Pages

Kamis, 30 Maret 2017

TEORI PERILAKU KEPEMIMPINAN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kepemimpinan selalu menarik untuk dibahas, mengingat teorinya pun terus berkembang dan berevolusi, mulai dari kepemimpinan yang dikarenakan sifat-sifat yang telah dimiliki sejak lahir, gaya-gaya kepemimpinan, dan pembahasan tipe kepemimpinan yang sesuai dengan situasi-situasi tertentu sampai ke kepemimpinan yang dilihat dari bagaimana dia berinteraksi dengan orang lain dan mampu membawa pengikutnya menghadapi perubahan dan berubah (Bolden et al., 2003).
Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal: pertama, adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi; kedua, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi dan tindakan pemimpin yang bersangkutan (Yukl, 1989).
Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara-cara menjadi pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan bermoral.
Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dapat menganalisa informasi secara mendalam untuk mengambil suatu keputusan yang tepat, dia juga harus bisa melibatkan pihak-pihak yang tepat dalam proses pengambilan keputusan. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat menciptakan situasi yang menginspirasi para pengikutnya agar mencapai tujuan yang lebih baik dan lebih tinggi lagi dari keadaan sekarang.Pada kenyataannya seorang pemimpin yang efektif adalah orang yang mampu membaca situasi, mengatasi permasalahan, bertanggung-jawab, mau mengembangkan pengikutnya dan yang terpenting memiliki integritas dan etika yang baik, karena dia harus memberikan contoh atau bertindak sebagai panutan bagi pengikutnya.
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, (1998) semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar potensi kepemimpinan yang efektif.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa Definisi Kepemimpinan?
2.      Bagaimana Ciri-ciri Kepemimpinan yang Efektif?
3.      Bagaimana Penerapan Teori Perilaku Kepemimpinan?
4.      Bagaimana Teori Perilaku Kepemimpinan Perspektif Islam?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Definisi Kepemimpinan
2.      Mengetahui Ciri-ciri Kepemimpinan yang Efektif
3.      Mengetahui Bagaimana Penerapan Teori Perilaku Kepemimpinan
4.      Mengetahui Teori Perilaku Kepemimpinan Perspektif Islam




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kepemimpinan
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan di suatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai satu atau beberapa tujuan (Kartono, 2001:33).
Pengertian Kepemimpinan menurut beberapa Ahli:
“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran” (Robbins:2006). Jadi, kepemimpinan adalah sebuah kemampuan dalam mengarahkan dan mempengaruhi sekelompok orang (bawahan) untuk mencapai tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan agar bertindak benar, mencapai komitmen dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama (Sudarmanto:2009). Kepemimpinan menurut Anoraga (2003) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak-kehendak pemimpin itu.
            Terry (1960), menganggap kepemimpinan sebagai kegiatan untuk memengaruhi orang agar bekerja  dengan rela untuk mencapai tujuan bersama. Secara luas kepemimpinan diartikan sebagai usaha yang terorganisasi untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia, materiil, dan finansial guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Zainun:1979).
            Jadi, dapat disimpukan kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok, maka paling tidak ada tiga implementasi penting, yaitu:
1.      Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, bawahan atau pengikut.
2.      Kepemimpinan harus mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin dan anggota kelompok.
3.      Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk memengaruhi perilaku pengikut melalui sejumlah cara (Sutrisno:2012).

2.2  Kepemimpinan yang Efektif
a.       Pengertian Kepemimpinan Yang Efektif
Seorang pemimpin yang efektif adalah yang tidak hanya bekerja sendiri tanpa melibatkan siapapun.Melainkan mampu memanfaatkan berbagai potensi yang mengelilinginya. Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan akan tetapi merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif.
Dari beberapa gaya kepemimpinan, tepat atau tidaknya gaya tersebut akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari organisasi yang dijalankan.
b.      Sifat Kepemimpinan Yang Efektif
Sifat kepemimpinan yang efektif menurut Davis (1989) adalah:
1)      Intelegensi yang tinggi (Intellegence)
2)      Kematangan jiwa sosial (social Maturity)
3)      Motivasi terhadap diri dan hasil (Inner motivation and achievement drives)
4)      Menjalin hubungan kerja manusiawi (Human relation attitudes)

Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral Theories of Leadership)
Selama tahun 1950an, ketidakpuasan dengan pendekatan teori tentang kepemimpinan mendorong ilmuan perilaku untuk memusatkan perhatiannya pada perilaku pemimpin tentang apa yang diperbuat dan bagaimana ia melakukannya. Dasar dari pendekatan gaya kepemimpinan diyakini bahwa pemimpin yang efektif menggunakan gaya (style) tertentu mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Berbeda dengan teori sifat, pendekatan perilaku dipusatan pada efektifitas pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin tersebut (Gitosudarmo: 2000, 132). Pertama-tama peneliti penguji bagaimana manajer menggunakan waktunya dan pola aktififtas, tanggung jawab dan fungsi sepesifik dari pekerjaan manajerial.Sebagian peneliti juga menyelidiki bagaimana para manajer menanggulangi permintaan, keterbatasan dan konflik peran dalam pekerjaan mereka.Sebagian besar penelitian terhadap pekerjaan manajerial menggunakan metode deskriptif untuk pengumpulan data seperti observasi langsung, catatan-catatan, kuesioner deskripsi pekerjaan, dan anekdot yang diperoleh dari wawancara.Meskipun penelitian ini tidak didesain untuk langsung menilai keefektifitas kepemimpinan, namun sangat bermanfaat sebagai pengetahuan dalam subyek ini.Efektifitas kepemimpinan sebagian tergantung pada kemampuan pemimpin menyelesaikan masalah konflik peran, menanggulangi permintaan, mengenali kesempatan dan menanggulangi keterbatasan.
Sub kategori lainnya dari pendekatan perilaku adalah perhatian utama dalam mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Dalam 50 tahun terakhir terhadap ratusan studi survei yang telah menguji korelasi antara perilaku kepemimpinan dan berbagai indikator efektivitas kepemimpinan sebagian kecil studi menggunakan eksperimen dilaboratorium, eksperimen dilapangan, atau peristiwa-peristiwa penting untuk menentukan bagaimana perilaku pemimpin yang efektif berbeda dengan pemimpin yang tidak efektif (Yukl: 2009).
Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin.Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel.Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil penelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Pendekatan perilaku ini lebih memfokuskan kepada beberapa tindakan yang dilakukan oleh pemimpin, seperti bagaimana mereka melakukan delegasi, begaimana mereka berkomunikasi dengan orang-orang, serta bagaimana mereka memotivasi para pegawai, dan seterusnya. Perilaku, tidak seperti faktor personal, dapat dipelajari sehingga mereka yang mendapatkan pendidikan atau pelatihan yang memadai mengenai kepemimpinan akan mampu menjadi  pemimpin yang efektif. Para teoritisi yang melakukan pendekatan perilaku kepemimpinan pada dasarnya memfokuskan pada dua aspek dari perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan (leadership functions) dan gaya kepemimpinan (leadership styles).

1.      Fungsi-fungsi kepemimpinan
Aspek ini terkait fungsi-fungsi yang akan mendukung tercapainya tim yang efektif sehingga manajemen dapat dijalankan secara efektif dalam mencapai tujuan. Terdapat dua fungsi yang terkait dengan hal ini, yaitu fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related functions), dan fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-mantenance functions).
a)      fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related functions), fungsi ini memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam menjalankan berbagai pekerjaan atau tugas yang telah direncanakan dalam suatu organisasi. Dengan demikian kepemimpinan yang efektif adalah ketika pemimpin mampu mempengaruhi orang-orang untuk dapat melakukan tugas-tugas yang telah dipercayakan kepada mereka.
b)      fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-mantenance funtions), fungsi ini memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam hal upaya untuk senantiasa memelihara kesatuan diantara sesama pekerja, pengertian dengan dan dan sesa,a mereka. Dengan demikian pemimpin yang efektif adalah ketika pemimpin tersebut mampu berkomunikasi dengan baik dengan tim kerja, mengajak mereka untuk senantiasa memelihara kebersamaan dan saling pengertian sehingga tim kerja yang ada senantiasa terpelihara dengan baik.
Organisasi-organisasi bisnis umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait pada pekerjaan, manakala organisasi pelajar atau nonprofit lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait dengan relasi sosial.


2.      Indikator Perilaku Kepemimpinan
Sebagai konsekuensi dari adanya dua fungsi kepemimpinan tersebut di atas, maka terdapat dua indikator perilaku kepemimpinan yang dapat diidentifikasi, yaitu:
a)      Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan (task-oriented or job-style), gaya kepemimpinan ini cenderung untuk memberikan fokus pada penyelesaian  tugas (pekerjaan) dan prosedur yang harus dilakukan dalam pekerjaan.
b)      Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada pegawai atau orang-orang (employee-oriented style),  gaya kepemimpinan ini fokus pada upaya pembinaan personil yang melaksanakan tugas atau pekerjaan tersebut.  Gaya kepemimpinan ini cenderung memberikan perhatian pada pemeliharaan tim dan memastikan bahwa seluruh karyawan mendapatkan kepuasan dalam setiap pekerjaannya.
Setiap pemimpin memiliki kecenderungan yang berbeda-beda dalam gayakepemimpinan ini. Ada yang cenderung pada penyelesaian pekerjaaan, namun juga ada yang lebih kepada membangun relasi sosial.Pemimpin dalam organisasi-organisasi bisnis umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait pada pekerjaan, manakala pemimpin di organisasi-organisasi kemahasiswaan atau organisasi nonprofit umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait dengan relasi sosial.
            Gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu dari segi latar belakang, pendahuluan, nilai, dan pengalaman dari pemimpin tersebut. Pemimpin yang menilai bahwa kepentingan organisasi harus lebih didahulukan dari kepentingan individu akan memiliki kecenderungan untuk memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Demikian pula sebaliknya, pemimpin yang dibesarkan pada lingkungan yang menghargai perbedaan dan relasi antar manusia akan memiliki kecenderungan untuk bergaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan. Namun, selain keempat faktor tersebut karakteristik dari bawahan atau orang-orang yang dipimpin juga perlu untuk dipertimbangkan sebelum memutuskan gaya kepemimpinan apa yang sebaiknya digunakan. Jika orang-orang yang dipimpin cenderung untuk menyukai keterlibatan dalam berbagai hal, memiliki inisiatif tinggi, barangkali gaya yang perlu dilakukan lebih cenderung memajukan kedua gaya kepemimpinan yang ada melalui apa yang dinamakan sebagai manajemen partisipatif, dimana dalam pendekatan manajemen partisipatif ini faktor orientasi sosial diakomodasi melalui keterlibatan orang-orang (apakah dalam penyusunan tujuan, penyelesaian masalah, dan lain sebagainya) dalam menyelesaikan pekerjaan (Sule: 2005).
Lewin, Lippitt, dan White (Dunford:1995), pada tahun 30-an melakukan studi terkait dengan tingkat keketatan pengendalian, dan melahirkan terminologi gaya kepemimpinan autocratic, democratic, dan laissez-faire.
1.      Kepemimpinan otokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang tinggi tanpa kebebasan dan partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan. Pemimpin bersifat otoriter, tidak bersedia mendelegasikan wewenang dan tidak menyukai partisipasi anggota.
2.      Kepemimpinan demokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang longgar, Namun pemimpin sangat aktif dalam menstimulasi diskusi kelompok dan pengambilan keputusan kelompok, kebijakan atau keputusan diambil bersama, komunikasi berlangsung timbal balik, dan prakarsa dapat berasal dari pimpinan maupun dari anggota.
  1. Kepemimpinan laissez-faire, menyerahkan atau membiarkan anggota untuk mengambil keputusan sendiri, pemimpin memainkan peran pasif, dan hampir tidak ada pengendalian/pengawasan, sehingga keberhasilan organisasi ditentukan oleh individu atau orang per orang.

Selanjutnya House & Mitchell (Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 2000) mengembangkan Path Goal Theory.Menurut teori ini, pemimpin harus meningkatkan ketersediaan jumlah dan jenis penghargaan bagi pegawai; dan selanjutnya memberikan petunjuk dan bimbingan untuk menjelaskan cara-cara untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Berdasarkan tindakan pimpinan dalam memotivasi dan memberikan penjelasan kepada pegawai maka dikenal adanya kepemimpinan directive, supportive, participative, dan achievement oriented.
1.      Kepemimpinan direktif, yakni pemimpin memberikan arahan tentang sasaran, target dan cara-cara untuk mencapainya secara rinci dan jelas; tidak ada ruang untuk diskusi dan partisipasi pegawai.
2.      Kepemimpinan suportif, menempatkan pemimpin sebagai “sahabat” bagi bawahan, dengan memberikan dukungan material, finansial, atau moral; serta peduli terhadap kesejahteraan pegawai.
  1. Kepemimpinan partisipatif, dalam mengambil keputusan dan/atau bertindak meminta dan menggunakan masukan atau saran dari pegawai, namun keputusan dan kewenangan tetap dilakukan oleh pimpinan.
  2. Kepemimpinan berorientasi prestasi, menunjukkan pemimpin yang menuntut kinerja yang unggul, merancang tujuan yang menantang, berimprovisasi, dan menunjukkan kepercayaan bahwa pegawai dapat mencapai standar kinerja tinggi.

            Secara lebih spesifik, Indikator perilaku kepemimpinan dapat dilihat dari cara pemimpin dalam bertindak, diantaranya dalam:
1.   Memberi perintah
2.   Membagi tugas dan wewenang
3.   Berkomunikasi dengan bawahan
4.   Mendorong semangat kerja bawahan
5.   Memberi bimbingan dan pengawasan
6.   Membina disiplin kerja bawahan
7.   Menyelenggarakan dan memimpin rapat anggota
8.   Tindakan dalam Mengambil keputusan.

2.3 Penerapan Teori Perilaku Kepemimpinan (Studi kasus)
Para peneliti ingin mengetahui sesuatu yang unik dari cara para pemimpin efektif berperilaku. Misalnya apakah mereka cenderung bersikap demokratis atau otoriter? Para peneliti berharap bahwa pendekatan teori perilaku akan memberikan jawaban yang lebih pasti tentang sifat kepemimpinan dari pada teori ciri perilaku.
Sejumlah studi mengacu kepada gaya perilaku. Kita sekilas melihat kembali dua studi yang sangat popular: yaitu, kelompok Ohio State dan Universitas Michigan. Kemudian kita melihat bagaimana perkembangan konsep-konsep studi ini mampu digunakan untuk menciptakan gambaran dalam melihat dan menilai gaya-gaya kepemimpinan.
*      Studi Ohio State
Studi Ohio State mengenali dua dimensi penting perilaku pemimpin.Dimulai dengan daftar lebih dari 1.000 dimensi perilaku, para peneliti sering menyempitkannya menjadi hanya dua yang menyambung ke kebanyakan perilaku pemimpin yang digambarkan oleh para anggota kelompok. Dimensi yang pertama disebut  pengusulan struktur, yaitu mengacu pada seperti apa pemimpin mendefinisikan dan menyusun perannya dan peran anggota kelompok untuk mencapai sasaran. Dimensi itu meliputi perilaku yang mencangkup usaha mengorganisasi pekerjaan, hubungan kerja, dan sasaran.Dimensi yang kedua disebut pertimbangan, yang didefinisikan sebagai seberapa jauh hubungan kerja pemimpin bercirikan saling percaya dan hormat terhadap ide dan perasaan para anggota kelompok. Pemimpin yang pertimbangannya tinggi akan membantu anggota kelompok menangani masalah pribadi, ramah, mudah dihubungi, dan memperlakukan semua anggota kelompok sama. Ia menunjukkan perhatian (mempertimbangkan) kenyamanan, kesejahteraan, status, dan kepuasan para pengikutnya.
Apakah dimensi itu memadahi untuk menggambarkan perilaku pemimpin?Riset menemukan bahwa pemimpin yang tinggi dalam menyusun struktur permulaan dan pertimbangan (pemimpin tinggi-tinggi) mencapai kinerja dan kepuasan tugas kelompok yang lebih sering daripada yang berperingkat rendah dalam salah satu atau kedua dimensi itu. Akan tetapi, gaya tinggi-tinggi itu tidak selalu memberikan hasil yang positif. Perkecualian cukup banyak ditemukan yang menunjukkan bahwa mungkin faktor-faktor situasi perlu diintegrasikan kedalam teori kepemimpinan.
*      Studi Universitas Michigan
Studi kepemimpinan yang diadakan di Pusat Riset Survei Universitas Michigan pada waktu yang sama dengan yang dilakukan di Ohio State mempunyai tujuan riset yang sama yaitu: mengenali karakteristik perilaku pemimpin yang terkait dengan keefektifan kinerja. Kelompok Michigan juga menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu berorientasi karyawan dan berorientasi produksi.Pemimpin yang berorientasi karyawandigambarkan menekankan hubungan antar pribadi; mereka memberikan perhatian pribadi ke kebutuhan para pengikutnya dan menerima perbedaan individu antar anggota kelompok.Pemimpin yang berorientasi tugas atau produksi, sebaliknya, cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan, sangat memerhatikan penyelesaian tugas kelompoknya, dan menganggap anggota kelompok sebagai sarana untuk mencapai hasil.Kesimpulan para peneliti Michigan, mereka lebih menyukai pemimpin yang berorientasi pada karyawan. Pemimpin yang berorientasi karyawan terkait dengan produktivitas kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi (Robbins: 2007).

2.4 Teori Perilaku Kepemimpinan Perspektif  Islam
Tugas seorang pemimpin antara lain adalah mempengaruhi orang yang dipimpin untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan visi, misi, core values dan core belief organisasi. Pemimpin spiritual adalah pemimpin yang mempengaruhi orang yang dipimpin dengan cara mengilhamkan, mencerahkan, menyadarkan, membangkitkan, memampukan, dan memberdayakan lewat pendekatan spiritualitas atau nilai-nilai etis religius. Nilai-nilai etis religius inilah yang berperan sebagai mission-focused, vision-directed, philosophy driven dan value-based institution.
Hubungan Nilai-nilai Spiritualitas, Budaya Organisasi dan Keefektifan Fenomena yang tampak (artifact) merupakan cermin dari yang tidak tampak. Keunggulan sebuah organisasi bukan semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang tampak atau dapat diamati (tangible) seperti kemegahan gedung, kelengkapan fasilitas, skill karyawannya melainkan lebih ditentukan oleh faktor-faktor yang tidak tampak (intangible), yaitu budaya organisasi. Menurut Ouchi (1981), budaya organisasi itu meliputi: nilai, kepercayaan filosofi organisasi. Nilai-nilai spiritual seperti istikomah, ikhlas, jihad dan amal saleh yang dijadikan sebagai core belief, core values dan filosofi organisasi dapat berperan membimbing komunitas organisasi dalam menentukan visi, misi dan perilaku organisasi.
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai core belief, core values dan filosofi dalam perilaku kepemimpinannya. Budaya organisasi yang diderivasi dari nilai-nilai spiritual, apabila dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan organisasi. Budaya organisasi yang terkelola dengan baik akan menciptakan iklim organisasi yang kondusif (Owens: 1991). Untuk dapat mengelola budaya organisasi dan menciptakan iklim organisasi diperlukan kepemimpinan spiritual, yaitu kepemimpinan yang transformatif-altruistik, memahami filosofi organisasi, mampu merumuskan visi dan misi organisasi, dan menerapkannya melalui budaya organisasi dan manajemen yang baik.
Perilaku kepemimpinan spiritual didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, mencontoh kepemimpinan Tuhan dan menjadi "pipa" penyalur rahmat Tuhan.
a.       Perilaku kepemimpinan spiritual dalam membangun budaya organisasi dilakukan dengan enam langkah:
1)      membangun niat yang suci, yaitu membangun kualitas batin yang prima bagi individu atau kelompok kerja dalam perusahaan. Dengan kualitas batin yang prima, karyawan akan memiliki perhatian penuh (involve) dan istiqomah dalam berkhidmat pada tugas masing-masing;
2)      mengembangkan budaya kualitas. Hal ini dilakukan dengan cara membangun core belief dan core values kepada komunitas organisasi bahwa hidup dan kerja hakikatnya adalah ibadah (mempersembahkan) kepada Allah, karena itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya  (ahsanu amala);
3)      mengembangkan ukhuwah (persaudaraan) sesama anggota komunitas. Dengan ukhuwah, persatuan, kerjasama, sinergi antar individu, kelompok dan antar unit dalam organisasi dapat tercipta sehingga semua potensi dan kekuatan yang ada dapat didayagunakan secara maksimal;
4)      mengembangkan perilaku etis (akhlaqul karimah) dalam bekerja melalui pembudayaan sikap syukur dan sabar dalam mengemban amanah.
b.      Perilaku kepemimpinan spiritual dalam mengefektifkan proses organisasi dilakukan dengan pendekatan etis yaitu:
1)      berperilaku sebagai murabbi (penggembala) dalam mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab;
2)      berperilaku sebagai penjernih dan pengilham dalam proses komunikasi dan inovasi;
3)      berperilaku sebagai ta 'mir (pemakmur) dalam mensejahterakan bawahannya;
4)      berperilaku sebagai entrepreneur dalam kiat-kiatnya mengembangkan usaha; dan
5)      berperilaku sebagai pemberdaya dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan bagi bawahannya dan dalam menciptakan pemimpin baru yang lebih baik.
Perilaku kepemimpinan perspektif islam didasakan pada sikap Nabi Muhammad SAW. dalam memimpin umatnya. Pada masanya, Rasulullah SAW. menyelesaikan setiap masalah tanpa kekerasan dan pemaksaan, justru hanya dengan penerapan akhlakul karimah sebagai andalannya. Stategi memimpin yang dilakukan oleh Rasulullah, sesuai dengan sabdanya “ibda’ binafsik” yang artinya mulailah dari diri anda sendiri. Jika dilihat makna ibda’ binafsik secara terminologi sosial, maka kata ‘diri’ (anfus, nafs), mengingatkan kita pada ‘individu’ bahwa “perubahan struktural tak akan pernah terjadi tanpa didahului perubahan kultural, dan perubahan kultural  tak akan pernah terjadi tanpa perubahan individu”, sehingga dapat dikatakan perubahan individual itu adalah induk dari segalanya.
Melihat keberhasilan Rasulullah dalam mengatasi krisis Multidimensial, kita harus bisa meneladaninya, karena beliau adalah contoh tauladan terbaik dan tipologi ideal paling prima. Hal ini digambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab, 33: 21 yang berbunyi:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Stategi ibda’ binafsik (memulai dari diri sendiri) yang dilakukan oleh Rasulullah, didukung oleh beberapa faktor penting:
Pertama, kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan ,menjadi empat sebagai sifat wajib bagi rasul, yakni: siddiq, amanah, tabligh, fathonah. Keempat sifat ini membentuk dasar keyakinan umat islam tentang kepribadian Rasulullah saw.
Kedua, intergritas. Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian rasulullah yang telah membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang menjadi tujuanya.
Ketiga, kesamaan di depan hukum. Prinsip keselarasan di depan hukum merupakan salah satu dasa penting .
Keempat, penerapan pola hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang nilai-nilai manajerial kepemimpinan rasulullah adalah penggunaan konsep sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba) untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya.
Kelima, kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan rasulullah sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan kondisi yang dihadapinya serta merancang strategi yang sesuai untuk diterapkan.
Keenam, tidak mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasulullah saw. wafat tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat menyatakan bahwa beliau berdo’a untuk  mati dan bangkit di akhirat bersama orang-orang miskin. Sikap inilah yang membuat para sahabat rela memberikan semuanya untuk perjuangan tanpa peduli dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah melihat rasulullah mencoba memperkaya diri.
Ketujuh, visioner futuristic. Sejumlah hadits menunjukkan bahwa rasulullah adalah seorang pemimpin yang visioner, berfikir demi masa depan (suistinable).
Kedelapan, menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya pribadi rasulullah benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya pencapaian cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misisnya. Rasulullah selalu menjadi contoh bagi apapun yang ia anjurkan kepada orang-orang disekitarnya. (www.pusatalquran.com, 2014)
Sebuah hadits tentang perilaku kepemimpinan Rasulullah SAW. Yang berbunyi:
صلوا كما رأيتمونى أصلى

Sholatlah kalian sebagaimana melihatku sholat” (HR. Bukhari)
Dalam kehidupannya, Rasulullah saw. Senantiasa melakukan terlebih dahulu apa yang ia perintahkan kepada orang lain. Keteladanan ini sangat penting karena sehebat apapun yang kita katakan tidak akan berharga kecuali kalau perbuatan kita seimbang dengan kata-kata. Rasulullah tidak menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Rasulullah saw. Tidak melarang sebelum melarang dirinya. Kata dan perbuatannya amat serasi sehingga setiap kata-kata diyakini kebenarannya. Efeknya, dakwah beliau mempunyai kekuatan ruhiah yang sangat dahsyat.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan yang lebih riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan dan perubahan terhadap budaya organisasi yang lebih maju.
Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok, maka paling tidak ada tiga implementasi penting, yaitu:
         Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, bawahan atau pengikut.
         Kepemimpinan harus mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin dan anggota keompok.
         Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk memengaruhi perilaku pengikut melalui sejumlah cara.
Sifat kepemimpinan yang efektif menurut Davis (1989) adalah:
ü  Intelegensi yang tinggi (Intellegence)
ü  Kematangan jiwa social (social Maturity)
ü  Motivasi terhadap diri dan hasil (Inner motivation and achievement drives)
ü  Menjalin hubungan kerja manusiawi (Human relation attitudes)
Pendekatan perilaku lebih memfokuskan kepada beberapa tindakan yang dilakukan oleh pemimpin, seperti bagaimana mereka melakukan delegasi, begaimana mereka berkomunikasi dengan orang-orang, serta bagaimana mereka memotivasi para pegawai, dan seterusnya.Pendekatan perilaku kepemimpinan pada dasarnya memfokuskan pada dua aspek dari perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan (leadership functions) yang terdiri dari fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related functions), dan fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-mantenance functions). Dan gayakepemimpinan (leadership styles) yang terdiri dari kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan (task-oriented or job-style), dan kepemimpinan yang berorientasi kepada pegawai atau orang-orang (employee-oriented style).
Indikator perilaku kepemimpinan dapat dilihat dari cara pemimpin dalam bertindak, diantaranya dalam:
1.   Memberi perintah
2.   Membagi tugas dan wewenang
3.   Berkomunikasi dengan bawahan
4.   Mendorong semangat kerja bawahan
5.   Memberi bimbingan dan pengawasan
6.   Membina disiplin kerja bawahan
7.   Menyelenggarakan dan memimpin rapat anggota
8.   Tindakan dalam Mengambil keputusan.
Perilaku kepemimpinan perspektif islam didasakan pada sikap Nabi Muhammad SAW. dalam memimpin umatnya. Pada masanya, Rasulullah SAW. menyelesaikan setiap masalah tanpa kekerasan dan pemaksaan, justru hanya dengan penerapan akhlakul karimah sebagai andalannya. Stategi memimpin yang dilakukan oleh Rasulullah, sesuai dengan sabdanya “ibda’ binafsik” yang artinya mulailah dari diri anda sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta:Gramedia.
Kartono, Kartini. 2001. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Sudarmanto.2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anoraga, Pandji. 2003. Psikologi Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutrisno, Edy. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.
Yukl, Gary. 2009. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT Indeks.
Gitosudarmo, Indrio & I Nyoman Sudita. 2000. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Robbins, Stephen P. & Mary Coulter.  2007. Manajemen. Jakarta: PT Indeks.
Sule, Ernie Trisnawati & Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana.
Zainun. 1979. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Aksara.
Yukl, Gary A. 1989. Leadership in Organizations. 2nd Ed.New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Bolden, R., Gosling, J., Marturano, A. and Dennison, P. 2003. A Review ofLeadership Theory and Competency Frameworks. Centre for Leadership Studies, University of Exeter. UK.
Dunford, Richard W. 1995. Organisational Behaviour: An Organisational Analysis Perspective. Sydney: Addison-Wesley Publishing Company.
Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donnelly, James H. 2000. Organizations: Behavior, Structure, Processes. Boston: Irwin McGraw-Hill.
Sapri, Ajun. 2014. Makalah Kepemimpinan yang Efektif.http://ajunsapri.blogspot.co.id/2014/02/contoh-makalah-kepemimpinan-yang-efektif.html. diakses pada tgl 27 februari pukul 14:52 WIB.
Ouchi, W.G. 1981. Theory Z. New York: Addison-Wesley.
Owens, R.G. 1991. Organizational Behavior in Education. Boston: Allyn and Bacon.
www.pusatalquran.com/2014/04/8-keteladanan-kepemimpinan-rasulullah-saw.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar