kecenderungan untuk mengabaikan kinerja nonkeuangan, seperti kepuasan
customers, produktivitas, dan cost effectivitness process yang digunakan untuk
menghasilkan produk dan jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan dalam
menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan customers.
Hal ini disebabkan ukuran kinerja keuangan
mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi berjangka pendek,
maka pengukuran kinerja yang berfokus ke keuangan mengakibatkan eksekutif lebih
memfokuskan perwujudan kinerjajangka pendek. Pada tahun 1990 Nolan Norton
Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di USA yang dipimpin oleh
David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi
Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran
kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja
eksekutiftidak lagi memadai.
Definisi dan Konsep Balanced Scorecard
Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono,
et al (2007: 8), Balanced Scorecardadalah “A measurement and management system
that views a business unit’s performancefrom four perspectives:financial,
customer, internal business process, and learning andgrowth”, yang berarti
pengukuran dan sistem manajemen penilaian kinerja dengan empatperspektif yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran danpertumbuhan.
Menurut Mulyadi (2001: 3), Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu
Balanced (berimbang) : menunjukan bahwa kinerja
eksekutif diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka
pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Scorecard (kartu skor) : kartu
yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan juga dapat
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan personel dimasa depan.
Menurut Hansen dan Mowen dalam buku Amin Widjaja
Tunggal (2009: 2), Balanced Scorecard adalah “A responsibility accounting
system objectives and measures for fou r different perspective: the financial
perspective, the customer perspective, the process perspective, and the learning
and growth (infrastructure) perspective”.
Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep
pengukuran kinerja yang memberikan kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi
ke dalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran strategik yang komprehensif itu
dapat dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard, karena Balanced Scorecard
menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan dan tidak
dapat dipisahkan yang merupakan indikator pengukur kinerja yang saling
melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab-akibat (Mulyadi, 2001: 7)
Perspektif
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan untuk
mencatat hasil kerja kinerja keuangan sekaligus membantu kemajuan perusahaan
dalam membangun kemampuan dan mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan masa depan. Menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai
perusahaan dalam bentuk sistem ukuran kinerja strategik yang mencakup empat
perspektif sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 2000: 52).
1. Perspektif Keuangan
Perspektif ini tetap digunakan dalam Balanced
Scorecard karena ukuran finansial sangatpenting dalam memberikan ringkasan
konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil.Ukuran finansial ini
memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, danpelaksanaannya
memberikan konstribusi atau tidak bagi peningkatan laba perusahaan.Tujuan dan
ukuran finansial harus memainkan peran ganda yaitu menentukan kinerjafinansial
yang diharapkan dari strategi dan menjadi sasaran akhir dari tujuan dan
ukuranperspektif lainnya. Balanced Scorecard membaginya menjadi tiga tahap,
yaitu (SonyYuwono, et al, 2007: 31)
a) Growth (Pertumbuhan)
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan, di mana
perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi
pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi
dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah.
Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah tingkat
pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah
ditargetkan.
b) Sustain (Bertahan)
Tahapan kedua, di mana perusahaan masih melakukan
investasi dan reinvestasi dengan mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik.
Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada,
bahkan mengembangkannya jika mungkin. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan
pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
c) Harvest (Kedewasaan)
Tahapan ketiga, di mana perusahaan benar-benar
memanen/menuai hasil investasi pada tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi
investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali
pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama
dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur adalah memaksimumkan arus
kas masuk dan pengurangan modal kerja.
2. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard
mengidentifikasi bagaimana kondisi pelanggan dan segmen pasar yang telah
dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor. Segmen yang dipilih
mencerminkan keberadaan pelanggan sebagai sumber pendapatan. Dalam perspektif
ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu (Sony Yuwono, et al,
2007: 33)
a) Market Share (Pangsa Pasar)
Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai
perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah
pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
b) Customer Retention (Pertumbuhan/Mempertahankan Pelanggan)
Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat
mempertahankan hubungan dengan konsumen. Pengukuran dapat dilakukan dengan
mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang
saat ini dimiliki perusahaan.
c) Customer Acquisition (Menarik/Perolehan Pelanggan Baru)
Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik
pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. Pengukuran dapat dilakukan melalui
persentase jumlah penambahan pelanggan baru dan perbandingan total penjualan
baru dengan jumlah pelanggan baru yang ada.
d) Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)
Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait
dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition. Pengukuran dapat
dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti survei melalui surat (pos),
interview melalui telepon, atau personal interview.
e) Customer Profitabilitas (Keuntungan Pelanggan)
Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau
segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan
tersebut.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu
untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang
baik. Balanced Scorecard membaginya dalam tiga model dari proses bisnis utama,
yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 37-39)
a) Proses Inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman
tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang
mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian
R dan D, sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah
memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan (didasarkan pada
kebutuhan pasar). Aktivitas R dan D ini merupakan aktivitas penting dalam
menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang.
b) Proses Operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan
menyampaikan produk atau jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke
dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk dan 2) proses penyampaian produk
kepada pelanggan. Pengukuran kinerja terkait dalam proses operasi dikelompokan
pada: waktu, kualitas, dan biaya.
c) Layanan Purna Jual
Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada
pelanggan setelah penjualan produk atau jasa dilakukan. Aktivitas yang terjadi
dalam tahap ini, misalnya: penanganan garansi dan perbaikan; penanganan atas
barang rusak dan yang dikembalikan; serta pemrosesan pembayaran pelanggan.
Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah
memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat
kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk
siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan
pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muchammad
Ichsan (2007: 39-43), mengemukakan bahwa proses pembelajaran dan pertumbuhan
ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi.
Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan
yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam organisasi
knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam berbagai kasus,
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi keberhasilan bagi
knowledge-worker organization dengan tetap memperhatikan faktor sistem dan
organisasi.
Hasil dari pengukuran ketiga perspektif
sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan
orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan. Itulah mengapa, perusahaan harus melakukan
investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah
organisasi pembelajar (learning organization). Menurut Kaplan dan Norton
“learning” lebih sekedar “training” karena pembelajaran
meliputi pula proses “mentoring dan tutoring”,
seperti kemudahan dalam komunikasi disegenap pegawai yang memungkinkan mereka
untuk siap membantu jika dibutuhkan. Tolak ukur dalam perspektif ini, yaitu
a) Capabilities Empolyee (Kemampuan Pekerja)
Tantangan bagi perusahaan adalah agar para
pegawai dapat menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi, sehingga
dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, serta meningkatkan kepuasan
pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan yang tertinggi perlu
dilayani oleh pekerja yang terpuaskan perusahaan Untuk mengetahui tingkat
kepuasan karyawan, perusahaan perlu melakukan survei secara teratur. Beberapa
unsur kepuasan karyawan yaitu keterlibatan dalam pengambilan keputusan,
pengakuan/penghargaan (reward and recognition) karena telah melakukan pekerjaan
dengan baik, akses memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas
dan inisiatif, serta dukungan dari atasan. Produktivitas pekerja dapat diukur
dengan total penjualan bersih dibagi dengan jumlah pekerja atau laba bersih
setelah pajak dibagi denganjumlah pekerja (Thomas Sumarsan, 2010: 232).
b) Capabilities Information System (Kemampuan Sistem Informasi)
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian
pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan
informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang
memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang
akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaikbaiknya.
c) Motivation, Empowerment, and Aligment (Motivasi, Pemberdayaan,
dan Keselarasan)
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya
proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberianmotivasi dan inisiatif
yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbarumenjelaskan
bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and
error, sehingga turbelensi lingkungan sama-sama dicobakenali tidak saja oleh
jenjang manajemen strategis, tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam
organisasi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Oleh karena itu, upaya
tersebut perlu dukunganmotivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa
delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentunya itu semua
harus dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan dengan
tujuan organisasi.
Keempat perspektif dalam Balanced Scorecard
memberi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dengan tujuan jangka panjang,
antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong tercapainya hasil
tersebut, dan antara ukuran objektif yang keras dengan ukuran subjektif yang
lebih lunak. Sementara keberagaman ukuran pada Balanced Scorecard yang dibuat
dengan benar mengandung kesatuan tujuan, karena semua ukuran diarahkan kepada
pencapaian strategi yang terpadu.
2.2. Perkembangan Terkini Implementasi Balance
Scorecard
Dalam artikel “The Balanced Scorecard : Measures
that Drives Performance” (Harvard Business Review, January-February 1992),
Kaplan melakukan riset terhadap12 perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus
secara finansial. Dalam riset awalyang dilakukan tersebut menyatakan bahwa 10
perusahaan diantaranya memilikikriteria-kriteria yang menunjukkan bahwa
Balanced Scorecard dapat diterapkan.Beberapa perusahaan mencoba
mengimplementasikan konsep Balanced Scorecard dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerja finansial mereka, serta untu mempengaruhi perubahan kultur yang ada
dalam perusahaan. Terjadinya perubahankultur dalam perusahaan ini disebabkan
karena adanya perubahan dari sistem yangtelah lama diterapkan oleh perusahaan
kepada suatu sistem baru dimana sistem yangbaru ini dirancang untuk
melipatgandakan kinerja dengan empat perspektif yaituperspektif finansial,
perspektif customer, perspektif proses bisnis (internal) danperspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Menurut O’Reilly (Mattson, 1999:1),Sebenarnya
Balanced Scorecard memiliki fokus yang sama dengan praktek manajementradisional
yaitu sama-sama berorientasi pada customer dan efisiensi atas prosesproduksi,
tetapi yang membuat berbeda adalah Balanced Scorecard ini memberikansuatu
rerangka pengembangan organisasi bisnis untuk melakukan pengukuran
danmonitoring semua faktor yang berhubungan dengan hal tersebut secara
terus-menerus.
Dengan adanya konsep Balanced Scorecard akan
terus memelihara arah dan kemajuanperusahaan sesuai dengan apa yang menjadi
visi dan misi organisasi.Selain itu Balanced Scorecard akan membantu perusahaan
dalam menyelaraskantujuan dengan satu strategi yang ingin diterapkan, karena
Balanced Scorecard membantu mengeliminasi berbagai macam strategi manajemen
puncak yang tidaksesuai dengan strategi karyawan dengan cara membantu karyawan
untuk memahamibagaimana peran serta mereka dalam rangka peningkatan kinerja
perusahaan secarakeseluruhan.
Adanya kelebihan yang dimiliki oleh Balanced
Scorecard ini mendorong semakinbanyaknya perusahaan yang ingin
mengimplementasikan konsep Balanced Scorecard. Menurut survei yang dilakukan
oleh Gartner Group (Mattson, 1999:1), sebanyak 60persen dari 1000 perusahaan
versi majalah Fortune (Agustus, 1999) telah mencobauntuk menerapkan filosofi
Balanced Scorecard dalam keseluruhan sistem manajemenmereka pada tahun 2000
ini. Seperti yang dilakukan oleh perusahaan LutheranBrotherhood di Minneapolis,
pihak manajemen telah memperkenalkan kosep Balanced Scorecard ini sejak tahun
1998. Pendekatan yang digunakan untuk menerapkankonsep Balanced Scorecard di
perusahaan Lutheran Brotherhood ini menggunakanmodel pendekatan hands-on
approach, sedangkan sistem manajemen tetap dilakukansendiri oleh pihak
manajemen perusahaan. Salah satu cara adalah dengan melaluipelatihan dan
pengetahuan kepada karyawannya yang dikembangkan melalui intranetperusahaan dan
juga mensosialisasikan program implementasi Balanced Scorecard melalui acara
diskusi dan pertemuan.
2.3. Keunggulan Balance Scorecard
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam
sistem perencanaan strategik adalah pada kemampuan Balanced Scorecard dalam
menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut
(Mulyadi, 2009: 15-19).
·
Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang
dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada
perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif lain: pelanggan, proses bisnis
internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana
strategik ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini:
Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda
dan berkesinambungan, karena dalam perencanaan, perhatian, dan usaha personel
difokuskan ke perspektif nonkeungan – perspektif yang di dalamnya terletak
pemacu sesungguhnya kinerja keuangan.Memampukan perusahaan untuk memasuki
lingkungan bisnis yang kompleks, karena Balanced Scorecard menghasilkan rencana
yang mencakup perspektif luas (keuangan, customer, proses, serta pembelajaran
dan pertumbuhan), sehingga rencana yang dihasilkan mampu dengan kompleks
merespon perubahan lingkungan.
·
Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk
membangun hubungan sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai
sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran
yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal
dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
·
Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan
oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan
yang berkesinambungan. Dengan demikian, nilai keempat perspektif tersebut dalam
Balanced Scorecard adalah seimbang, di mana perspektif yang satu tidak melebihi
perspektif yang lainnya.
·
Terukur
Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran
strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran strategik pada perspektif pelanggan,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran
yang tidak mudah diukur. Namun, dalam pendekatan Balanced Scorecard ketiga
perspektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola,
sehingga dapat diwujudkan untuk mengukur kinerja perusahaan. Dengan demikian,
keterukuran sasaran strategik pada ketiga perspektif tersebut menjanjikan
perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan
dapat berlipatganda dan berkesinambungan.
2.4. Faktor Yang Memacu Perusahaan Yang
Mengimplementasikan Balance Scorecard
Pembangunan suatu peta strategi hanya dapat
dilakukan secara runtut dari level tertinggi ke level yang lebih rendah. Jadi,
ketika kita ingin membangun peta strategi suatu unit eselon II, maka syarat
mutlaknya adalah telah terbangunnya peta strategi unit eselon I di atasnya.
Studi kasus: Direktorat Barang Milik Negara (BMN)
I pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Tugas dan fungsi utama Dit. BMN I adalah
pengelolaan barang milik negara pada Kementerian Negara, Lembaga dan Badan
Layanan Umum (BLU).
Peta strategi Dit. BMN I (Depkeu-Two) baru dapat
disusun apabila peta strategi DJKN (Depkeu-One) telah terbangun. Dalam contoh
kasus ini, diasumsikan bahwa Depkeu-One untuk DJKN sudah diturunkan dari
Depkeu-Wide. Lampiran VI dalam buku panduan ini menjelaskan secara lebih rinci
teknik penyusunan peta strategi mulai dari level tertinggi (Depkeu-Wide).
Adapun penyusunan BSC pada Dit. BMN I mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
Peta Strategi
Pastikan unit organisasi memiliki visi dan misi
yang dapat dilihat pada renstra a. unit tersebut.
Tentukan perspektif peta strategi dengan
memperhatikan hal-hal berikut:b.
Sebagai institusi publik yang tidak berorientasi
pada profit, tentukan i. stakeholder dari unit tersebut. Stakeholder adalah
pihak yang secara tidak langsung memiliki kepentingan atas outcome dari suatu
organisasi.
Stakeholder untuk Dit. BMN I adalah Direktur
Jenderal kekayaan Negara,
2.5. Konsep Manajemen Strategik
Balanced Scorecard menekankan ukuran kinerja
terpadu dan merupakan bahagian sistem informasi kepada karyawan (information
system for employee) pada setiap jenjang organisasi. “Karyawan garis depan
(front line employee) harus mengerti konsekwensi keuangan dari keputusan dan
tindakan mereka; para eksekutif senior harus memahami berbagai faktor yang
mendorong keberhasilan finansial jangka panjang. Tujuan dan ukuran dalam
Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan
nonfinansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses
atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis.
Balanced Scorecard seharusnya menerjemahkan misi dan strategi unit bisnis ke
dalam berbagai tujuan dan ukuran. Balanced Scorecard menyatakan adanya
keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan
pelanggan, dengan berbagai ukuran internal proses bisnis penting, inovasi,
serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga
dinyatakan antara semua ukuran hasil - apa yang dicapai oleh perusahaan pada
waktu yang lalu dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan
perusahaan. Scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil
yang objektif dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak kinerja berbagai
ukuran hasil yang subjektif dan agak berdasarkan pertimbangan sendiri. Balanced
Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional.
Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai sebuah system manajemen
strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan
fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen
penting:
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
Proses scorecard dimulai dengan tim manajemen
puncak yang bersama-sama bekerja menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam
berbagai tujuan strategis yang spesifik. Untuk menetapkan berbagai tujuan
finansial, tim ini harus mempertimbangkan apakah akan menitikberatkan kepada
pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau menghasilkan arus kas
(cash flow). Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus menyatakan
dengan jelas pelanggan dan segmen pasar yang diputuskan untuk dimasuki. Setelah
tujuan finansial dan pelanggan ditetapkan, perusahaan kemudian mengidentifikasi
berbagai tujuan dan ukuran proses bisnis internal. Identifikasi semacam ini
merupakan salah satu inovasi dan manfaat utama dari pendekatan scorecard.
Keterkaitan yang terakhir, tujuan pembelajaran dan pertumbuhan, memberi alasan
logis terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar untuk melatih ulang para
pekerja, dalam teknologi dan sistem informasi, serta dalam meningkatkan
berbagai prosedur organisasional. Semua investasi dalam sumber daya manusia,
sistem dan prosedur menghasilkan inovasi dan perbaikan yang nyata pada proses
bisnis internal, untuk kepentingan pelanggan dan pada akhirnya, untuk
kepentingan para pemegang saham.
Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan
dan ukuran strategis.
Tujuan dan ukuran strategis Balanced Scorecard
dikomunikasikan ke seluruh organisasi melalui surat edaran, papan bulletin,
video dan bahkan secara elektronis melalui jaringan komputer. Komunikasi
tersebut memberi informasi kepada semua pekerja mengenai berbagai tujuan
penting yang harus di capai agar strategi organisasi berhasil. Beberapa
perusahaan berusaha untuk menguraikan
2.6. Beda Manajemen Strategik Dalam Manajemen Tradisional
Dan Kontemporer
Perbedaan Pelaporan Pengendalian dan Pelaporan
Strategis
Pelaporan Strategis Pelaporan Pengendalian
(Manajemen Balanced Scorecard) (Manajemen
Tradisional)
Umpan-balik dan pembelajaranBerfokus pada
timfungsional silang (cross-functional teams)Pengukuran kinerja terintegrasi
yang dilakukan berdasarkan hubungan sebab-akibatInformasi fungsional silang dan
disebarkan ke seluruh fungsi dalam organisasiPengendalian melalui
anggaranBerfokus pada fungsi-fungsi dalam organisasiMengabaikan pengukuran
kinerja atau pengukuran kinerja dilakukan secara terpisahInformasi fungsional
tunggal (hanya untuk keperluan satu fungsi dalam organisasi)
Sumber : Vincent Gaspersz, Sistem Manajemen
Kinerja Terintegrasi: Balanced Scorecard dengan Six Sigma, untuk Organisasi
Bisnis dan Pemerintahan, hal 11
2.7. Balance Scorecard Sebagai Inti Sistem
Manajemen Strategik
Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran
keuangan dan nonkeuangan harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk
seluruh karyawan pada semua tingkat organisasi berdasarkan visi dan strategi
dari suatu unit usaha. Visi dan strategi itu diterjemahkan ke dalam empat
perspektif yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai
organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan pada masa yang akan
datang, serta program-program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan
strategis. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke
dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh, memberi kerangka kerja bagi pengukuran
dan sistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton, 2000: 9). Jika visi dan
strategi dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target
yang jelas, kemudian dikomunikasikan kepada setiap
anggota organisasi, sehingga diharapkan setiap anggota
organisasi dapat mengerti dan melaksanakannya agar visi dan strategi organisasi
tercapai. Hubungan Balanced Scorecard dengan visi dan strategi perusahaan dapat
dilihat pada gambar di bawah ini. Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem
pengukuran operasional. Perusahaan yang inovatifmenggunakan scorecard sebagai
sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang.
Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai
proses manajemen penting, diantaranya:
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan
strategi;Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran
strategis;Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai
inisiatif strategis;Meningkatkan pembelajaran strategis.
Pada umumnya, sistem manajemen tradisional
berfokus pada anggaran (budgets), sehingga pelaksanaan strategi perusahaan
sangat tergantung pada anggaran yang tersedia. Sistem manajemen tradisional
semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control reporting), sedangkan
sistem manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada proses-proses
manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan diterjemahkan menjadi
tindakan-tindakan yang terarah dan sistem manajemen strategis Balanced
Scorecard digunakan sebagai alat strategis (strategis reporting) (Vincent
Gaspersz, 2005:
BAB
II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dengan materi di atas maka kami dapat
menyimpulkan bahwa BSC begitu berpengaruh didunia modern terutama dibidan
teknologi informasi. Dengan keempat presfektif : 1. Presfektif Keuangan, 2.
Presfektif pelanggan, 3. Presfektif proses bisnis internal, 4. Presfektif
pembelajaran dan pertumbuhan dan strategik-strategik yang digunakan oleh sebuah
perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat terstuktur dengan baik dan
mempermudah menjalankan roda organisasi perusahaan. Dengan perlahan-lahan
sistem tradisional dalam perusahan sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan,
sehingga BSC dapat berkembang dalam perusahaan dengan efektif dan efisien.
2. Saran-Saran
Dalam penggunaan BSC sebaiknya dikaitkan dengan
teknologi yang sudah berkembang sehinggga penggunaan BSC tidaklah Karuan, dan
Mempermudah para pengguna.
Daftar
Pustaka
Kaplan,
S. Robert, dan David, P. Norton, (1996). The Balanced Scorecard: Translating
Strategy into Action, Edisi satu, Boston, United States of America:
HarvardBusiness School Press.
Kaplan,
S. Robert dan David, P. Norton, (Januari-Pebruari 1992), The BalancedScorecard:
Measures that Drive Performance, Harvard Business Review, Boston,United States
of America: Harvard Business School Press.
Mattson,
Beth, (1999). Executives learn how to keep score : Balanced Scorecard gets all
employees focusing on vision, http://www.ianalliot.com.
Mavrinac,
Sarah, dan Michael, Vitale, (1999). The Balanced Scorecard,
http://www.research.com.
Mulyadi,
dan Johny, Setyawan, (1999). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen :
Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan, Edisi satu, Yogyakarta:Aditya Media,
Panduan
pengelolaan kinerja Berbasis balanced scorecard Di lingkungan kementerian
keuangan, Pusat analisis dan harmonisasi kebijakan, Sekretariat jenderal
kementerian keuangan: Jakarta, januari 2010.
Erna
Rizki Yoland; Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Yang
Memadai” (Sebuah Studi Pada Perusahaan Bio Tech Sarana di Bandung) Mathius
Tandiontong Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Kristen Maranatha: Agustus
2011
Asriyani
No.pokok : a31106709; Pengukuran kinerja dengan balanced scorecard pada
pt.Hadji kalla cabang cokroaminoto makassar, Jurusan : akuntansi Fakultas
ekonomi dan bisnis Universitas Hasanuddin: Makassar 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar