Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam
Koperasi
Kriteria
organisasional berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk menghasilkan
keluaran yang terbaik dari sumberdaya yang dimiliki dan dikelola.
Kriteria ini melihat efektivitas organisasi koperasi dari kemampuan
koperasi memuaskan anggota melalui proses pelayanannya. Sedang kriteria lain
yakni kriteria individual berkaitan dengan sejauh mana koperasi dalam proses
pencapaian keluaran optimal itu dapat memberikan iklim dan suasana psikologis
yang menyenangkan bagi individu-individu yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan
kriteria organisasional.
Dalam konteks koperasi mutu layanan
adalah kriteria organisasional. Perhatian terhadap mutu layanan selain memiliki
muatan normatif seperti yang dikemukakan oleh kelompok nominalis, yakni
charge or principle of members-promotion (Munkner, 1985), juga karena alasan
strategis untuk meraih customer value melalui customer-driven seperti yang
dimaksud oleh Bound (1994). Perhatian terhadap kepentingan pelanggan dengan
cara melihat kebutuhan serta kepuasan atas pelayanan menjadi faktor kunci untuk
keberhasilan usaha di tengah iklim persaingan yang semakin ketat.
Perbaikan kinerja front line staff merupakan kriteria individual, dimana secara
fungsional berimplikasi pada perbaikan mutu layanan (Wellington,1992).
Kinerja
individu dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk perilaku dengan tingkat
kompleksitas dan komposisi tertentu. Lewin (1951) dengan teori Medan (Field
theory) maupun teori Pembelajaran Sosial (Social Learning theory)
dari Bandura (1977) dengan pola interaksi yang berbeda dengan Lewin,
menyatakan pola dasar hubungan yang dimaksud. Teori Atribusi dari Batteman
(1992), dan pendapat Blumberg dan Pringle (1977) menyatakan hal serupa namun
lebih implementatif. Mengacu pada teori-teori tersebut maka dapat disusun
kerangka teoritis dalam penelitian seperti berikut. Fakta empiris dalam
pembangunan koperasi di Indonesia membedakan dua jenis koperasi, yakni Koperasi
Unit Desa serta koperasi Non-KUD yang terdiri atas koperasi fungsional,
koperasi perkotaan dan koperasi pedesaan lainnya. Perbedaan terletak pada
sistem pembinaan yang diberikan pemerintah dan pola pelayanan usaha.
Berdasarkan sasaran penelitian maka digunakan metode survei, dengan dibatasi
dengan metode survei contoh, yaitu dengan mengamati fenomena dengan data dan
informasi sekelompok responden sebagai perwujudan refresentatif dari objek yang
diteliti.
Teknis analisis menggunakan: (a) Analisis faktor dengan dibantu oleh Uji Barlett dan Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO Measure of sampling Adequacy) (Kerlinger,1996), (b) Analisis Jalur (Path Analysis) (Sewal Wright,1934), (c) Analisis uji beda dengan Uji Mann-Whitney U (The Mann-Whitney U Test). Pengolahan data dilakukan melalui komputer dengan program SPSS for windows. Penelitian dilaksanakan di Jawa Barat dengan populasi adalah pengurus dan karyawan KUD dan koperasi Non-KUD sebanyak 49.987 orang. Jumlah tersebut tersebar di 7.141 koperasi, baik KUD maupun koperasi Non-KUD. Teknik penarikan contoh digunakan adalah Two Stage Cluster Sampling. Hasil uji statistik dengan analisis jalur menghasilkan kesimpulan, terdapat efek sinergi dari berbagai faktor yang diprediksi terhadap pembentukan kinerja anggota pengurus dan karyawan koperasi. Serta terbukti terdapat implikasi terhadap pembentukkan mutu layanan. Berdasarkan pembuktian hipotesis pertama terdapat dua faktor yang signifikan terhadap pembentukan motivasi staf yakni ciri biografis dan kepribadian individu. Ciri biografis yang memiliki karakteristik ekonomi serta kepribadian dalam konteks kerja secara signifikan berpengaruh terhadap ketersediaan dorongan untuk melaksanakan tugas dalam pekerjaan. Keadaan ini sejalan dengan pendapat (Robbins,1996) ataupun Sustermeister (1976) yang menyatakan, motivasi terbentuk oleh adanya interaksi “employee needs” dan “working condition”.
Teknis analisis menggunakan: (a) Analisis faktor dengan dibantu oleh Uji Barlett dan Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO Measure of sampling Adequacy) (Kerlinger,1996), (b) Analisis Jalur (Path Analysis) (Sewal Wright,1934), (c) Analisis uji beda dengan Uji Mann-Whitney U (The Mann-Whitney U Test). Pengolahan data dilakukan melalui komputer dengan program SPSS for windows. Penelitian dilaksanakan di Jawa Barat dengan populasi adalah pengurus dan karyawan KUD dan koperasi Non-KUD sebanyak 49.987 orang. Jumlah tersebut tersebar di 7.141 koperasi, baik KUD maupun koperasi Non-KUD. Teknik penarikan contoh digunakan adalah Two Stage Cluster Sampling. Hasil uji statistik dengan analisis jalur menghasilkan kesimpulan, terdapat efek sinergi dari berbagai faktor yang diprediksi terhadap pembentukan kinerja anggota pengurus dan karyawan koperasi. Serta terbukti terdapat implikasi terhadap pembentukkan mutu layanan. Berdasarkan pembuktian hipotesis pertama terdapat dua faktor yang signifikan terhadap pembentukan motivasi staf yakni ciri biografis dan kepribadian individu. Ciri biografis yang memiliki karakteristik ekonomi serta kepribadian dalam konteks kerja secara signifikan berpengaruh terhadap ketersediaan dorongan untuk melaksanakan tugas dalam pekerjaan. Keadaan ini sejalan dengan pendapat (Robbins,1996) ataupun Sustermeister (1976) yang menyatakan, motivasi terbentuk oleh adanya interaksi “employee needs” dan “working condition”.
(a) Kebutuhan Staf
Masalah yang harus intensif dibahas
sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan pegawai adalah kurang menariknya imbal
kerja bagi staf. Sistem imbal kerja yang kurang menarik di koperasi antara lain
disebabkan oleh adanya masalah,(1) struktural, (2) insentif ekonomi, (3)
moralitas pimpinan. Ketiga masalah tersebut baik secara parsial maupun
bersama-sama sebenarnya tidak perlu terjadi apabila pihak manajemen dan pihak
eksternal yang terlibat dalam pembinaan dan kepentingan usaha koperasi memiliki
persepsi dan komitmen yang tepat mengenai koperasi.
(b) Lingkungan Kerja
Lingkungan internal memiliki dampak
terhadap kepribadian individu. Staf di KUD memiliki tekanan lebih kuat
dibanding responden di koperasi bentuk lain. Hal ini menandakan bahwa pola town
down dalam pembinaan, dengan sistem target dijadikan instrumen penting
kemudian didukung oleh pimpinan otokratis, menyebabkan anggota pengurus maupun
karyawan berada pada situasi kerja dengan “tekanan” yang lebih kuat.
(c) Motif Pemenuhan Kebutuhan Sosial
Motif pemenuhan kebutuhan sosial
(gotong royong) masih mewarnai alasan keterlibatan individu dalam koperasi, hal
ini sejalan dengan pendapat Herman (1995). Namun walaupun begitu, pertimbangan
unsur pendapatan dalam melihat fenomena homogenitas tingkat motivasi kerja di
kedua bentuk koperasi yang diamati masih dirasakan relevansinya. Terutama
dilihat dari peran pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang
harus tersedia. Dengan diperolehnya indikasi adanya pengaruh motivasi kerja
anggota pengurus dan karyawan koperasi terhadap kinerja individu. Maka
keputusan memodifikasi faktor-faktor pembentuk motivasi secara
komprehensif dapat dijadikan alternatif langkah solutif. Untuk itu perlu
dilakukan, (a) perbaikan sistem imbal kerja, dan (b) menerapkan pendekatan baru
dalam pelaksanaan fungsi kepemimpinan.
Masalah yang timbul dalam dalam
pemenuhan kebutuhan staf serta lingkungan organisasi menyebabkan koperasi belum
mampu menarik kelompok masyarakat dengan kemampuan dan entrepreuners lebih baik
untuk bergabung. Kemampuan menangani pekerjaan di koperasi membutuhkan
profesionalisme dan kepekaan dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan
ekonomi. Manajemen yang berkembang di koperasi umumnya mengembangkan kekuasaan
tersentralisasi. Sistem seperti itu cenderung kurang merangsang tumbuhnya
potensi kemampuan individu seperti yang dipersyaratkan, malahan dapat
menciptakan ketergantungan yang kuat bagi bawahan.
Dominasi yang kuat dari pimpinan
menjadi salah satu penyebab bawahan berkemampuan baik tidak memiliki
motivasi yang kuat dan menyebabkan ketidakpuasan pada proses kerja. Hal ini
dibuktikan dengan fakta bahwa kelompok anggota pengurus dan karyawan yang
bermotivasi tinggi bukan dari kelompok berkemampuan tinggi, serta fakta adanya
pengaruh yang tidak nyata terhadap kepuasan kerja. Faktor yang menyebabkan
ketidakpuasan kerja bekerja di koperasi, bagi kelompok staf berkemampuan tinggi
diidentifikasikan, karena (1) materi kerja tidak menantang secara emosional,
(2) imbalan yang kurang pantas, (3) kondisi kerja kurang mendukung, (4) rekan
sekerja kurang mendukung, dan (5) ketidaksesuaian antara kepribadian dengan
pekerjaan.
Masalah yang dihadapi dalam
kebijaksanaan dan praktik pembinaan sumberdaya manusia di koperasi, khususnya
pada pembinan kompetensi antara lain, (a) intensitas dan relevansi pembekalan
internal berupa pendidikan dan latihan, di dalam dan di luar, serta diskusi
bidang kerja masih jarang dilakukan, (b) pembobotan bidang tugas kurang
didukung oleh sistem perencanaan dan relevansi dengan tugas yang dijalankan,
(c) keterbatasan alokasi dana internal untuk melaksanakan program pelatihan
internal khususnya untuk pembinaan kompetensi.
Dengan terbuktinya variabel ini
berpengaruh nyata terhadap kinerja anggota pengurus dan karyawan, dan
pengaruhnya lebih besar dibanding dari faktor pembentuk lainnya, maka dapat
dipastikan kuatnya keterkaitan vertikal dalam proses kerja di koperasi. Keadaan
ini memberikan tanda perlu adanya perbaikan kinerja kepemimpinan terus menerus
agar selalu memiliki nilai relevansi dengan tantangan dan kebutuhan anggota
pengurus dan karyawan. Budaya organisasi secara kontinyu diterapkan dalam
organisasi koperasi. Akan tetapi anggota pengurus dan karyawan yang loyal
melaksanakannya adalah mereka yang berasal dari kelompok berkemampuan
lebih rendah, sehingga secara kualitatif efektivitas pelaksanaannya patut di
ragukan. Pendapat yang menyatakan bahwa koperasi tengah mengalami pelapukan
(Herman,1995) dan kehilangan jati diri (Muslimin,1990) memiliki alasan yang
cukup kuat. Sulit dibedakan secara tegas nilai esensial yang seharusnya ada di
koperasi dan di lembaga ekonomi non-koperasi. Dinamika usaha pada umumnya dan
komitmen terhadap pembangunan koperasi menjadi salah satu penyebab pelapukan
itu.
Adanya indikasi motif berkelompok
menonjol di kalangan anggota pengurus dan karyawan koperasi seperti yang
terungkap pada tingkatan motivasi. Hal itu bukan karena adanya kebutuhan “cinta
kasih” yang merupakan karakteristik dasar manusia koperasi seperti yang dimaksud
oleh Herman (1995), akan tetapi lebih cenderung sebagai karakteristik umum
budaya kerja di Indonesia. Hal itu sejalan dengan pendapat Frans (1986) yang
menyatakan bahwa pekerja Indonesia memiliki karakteristik “kolektivistik”
dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi. Keadaan ini memungkinkan kurang
tumbuhnya kreativitas dan inovasi individu. Dalam kasus koperasi pedesaan,
konflik antara bawahan dengan tingkat pendidikan tinggi dengan pimpinan
berpotensi menciptakan iklim kerja yang kurang harmonis. Budaya kerja yang ada
belum mampu mengakomodasi konflik menjadi pendorong terciptanya proses kerja
yang produktif.
Kriteria mutu layanan yang paling
diprioritaskan oleh anggota pelanggan, adalah sikap empati petugas layanan yang
senantiasa memiliki tingkat kehadiran pada waktu layanan yang tinggi. Pelanggan
membutuhkan petugas layanan yang memiliki komitmen terhadap waktu layanan.
Dengan terbuktinya kinerja front line staff berpengaruh terhadap pembentukkan
mutu layanan, maka upaya-upaya yang mengarah pada modifikasi kinerja perlu menjadi
perhatian selanjutnya. Mutu layanan yang lebih baik, diterima oleh pelanggan
dari front line staff yang memiliki, tingkat kehadiran yang tinggi (kemangkiran
rendah), serta memiliki komitmen kerja yang tinggi.Hal ini di atas selaras dengan
pendapat Bowen, Siehl dan Schneider dalam Iman (1996), yang menyatakan
bahwa, kepuasan layanan yang dirasakan pelanggan dipengaruhi oleh sifat dari
interaksi yang terjadi dengan front line staff. Demikian pula dengan
pendapat Sutjipto (1996) yang menyatakan terdapat pengaruh dari karakteristik
tertentu dari penanganan masalah kepegawaian terhadap kepuasan pelanggan. Hal
senada juga dinyatakan oleh Webster (1994), Fandy (1996) maupun
Wellington (1989).
Implikasi Kebijaksanaan
a. Mengembangkan Kepemimpinan Berorentasi pada Bawahan
Peran
pimpinan dominan mempengaruhi kinerja individu. Dengan melihat kemungkinan
dinamika serta kebutuhan yang relatif tinggi pada pengakuan sosial, maka konsep
kepimimpinan yang perlu dikembangkan dalam koperasi adalah konsep kepemimpinan
trasformasional dan transaksional. Konsep ini menempatkan bawahan sebagai
orentasi dan sumber dinamika kebijaksanaan (Burns,1978) dan (Bass,1985).
b. Pemberdayaan dan Pelibatan Staf
Pemberdayaan
(empowerment) dan pelibatan (involvement) dan anggota pengurus dan karyawan
perlu ditempatkan sebagai bagian dari proses organisasi. Sekaligus dalam sistem
modifikasi kinerja anggota pengurus dan karyawan. Penempatan “pemberdayaan”
lebih awal dari “pelibatan” dalam konteks kasus koperasi, merupakan keputusan
yang disadari. Pelibatan tanpa kemampuan yang memadai menyebabkan koperasi
dilola dalam suasana tidak terkoordinasi dan cenderung tidak profesional.
c. Mengatasi Perilaku Kritis pada Staf Berkemampuan Tinggi
Kepemimpin
otoriter selama ini efektif untuk menjalankan organisasi koperasi. Akan tetapi
untuk jangka panjang membutuhkan kaji ulang yang sangat mendasar,
setidak-tidaknya pada teknik pendekatan manajemen sumberdaya manusia. Hal ini
dibutuhkan mengingat saat ini mulai terasa timbulnya “perlawanan” dari anggota
pengurus dan karyawan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lahir dari
proses pengambilan keputusan dengan cara lama. Perilaku kritis kelompok muda
berpendidikan tinggi, timbul karena ketidakpuasan terhadap ketidakjelasan
sistem imbal kerja, serta kesenjangan penghargaan antara bekerja di koperasi dengan
bekerja di luar koperasi.
d. Perhatian Kesejahteraan Staf
Motif
individu untuk menjadi pengurus dan karyawan koperasi lebih bersifat dorongan
kebutuhan sosial bukan dorongan yang bersifat material. Demikian pula pembinaan
yang dilakukan lebih bersifat pembinaan non-kesejahteraan. Keduanya ternyata
memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan kinerja. Akan tetapi
keadaan ini diduga tidak dapat dipertahankan untuk jangka panjang. Artinya
pembinaan atau perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan kesejahteraan, dalam
artian material, harus mulai menjadi pertimbangan pimpinan.
e. Relevansi Program Pembinaan
Mengkaji sasaran Rencana Pembangunan
Lima Tahun Keenam (Repelita VI) Jawa Barat, masih dipenuhi oleh sasaran-sasaran
yang sesungguhnya kurang menyentuh kepentingan koperasi sebagai gerakan ekonomi
rakyat. Pembangunan mental “insan koperasi” dan dukungan terhadap pembentukan
“kewirakoperasian” merupakan substansi yang harus muncul dalam pembinaan oleh
pemerintah. Kewirakoperasian berkaitan dengan ketangguhan sumberdaya manusia
koperasi memainkan peranannya dalam mekanisme persaingan melalui upaya-upaya
manajerial. Implementasi dari penjelasan itu adalah, mendudukkan potensi
sumberdaya yang dibutuhkan oleh organisasi berdasarkan perioritas kepentingan
dalam usaha memenangkan persaingan. Sistem pembinaan harus mampu
mengkristalisasikan tradisi kerja yang menjadi acuan individu dalam organisasi.
Hal tersebut sangat membantu bagi pelaku organisasi, terutama dalam
mempersepsikan peran dirinya dalam organisasi koperasi. Di samping itu, dapat
membuka wawasan bahwa, KUD dapat dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, tanpa
campur tangan yang berlebihan dari pemerintah seperti yang selama ini terjadi.
Unsur terpenting Manajemen SDM adalah manusia.
Cakupan MSDM dalam koperasi sebagai berikut :
1.
Anggota
koperasi
UU No. 25 TH. 1991 Pada Bab V pasal 17
disebutkan bahwa. Butir 1. Anggota Koperasi adalah pemilik dan pelanggan. Pada
Pasal 19 disebutkan Butir 1. Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan
kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Butir 4. Setiap anggota koperasi
mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap koperasi sebagimana diatur dalam
anggaran dasar.
Bagaimana kewajiban anggota? Kita menekankan
keawajiban anggota kepada poin-poin penting yang nantinya akan di
kentekstualkan dengan fenomena actual dan klasik di Koperasi terutama Kopma
UGM.
Pasal 20 menyebutkan bahwa kewajiban anggota
adalah:
Sub Butir a. Mematuhi AD/ART serta keputusan
yang disepakati di RAT Sub Butir b. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang
diselenggarakan oleh koperasi. Sub Butir c. Mengembangkan dan memelihara
kebersamaan berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Anggota koperasi memiliki peran ganda, sebagai
pemilik sekaligus pengguna pelayanan koperasi. Sebagai pemilik, anggota
berpartisipasi dalam memodali, mengambil keputusan, mengawasi, dan menanggung
resiko. Sebagai pengguna, anggota berpartisipasi dalam memanfaatkan pelayanan
koperasi. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dan bila dilanggar,
maka akan dikenakan sanksi. Sedangkan hak adalah sesuatu yang seharusnya
diperoleh. Bila hak ini tidak terpenuhi, maka yang bersangkutan dapat menuntut.
Tetapi bila hak tersebut tidak digunakan, maka tidak ada sanksi untuk itu.
Anggota
koperasi berkewajiban :
a.
mematuhi AD dan ART serta keputusan yang telah
ditetapkan dalam Rapat Anggota.
b.
menanda tangani perjanjian kontrak kebutuhan.
Sehingga, anggota bemar benar sebagi pasartetap dan potensial bagi koperasi.
c.
menjadi pelangan tetap
d.
memodali koperasi
e.
mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas
dasar kekeluargaan
f.
menjaga rahasia perusahaan dan organisasi
koperasi kepada pihak luar
g.
menanggung kerugian yang diderita koperasi,
proporsional dengan modal yang disetor.
Anggota
koperasi berhak :
a.
Menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan
suara dalam rapat anggota.
b.
memilih pengurus dan pengawas
c.
dipilih sebagai pengurus atau pengawas
d.
meminta diadakan rapat anggota
e.
mengemukakan pendapat kepada pengurus di luar
rapat anggota, baik diminta atau tidak
f.
memnfaatka pelayanan koerasi dan mendapat
pelayanan yang samadengan anggota lain,
g.
mendapat keterangan mengenai perkembangan
koperasi
h.
menyetujui atau mengubah AD / ART sera
ketetapan lainya.
Kesimpulannya, Anggota
koperasi adalah merupakan individu-individu atau koperasi-koperasi yang menjadi
bagian dari koperasi tersebut sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Sebagai anggota koperasi wajib membayar sejumlah uang untuk simpanan pokok dan
simpanan wajib.
2.
Karyawan
koperasi
Karyawan Koperasi adalah sejumlah orang yang
bekerja membantu jalannya usaha dalam koperasi. Kewajiaban
seorang karyawan koperasi yaitu memastikan jalannya usaha koperasi tersebut.
Karyawan juga bertugas untuk melayani segala keperluan perkoperasiaan tiap
anggotanya dengan baik.
Misalnya koperasi yang bergerak dalam
simpan-pinjam, karyawan bertugas melayani anggota yang akan menyetor ataupun
meminjam uang.
3.
Manajer
koperasi
Manajer adalah orang yang memegang kekuasaan
tertinggi dari semua karyawan koperasi.
Sebagai manajer
yang mengatur agar manajemen perkoperasiaan berjalan dengan efisien dan efektif
juga berperan sebagai pembuat kebijakan serta menjadi pengawas dalam segala
kegiatan dengan arif dan bijaksana.
Manajer yang baik harus:
a)
Berperan sebagai pembuat kebijakan
b)
Mampu mengkoordinasi seluruh kegiatan
c)
Pengawas yang bijaksana dalam semua kegiatan
d)
Mampu mengatur dan menggunakan dana secara
efektif dan efisien
4.
Pengurus
koperasi
Tugas
seorang pengurus koperasi yaitu menjalankan segala kegiatan yang telah dibuat
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta mempunyai tanggung jawab
penuh atas terselenggaranya Rapat Anggota.
1)
Pengurus adalah anggota yang dipilih dalam
rapat anggota untuk mengurus koperasi.
2)
Pengurus koperasi adalah orang-orang yang
dipilih untuk masa jabatan paling lama lima tahun sesuai dengan anggaran
koperasi. Sepertiga anggota pengurus koperasi dapat dipilih dari orang-orang
yang bukan anggota koperasi, sedangkan sisanya sebesar dua pertiga adalah harus
benar-benar berasal dari anggota koprasi.
3)
Pengurus koperasi memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk menjalankan dan melaksanakan segala hal yang tercantum dalam
keputusan anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan rapat anggota. Pengurus
koprasi bertanggung jawab langsung kepada rapat anggota.
Cara kerja pengurus:
Kerja pengurus adalah kerja tim, sehingga
pengurus tidak dapat bekerja sendiri-sendiri.
Kegiatannya adalah:
Mengadakan rapat rutin untuk membahas tentang
keadaan koperasi
Koordinasi kegiatan pengurus
Setiap kegiatan yang dilakukan harus dilakukan
dengan koordinasi yang baik.
5.
Badan
Pemeriksa/Pengawas (BP)
Badan pemeriksa koperasi adalah suatu jabatan
pada koperasi yang anggotanya dipilih dari anggota koperasi dan tidak boleh
merangkap jabatan lain pada koperasi tersebut.
Badan pemeriksa memiliki tanggung jawab
langsung kepada rapat anggota koperasi. Badan pemeriksa memiliki tugas dan
fungsi untuk mengawasi dan memeriksa pembukuan keuangan dan kekayaan koperasi,
tata kehidupan koperasi dan juga pelaksanaan kebijakan pengurus koperasi.
Bidang pengawasan meliputi:
a.
Pengawasan persediaan bahan baku dan bahan jadi
b.
Pengawasan investasi
c.
Pengawasan kerajinan dan kedisiplinan pegawai
d.
Pengawasan jumlah uang masuk dan uang keluar.
e.
Kewajiban pengurus
f.
Pengawas dituntut untuk berlaku jujur, karena
mereka harus mencegah terjadinya kecurangan.
g.
Pengawas harus mengetahui tentang manajemen dan
laporan keuangan.
6.
Badan Pembina
dan Dewan Penasehat
Tugas
seorang Pembina yaitu memberikan pengawasan dan mengevaluasi serta Penasihat
Koperasi yang jabatannya merupakan paling tinggi dalam Koperasi.Pejabat
struktural dalam suatu wilayah dimana koperasi berada biasanya diangkat menjadi
pembina atau penasehat.
7.
Koperasi
sekunder, Kankop, Dekopin
a. Koperasi
sekunder adalah koperasi yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
koperasi.Koordinasi dengan koperasi sekunder dalam rangka mencari pasar yang
lebih luas atau mencari tambahan modal sangat diperlukan bagi koperasi primer.
b. Kankop adalah
Kantor Koperasi, tempat dimana karyawan, manajer, pengurus dsb bekerja.
c. Dekopin
berfungsi sebagai pengarah kegiatan gerakan koperasi yang menangani pendidikan
perkoperasian bagi para pengurus.
Referensi:
Akram, Gio. 2013. Manajemen
Sumber Daya Manusia Dalam Koperasi. http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/manajemen-sumber-daya-manusia-dalam.
html#ixzz3qW6ollhM. diakses pada Rabu Tanggal 04 November 2015 pukul 16.49
Rahmadam, Emha.
Manajemen
Sumber Daya Manusia Dalam Koperasi http://emha91.blogspot.co.id/2012/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html, diakses pada tanggal 01 November 2015 pukul 19:00
Fadilah,
Muhammad Rizki. Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Perkoperasian.
http://ikkyfadillah.tumblr.com/post/36490727887/manajemen-sumber-daya-manusia-dalam-perkoperasian, diakses pada tanggal 01 november 2015 pukul 19:06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar