Pages

Minggu, 30 Oktober 2016

TASAWUF IRFANI



TASAWUF IRFANI
A. Hakikat Irfani
Secara etimologis, kata irfan merupakan masdar dari kata arafa (mengenal/pengenalan). Adapun secara terminologis, irfan diidentikkan dengan makrifat sufistik. Orang yang irfan/makrifat kepada Allah adalah yang benar-benar mengenal allah melalui dzauq dan kasyf (ketersingkapan). Ahli irfan adalah orang yang bermakrifat kepada Allah. Irfan diperoleh seseorang melaluijalan al-idrak al-mubasyir al-wujdani (penangkapan langsung secara emosional), bukan penangkapan langsung secara rasional. Pembicaraan tentang Irfan atau makrifat dikalangan sufi dimulai sekitar abad III dan IV H. Tokoh sufi yang sangat menonjolmembicarakannya adalah Dzu An-Nun Al-Mishri (w. 245 H/859 M). Sementara Al-Ghazali diposisikan sebagai tokoh sufi yang pertama kali mendalaminya secara intens.
Sebagai sebuah ilmu, irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoretis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan Tuhan. Bagian praktis ini juga disebut sayr wa suluk (perjalanan rohani). Bagian ini menjelaskan bagaimana seseorang penempuh-rohani (salik) yang ingin mencapai tujuan puncak kemanusiaan, yakni tauhid, harus mengawali perjalanan, menempuh tahapan-tahapan (maqam) perjalanannya secara berurutan, dan keadaan jiwa (hal) yangbakal dialaminya sepanjang perjalanannya tersebut.
Sementara itu, irfan teoretis memfokuskan perhatiannya pada masalah wujud (ontologi), mendiskusikan manusia, Tuhan serta alam semesta. Dengan sendirinya, bagian ini menyerupai teosifi (falsafa ilahi) yang juga memberikan penjelasan tentang wujud. Seperti halnya filsafat, bagian ini mendefinisikan berbagai prinsip dan problemnya. Namun, jika filsafat hanya mendasarkan argumennya pada prinsip-prinsip rasional, irfan mendasarkan diri kepada ketersibakan mistik yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa rasional untuk menjelaskannya.
Tasawuf irfani tidak hanya membahas soal keikhlasan dalam hubungaan antarmanusia, tetapi lebih jauh menetapkan bahwa apa yang kita lakukan sesungguhnya tidak pernah kita lakukan. Inilah tingkatan ikhlas yang paling tinggi.

B. Tokoh-Tokoh Tasawuf Irfani
1.      Rabi’ah Al-Adawiyah
a.      Biografi Singkat Rabi’ah Al-Adawiyyah
Rabi’ah yang bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiyyah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah, diperkirakan lahir tahun 95 H/713 M atau 99H/717 M di sebuah perkampungan di dekat kota Bashrah (Irak) dan wafatdi kota itu pada tahun 185 H/801 M. Ia dilahirkan sebagai putri keempatdari keluarga yang sangat miskin. Karena ia putri keempat, orang tuamenamakannya Rabi’ah. Kedua orang tuanya meninggal ketika ia masihkecil. Konon, pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikanpenjahat dan di jual kepada keluarga atik dari suku Qais Banu Adwah. Darisini, ia di kenal dengan Al-Qaisiyah atau Al-Adawiyyah. Pada keluarga inipulalah, ia bekerja keras, tetapi akhirnya dibebaskan karena tuannyamelihat cahaya yang memancar di atas kepala Al-Adawiyyah danmenerangi seluruh ruangan rumah saat ia beribadah.
Setelah dimerdekakan oleh tuannya, Rabi’ah pergi hidup menyendirimenjalani kehidupan sebagai seorang zahidah dan sufiah. Ia menjalani sisahidupnya hanya dengan beribadah untuk mendekatan diri kepada Allahsekaligus kekasihnya. Ia memperbanyak taubat dan menjauhi kehidupanduniawi. Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak segala bantuan materiyang diberikan kepadanya. Bahkan dalam do’anya, ia tidak meminta hal-halyang bersifat materi dari Tuhan.
b.      Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al-Adawiyyah
·         Mahabbah
Rabi’ah Al-‘Adawiyyah tercatat dalam perkembangan mistisme Islamsebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah (Mahabbah). Sementaragenerasi sebelumnya merintis aliran asketisme dalam Islam berdasarkanrasa takut dan penharagaan kepada Allah. Rabi’ah pula yang pertama-tamamengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta yang berdasarkanpermintaan ganti dari Allah.
2.      Dzu An-Nun Al-Mishri
a.      Biografi Singkat Dzu An-Nun Al-Mishri
Dzu An-Nun Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi yangtinggal di sekitar pertengahan abad ketiga Hijriah. Nama lengkapnya AbuAl- Faidh Tsauban bin Ibrahim. Ia dilahirkan di Ikhmim, dataran tinggiMesir, pada tahun 180 H/ 796M. dan meninggal pada tahun 246H/856M.Julukan Dzu An-Nun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagaikekeramatannya yang Allah berikan kepadanya. Di antaranya ia pernahmengeluarkan seorang anak dari perut buaya dalam keadaan selamat disungai Nil atas permintaan ibu dari anak tersebut.
Iahidup pada masa munculnya sejumlah ulama terkemuka dalam bidang ilmufiqh, ilmu hadis, dan guru sufi, sehingga dapat berhubungan danmengambil pelajaran dari mereka. Ia adalah orang pertama yang memberi tafsiran terhadap isyarat-isyarattasawuf. Ia pun merupakan orang pertama di Mesir yang membicarakantentang Ahwal dan Maqamat para wali dan orang yang pertama memberidefinisi tauhid dengan pengertian yang bercorak sufistik. Ia mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan pemikiran tasawuf. Tidaklahmengherankan kalau sejumlah penulis menyebutnya sebagai salah seorangpeletak dasar-dasar tasawuf.
b.      Ajaran-ajaran Tasawuf Dzu An-Nun Al-Mishri
·         Makrifat
Al-Mishri adalah pelopor paham makrifat. Al-Mishri berhasil memperkenalkan corak barutentang makrifat dalam bidang sufisme Islam. Pertama, ia membedakan “makrifat sufiah” dengan “makrifat aqliyah”. Kedua, menurut Al-Mishri, makrifatsebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebabmakrifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali. Ketiga,teori-teori makrifat Al-Mishri menyerupai gnosisme ala-Platonik.Teori-teorinya itu kemudian di anggap sebagai jembatan menujuteori-teori wahdat asy-syuhud dan ittihad.
Al-Mishri membagi pengetahuan tentang Tuhan (makrifat) menjaditiga macam, yaitu:
ü  Pengetahuan untuk seluruh Muslim.
ü  Pengetahuan khusus untuk filosof dan ulama dan,
ü  Pengetahuan khusus untuk para wali Allah.
·         Maqamat dan Ahwal
Pandangan Al-Mishri tentang maqamat, dikemukakan padabeberapa hal saja, yaitu at-taubah, ash-shabr, at-tawakal danar-ridha. Dalam Dairat Al-Ma’rifat Al-Islamiyyat terdapat keteranganberasal dari Al-Mishri yang menjelaskan bahwa simbol-simbolzuhud itu adalah sedikit cita-cita, mencintai kekafiran, dan memilikirasa cukup yang disertai dengan kesabaran.
3.      Al-Junaidi al-Baghdadi
a.      Biografi Al-Junaidi al-Baghdadi
Abu AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd AI-KhazzazAl-Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq, la berasal darikeluarga Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian pindah keIraq. Ayahnya, Muhammad ibn Al-Junayd. Ia adalah murid dari Sirrial-Saqati dan Haris al-Muhasibi.
Al-Junaidi pertama kali memperoleh didikan agama dari pamannya(saudara ibunya), yang bernama Sari Al-Saqati, seorang pedagangrempah-rempah yang sehari-harinya berkeliling menjajakan dagangannyadi kota Baghdad. Pamannya ini dikenal juga sebagai seorang sufi yangtawadhu dan luas ilmunya. Berkat kesungguhan dan kecerdasan Al-Junaidi,
seluruh pelajaran agama yang diberikan pamannya mampu diserapnyadengan baik. Dan ia meninggal tahun 297 H / 298 M. dan dianggap sebagaiperintis dari tasawuf yang bercorak ortodoks.
b.      Ajaran-ajaran Tasawuf Al-Junaidi al-Baghdadi
·         Syari’at
Sebelum ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi, terdapatPandangan-pandangan para sufi cukup radikal, memancing para yuris(fukaha) atau ahli fikih untuk mengambil sikap. Sehingga munculpertentangan antara para pengikut tasawuf dan ahli fikih.
Dari adanya hal itu, Al-Junayd al-Baghdadi memberikan penegasanlebih lanjut akan pentingnya amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.Menurut al-Junayd, tasawuf adalah pengabdian kepada Allah denganpenuh kesucian. Oleh karena itu, barang siapa yang membersihkan diri darisegala sesuatu selain Allah, maka ia adalah sufi.
Dari ajaran tasawuf Al-Junaidi al-Baghdadi ini sangat jelasbahwasanya, orang sufi itu tetap diwajibkan menjalankan syari’at untukmencapai kehadirat Ilahi Rabbi. Tanpa menjalankan syari’at, seseorangtidak akan sampai kepada Allah SWT.
4.      As-Sulami
a.      Biografi As- Sulami
Nama lengkap al-Sulami adalah Muhammad ibn Husain ibnMuhammad ibn Musa al-Azdi yang bergelar Abu Abdul Rahman al-Sulami,lahir tahun 325 H dan wafat pada bulan Sya'ban 412 H/1012 M.Dia pakarhadits, guru para sufi,l dan pakar sejarah. Dia seorang syeikh thariqah yangtelah dianugerahi penguasaan dalam berbagai ilmu hakikat dan perjalanantasawuf. Dia mengarang berbagai kitab risalah dalam ilmu tasawuf setelahmewarisi ilmu tasawuf dari ayah dan datuknya.Ayahnya, Husain ibn Muhammad ibn Musa al-Azdi, wafat 348 H/958M, ketika al-Sulami menginjak masa remaja. kemudian pendidikannyadiambil alih oleh datuknya, Abu 'Amr Ismail ibn Nujayd al-Sulami (w. 360H/971 M).


b.      Ajaran-ajaran Tasawuf As- Sulami
Manusia akan menjadi hamba ('abd) sejati kalau dia sudah bebas dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatudengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah untuknya, hatiakan menerima tanpa menentang sedikitpun (qana'ah).Karena kemanapun engkau berpaling, disitulah wajah Allah.Al-Sulami menitik tekankan tasawuf pada ketaatan terhadapal-Qur'an, meninggalkan perkara bid'ah dan nafsu syahwat, ta'dzim padaguru/syeikh, serta bersifat pema'af.
5.      Abu Manshur Al-Hallaj
a.      Riwayat Hidup Al-Hallaj
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain binManshur bin Muhammad Al-Baidhawi. Ia lahir di Baidha, sebuah kota kecildi wilayah Persia, pada tahun 244 H/255M. Ia tumbuh dewasa di kotaWasith, dekat Bagdad. Pada usia 16 tahun ia belajar pada seorang sufiterkenal saat itu, yaitu Sahl bin ‘Abdullah Tusturi di Ahwaz. Dua tahunkemudian ia pergi ke Bashrah dan berguru kepada ‘Amr Al-Makki yang jugaseorang sufi. Pada tahun 878 M, ia masuk ke kota Bagdad dan belajarkepada Al-Junaid. Setelah itu ia pergi mengembara dari satu negerikenegeri lain untuk menambah penegtahuan dan pengalaman dalam ilmutasawuf. Ia digelari Al-Hallaj karena penghidupannya yang di peroleh darimemintal wol.
b.      Ajaran Tasawuf Al-Hallaj
·         Al-hulul dan Wahdat Asy-syuhud
Di antara ajaran tasawuf Al-Hallaj yang paling terkenal adalahAl-hulul dan Wahdat Asy-syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdatal-wujud (kesatuan wujud) yang dikembang Ibn ‘Arabi. Al hallaj memang pernah bersatu denga Tuhan (Hulul). Kata Al Hulul berdasarka pengertia bahasa berati menempati suatu tempat. Adapun menurut istilah tasawuf, al hulul berati paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemausiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
6.      Abu Yazid Al-Bustami
a.      Biografi Singkat
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin SurusyanAl-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 dan wafat tahun947 M. Nama kecilnya adalah Thaifur. Keluarga Abu yazid termasuk orang kaya di daerahnya,tetapi lebih memilih hidup sederhana. Sewaktu meningkat usia remaja, Abu Yazid juga terkenal sebagaimurid yang pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti ajaran agama,serta berbakti kepada orang tuanya.
Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi memerlukanpuluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, iaterlebih dahulu menjadi seorang fakih dari madzhab Hanafi. Dalam menjalanikehidupan zuhud, selama 13 tahunAbu Yazid mengembara di gurun-gurunpasir di Syam, dengan sedikit sekali tidur, makan dan minum.
b.      Ajaran Tasawuf Abu Yazid
·         Fana’ dan Baqa’
Ajaran tasawuf Abu Yazid yang tepenting adalah fana’ dan baqa. Darisegi bahasa, fana’ berasal dari kata ‘faniya’, yang berarti musnah ataulenyap. Dalam istilah tasawuf, fana’ adakalanya diartikan sebagai keadaanmoral yang luhur. Jalan menuju fana’, manurut Abu Yazid, dikisahkan dalam mimpinyamenatap Tuhan. Ia bertanya,”Bagaimana caranya agar aku sampaikepada-Mu? Tuhan menjawab,” Tinggalkan diri (nafsu)mu dan kemarilah.”Abu Yazid pernah melontarkan kata ‘fana’ dan salah satu ucapannya: “Akutahu kepada Tuhan melalui diriku hingga aku fana’, kemudian aku tahukepada-Nya melalui diri-Nya, maka aku pun hidup.”
Adapun baqa’ berasal dari kata ‘baqiya’. Dari segi bahasa, artinyaadalah tetap, sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikansifat-sifat terpuji kepada Allah. Faham baqa’ tidak dapat dipisahkan denganfaham fana’. Keduanya merupakan faham yang berpasangan. Jika sufisedang mengalami fana’, ketika itu juga ia sedang menjalani baqa’. Ittihadadalah tahapan selanjutnya dialami seorang sufi setelah melalui tahapanfana’ dan baqa’. Hanya saja dalam literature klasik, pembahasan tentangittihad ini tidak ditemukan.
·         Ittihad
Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan Tuhan. Antarayang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik subtansi maupunperbuatannya. Syahadat adalah ucapan-ucapan yang dikeluarkanseorang sufi ketika ia mulai berada di pintu gerbang ittihad.
C. Metode Irfani
            Disamping melalui tahapan maqamat dan ahwal, untuk sampai pada tingkat ma’rifat, para salik harus bersedia menempuh ikhtiyar-ikhtiyar tertentu, yaitu:
1.      Riyadhah
Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan perihal yang mengotori jiwanya. Riyadhah harus disertai dengan mujahadah, yaitu kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat jelek.
2.      Tafakur (refleksi)
Tafakur merupakan salah satu cara untuk memperoleh ilmu laduni, tafakur berlangsung secara internal dengan proses pembelajaran dalam diri manusia melalui aktivitas berfikir yang menggunakan perangkat batiniyah (jiwa)
3.      Tazkiyat An-Nafs
Tazkiyat An-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia. Proses penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli.
4.      Dzikrullah
Dzikrullah adalah mengingat atau membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada allah swt.
D. Contoh Realitas Tasawuf Irfani
1.      Seorang yang shalat supaya bisa liqa ila Allah dia harus khusyu melalui mujahadah dan akhirnya bisa musyahadah ila Allah dengan penglihatan spiritual.
2.      Hisyam adalah seorang mahasiswa di UIN Maliki Malang. Dia adalah sosok yang sangat peduli terhadap orang lain. Suatu ketika dia sedang mengalami krisis uang, waktu itu dia hanya mempunyai sisa uang makan untuk hari itu juga. Pada waktu itu pula temannya, Ahmad sedang dalam kelaparan yang sangat, karena sudah dua hari tidak makan. Akhirnya dia meminta pertolongan pada hisyam untuk meminjaminya uang. Saat itu juga hisyam memberikan seluruh sisa uangnya kepada ahmad. Dia hanya memikirkan keadaan temannya yag saat itu sedang kesusahan tanpa memikirkan dirinya sendiri yang saat itu juga belum makan.
3.      Hayati dan Marni berteman sangat baik sejak kecil. Suatu ketika marni mempunyai baju yang sangat dia sukai, dan pada waktu itu hayati juga sangat menginginkan baju itu, karena melihat hayati yang begitu senang melihat baju itu dan sangat ingin memilikinya, akhirnya dengan perasaan ikhlas karena ingin menyenangkan sahabatnya, marni langsung memberikan baju kesayangannya itu kepada Hayati.





KESIMPULAN

            Kerangka berpikir irfani merupakan salah satu jalan sufistik yang ditempuh para sufi dalam mencapai pengenalan kepada Allah SWT. Secara total (ma’rifatullah) sebagai hamba-Nya. Di dalam pengembaraan para salik (penempuh tasawuf ) tersebut, mereka harus melalui tahapan-tahapan maqam (maqamat) seperti taubat, zuhud, faqr, sabar, syukur, tawakkal dan ridha.
            Setelah para salik berhasil menempuh tingkatan maqam mereka berada pada kondisi ahwal. Pada kondisi ini mereka akan dengan mudah mengalami hal-hal secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan mujahadah mereka masing-masing. Adapun hal-hal tersebut adalah muhasabah, muraqabah, hubb, raja’, khauf, syauq dan uns.
            Segala penempuhan di dalam maqamat dan ahwal untuk mencapai derajat hamba yang hakiki di sisi Allah swt tersebut tidak akan diperoleh secara sempurna jika dilakukan tanpa pedoman dan bimbingan tertentu. Pedoman tersebut digunakan sebagai metode penempuhan para sufi yakni metode irfani. Metode irfani merupakan salah satu metode sufistik yang telah digali oleh para arifin (ulama tasawuf) dari sumber ajaran islam, yakni al-qur’an dan sunnah rasul saw. dengan begitu jelaslah sudah bahwa kerangka berpikir irfani melalui falsafi maqamat dan ahwalnya menjadi dasar amalan para salik di dalam memahami esensi (hakikat) nilai-nilai penghambatan diri kepada sang Maha dahsyat. Selain itu, kerangka berpikir irfani ini tidak semata dikhususkan bagi para salik atau sufi, melainkan pula kepada kaum muslimin yang menginginkan ketenangan secara lahir dan batin, dan tentunya disertai dengan pedoman dan bimbingan guru munsyid.


















Referensi:
Solihin, M dan Rosihon Anwar.2008.Ilmu Tasawuf.Bandung: Pustaka Setia.
Dahlan, Tamrin.2010.Tasawuf Irfani.Malang:UIN Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar