Pages

Minggu, 30 Oktober 2016

Tarekat Tidjaniyah di Desa Prenduan Sumenep Madura



PENELITIAN TAREKAT TIDJANIYAH
(Jama’ahTarekatTidjaniyah di DesaPrenduanSumenep Madura)
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Islam adalah jantung masyarakat Madura. Islam Menjadi titik sentral dimana seluruh aktivitas masyarakat Madura baik memulai dan mengakhiri aktivitasnya sehari-hari. Islam bagi masyarakat Madura merupakan hitam-putihnya warna kehidupan mereka dalam berbagai aspek. Beragama Islam bagi mereka berarti kesetiaan untuk taat dan patuh terhadap ajaran islam serta berusaha merealisasikan dalam kehidupan nyata.
Tingginya apresiasi masyarakat Madura dalam beragama, setidaknya bisa dilihat dari betapa antusiasnya mereka memakmurkan masjid, mushalla, dan langgar yang bertebaran diseluruh penjuru kota Madura. Kenyataan ini mengindikasikan betapa agama islam telah mengakar kuat di Madura. Tidak itu saja, spirit beragama juga telah mewarnai bahkan telah mengubah pola pikir, pola tindakan, dan pola sikap masyarakat Madura.
Adapun proses internalisasi dan sosialisasi ajaran tasawuf banyak dilakukan lewat gerakan tarekat selain lewat proses pembelajaran lewat kitab kuning dilingkungan pesantren dan di madrasah. Bahkan tasawuf juga banyak digunakan sebagai bahan dalam pengajian dan ceramah yang disampaikan oleh para ulama. Beberapa tarekat yang berkembang di Madura antara lain : Tarekat Qadiriyah, Tarekat Syattariyah, tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Tijaniyah.
Kesemarakan hidup beragama dan kegairahan masyarakat dipedesaan maupun diperkotaan mengamalkan ajaran tarekat, dan tampaknya merupakan bagian dari usaha masyarakat madura yang belajar dimakkah atau di Madinah. Untuk membawa masyarakat madura untuk mencari jawaban terhadap realitas makna hidup yang tak dapat diselesaikan oleh ilmu dan teknologi. Salah satu kaum sufi atau mistik adalah penggunaan rasa/ perasaan dalam memahami sesuatu. Maka ketika menjumpai masalah-masalh dalam agama mereka mengungkap rahasianya dengan perasaan bukan dengan logika.
Dan salah satu dari ulama madura yang membawa ajaran tarekat adalah kiyai Djahuri Cotib. beliaulah yang pertama kali mengenalkan tarekat tidjaniyah di Madura, hal ini dibuktikan karena beliau dikokohkan sebagai mukoddam setelah beliau berguru kepada Syeh Muhammad Bin Abdul Hamid Al-Futy. Dengan mengikuti pola dakwah Rasulullah Saw. Kiyai Djahuri memperkenalkan pertama kali Tarekat Tijaniyah kepada keluarganya, kerabat-kerabat dekatnya dan kepada santri-santrinya.
Perjuangan Para tokoh Tijani di Madura tidak berhenti disini saja walaupun sosok figur Kiyai Djahuri dan Kiyai Tijani sudah wafat. Para keturunan-keturunannya, kerabat-kerabatnya dan murid-muridnya sampai sekarang ini masih eksis dalam memperluas jaringan ketarekatan diberbagai daerah, khususnya dimadura. Hal ini dapat dibuktikan sampai sekarang ini tarekat tidjaniyah dapat diterima oleh Masyarakat madura.

1.2  Rumusan Masalah
1.    ApaPengertian Tarekat Tidjaniyah?
2.    Bagaiaman Sejarah Berdirinya Tarekat Tidjaniyah di Desa Prenduan, Sumenep, Madura?
3.   Ritual-ritual apa sajakah yang diamalkan oleh Jama’ah Tarekat Tidjaniyah di Desa Prenduan, Sumenep?
1.3 Tujuan Penelitian
1.    Mengetahui Pengertian Tarekat Tidjaniyah
2.    Mengetahui Sejarah Berdirinya Tarekat Tidjaniyah di Desa Prenduan, Sumenep, Madura
3.   Mengetahui ritual-ritual yang diamalkan oleh jam’ah tarekat Tijaniyah di Desa Prenduan, Sumenep





BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tarekat
      Asal kata tarekat dalam bahasa Arab “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu. Sedangkan tasawuf secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian ruhani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbingan seorang guru ( syaikh ). Ajaran-ajaran tasawuf yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah itu merupakan hakikat tarekat yang sebenarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.
            Dalam istilah Tarekat adalah jalan atau petunjuk melakukan ibadah tertentu sesuai ajaran yang dicontohkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dan dilakukan oleh sahbat, tabiin, tabiit tabiin secara turun temurun hingga sampai kepada para ulama atau guru-guru tasawuf secara berantai (membuat sebuah silsilah atau sanad tarekat) hingga kepada kita saat ini. Sedangkan menurut definisinya istilah ahli tasawwuf adalah metode perjalanan menuju ridallah.[1]
2.2 Tujuan Tarekat
      Secara umum, tujuan terpenting dari sufi adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, terlihat adanya tiga sasaran, yaitu :
1.      Bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini, pada umumnya bersifat praktis.
2.      Untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al kasyf- al-hijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistematis analitis.
3.      Membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dengan Makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan, dan apa arti dekat dengan Tuhan. Dalam hal apa makna dekat dengan Tuhan itu, terdapat tiga simbolisme, yaitu : dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Tuhan dalam Hati, dekat dalam arti berjumpa dengan Tuhan sehingga terjadi dialog antara manusia dengan Tuhan, dan makna dekat yang ketiga adalah penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah monolog antara manusia yang telah menyatu dalam iradat Tuhan.[2]
2.3 Macam-macam Tarekat
1.      Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad bin Baha’ al Din al-Uwaisi al Bukhari al-Naqsabandiyah yang hidup di tahun 717-791 H. Dia dikenal dengan keahliannya melukiskan kehidupan yang ghaib dan menyelam dalam lautan kesatuan dan kefanaan. Naqsabandiyah artinya “ lukisan”.
Tarekat Naqsabandiyah mempunyai kedudukan yang istimewa karena berasal dari Abu Bakar. Tarekat ini mengajarkan tentang adab dan dzikir, tawasul dalem tarekat, adab suluk, tentang salik dan maqam-nya, juga tentang ribath.
2.      Qadiriyah
Tarekat qadiriyah didirikan oleh “Abd al-Qadir al-jailani lahir (1077-1766 M). Dia dikenal dengan kekuatan ma’rifat-nya. Dasar-dasar pokoknya ialah tinggi cita-citanya, menjaga kehormatan, baik pelayanan, kuat pendrian, dan membesarkan nikmat Tuhan.
Menurut tarekat Qadiriyah siapa yang tinggi cita-citanya, naiklah martabatnya. Siapa yang memelihara kehormatan, maka Allah memelihara kehormatannya. Siapa yang baik Khidmatnya, kekallah ia dalam petunjuk. Siapa yang mebesarkan Allah ( karena ni’mat-Nya) dia akan mendapat tambahan nikmatt dari-Nya. Di antara amalan-amalan tarekat Qadiriyah, dzikir adalah yang paling penting. Antara satu aliran dengan aliran yang lain, lafadz dzikirnya tidak semua sama.
3.      Bektasyi
Tarekat Bektasyi diperkirakan telah ada di Mesir sejak abad ke-17 dan ke-18 M. Tarekat ini menghimpun para wali asal Turki Utsmani ke Mesir. Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada masa Khedive Ismail.
Pada masa Sultan Mahmud II, Tarekat bektasyi dibubarkan, tetapi di Mesir justru mendapatkan perlindungan dan mengalami perkembangan karena penguasa Mesir pada waktu itu berasal dari kalangan tentara Turki pengikut tarekat Bektasyi.
4.      Syadziliyah
Pendiri tarekat Sadziliyah adalah Abu al-Hasan al-Sadzili yang terkenal dengan wirid dan kekuatan ilmunya. Menurut tarekat Sadziliyah, takwa bisa dicapai dengan tindakan wara’ dan istiqomah. Seseorang bisa berpaling dari keduniaan dengan jalan mengambil i’tibar dan bertawakal. Seseorang bisa mencapai sikap ridha kepada Allah dengan Qana’ah, pasrah pada waktu senang dan susah.
5.      Rifa’iyah
Pendiri tarekat Rifa’iyah adalah Ahmad bin Ali bin Abbas al-Rifa’i. Dia meninggal di Umm Abidah pada tanggal 22 Jumadil Awal tahun 578 H, bertepatan dengan tanggal 23 September tahun 1106 M. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa ia meninggal pada bulan November 1118 M di Qaryah Hasan.
Para penganut tarekat ini terkenal dengan kekeramatan dan ketinggalan fatwanya. Di Aceh, tarekat Rifa’iyah terkenal dengan tradisi tabuhan Rafa’, kemudian di Sumatera ada permainan debus, yaitu menikam diri dengan senjata tajam yang diiringi dengan dzikir-dzikir tertentu. Tarekat ini mempunyai tiga prinsip yaitu, tidak meminta sesuatu, tidak menolak sesuatu, dan tidak menunggu sesuatu.
6.      Tsamaniyah
Tarekat tsamaniyah didirikan oleh Muhammad Tsaman yang meninggal tahu  1720 M di Madinah. Para pengikut tarekat Tsamaniyah biasa berdzikir dengan suara keras dan melengking. Sewaktu melantunkan dzikir la ilaha illallah dengan intensitas yang semakin cepat maka yang terdengar dari mulut mereka hanya kata “ hu “ yang artinya “ Dia Allah “. Tarekat Tsamaniyah mengajari para pengikutnya untuk memperbanyak shalat dan dzikir, menolong orang miskin, tidak diperbudak kesenangan duniawi, menukar akal basyariyah dengan akal rabbaniyah, dan beriman secara tulus hanya kepada Allah.[3]
7.      Tarekat Tijaniyah
At-Tijaniyah diambil dari kata Syehkhut Tarikah yaitu Al-Quthb Maktum Sayyidul Auliya Ahamad bin Muhammad Al-hasani At-Tijani Ra. Adapun sanad dan sandaran tarekat ini adalah Sayyid Al-wujud Nabi Muhammad Saw. Dan Allah memberikat Fud’u atau keterbukaan dan wusul (puncak tujuan) atas bimbingan Rasululullah, jadi tidak melalui guru-guru lain, tarekat tijaniyah terkenal didaerah-daerah afrika dan Maroko yand dinisbatkan kepada Abu Abbas Ahmad bin Muhammmad bin Al-muhtar Attijani Aub Madi pada tahun 150 H.[4]










BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah metode kualitatif. Adapun definisi menurut Bodgan dan Taylor dalam Fatoni (2009), “ penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.”
Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini diterapkan dengan cara mengambil data yang berdasarkan pada kenyataan sosial dan dilakukan melalui beberapa cara misalnya wawancara, observasi lapangan dan lain-lain. Jadi data diperoleh berbentuk deskripsi atau ungkapan objek penelitian.
3.1  Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep Pulau Madura.
3.2    Sumber Data Penelitian
Data-data yang digunakan dalam penelitian merupakan data yang diperoleh secara primer, yakni diperoleh dari wawancara langsung dengan salah satu jama’ah penganut Thariqah Tidjaniyah.
3.4 Pengumpulan Data
Sebuah Penelitian pasti memerlukan data, sebab data merupakan pencatatan peristiwa-peristiwa, hal-hal, keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian dengan parameter tertentu. Data tersebut dapat diperoleh melalui berbagai teknik, supaya data yang diperlukan dapat terkumpul. Adapun teknik yang akan dilakukan antara lain :
1.      Wawancara
Pada penelitian ini akan digunakan teknik wawancara sebagai sarana pengumpulan data, wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan cara bertanyanya langsung kepada responden atau informan. Selain itu, wawancara merupakan tanya jawab sepihak yang berarti pertanyaan hanya akan berasal dari peneliti dan narasumber akan aktif menjawab pertanyaan yang telah diberikan. Adapun pihak yang kami wawancarai yaitu :
A. Pak Sanaini, salah seorang jama’ah thariqah Tidjaniyah di Sumenep
            2. Observasi        
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang melakukan pengamatan langsung terhadap suatu kegiatan yang sedang dilakukan. Jenis observasi yang akan dilakukan adalah observasi partisipan. Kami datang langsung ke lokasi penelitian dan mewawancarai secara langsung salah satu jama’ah pengikut Tarekat Tidjaniyah yang berlokasi di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten sumenep pulau Madura.
3.5  Metode Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan data. Setelah itu akan dilakukan penguraian data dan pengembangan sebuah deskripsi informasi yang telah didapatkan dari hasil observasi dan wawancara. Kemudian, langkah selanjutnya adalah proses penarikan kesimpulan sesuai dengan hasil penguraian dan pengembangan data.








BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Asal-usul Munculnya Tarekat Tijaniyah
A.    Biografi Singkat Syeikh Ahmad al-Tijani
Tarekat Tidjaniyah pertama kali didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad Al Tijani, beliau bernama lengkap Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani dilahirkan pada tahun 1150 H/1737M di 'Ain Madi, bagian selatan Aljazair. Sejak umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Qur'an dan giat mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah menjadi guru. Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun. Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya. Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan intelektualnya ke Tilimsan selama lima tahun. Beliau di kenal sebagai salah seorang tokoh dari gerakan "Neosufisme". Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan Tuhan.
Untuk dapat mengikuti dan memahami dengan baik dan benar dasar-dasar tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani, terlebih dahulu harus difahami tentang dua hal yang melandasi ajaran tasawufnya. Lantaran penilaian dan pengertian yang didapat merupakan pengantar untuk mengetahui dasar-dasar ajaran tasawufnya dengan benar.
B.     Ruang Lingkup Ajaran-ajaran Tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani
1.      Landasan bangunan tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani
Dasar-dasar tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani di bangun di atas landasan dua corak tasawuf, yakni tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Dengan kata lain, Syekh Ahmad al-Tijani menggabungkan dua corak tasawuf, dimaksud dalam ajaran thariqatnya.
Pengkajian menyangkut tasawuf falsafi, bukan sesuatu hal yang sederhana, sebab pengkajian ini sudah masuk dalam wilayah pemikiran; dan kaum thariqat, terlebih ummat Islam pada umumnya yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memasuki wilayah ini sangat terbatas. Keterbatasn ini ditunjukan dalam sejarah pekembangan pemikiran Islam khusunya bidang tasawuf, banyak ummat Islam menilai bahwa tasawuf falsafi dianggap sebagai pemikiran yang menyimpang dari ajaran syari’at Islam.
Dasar-dasar tasawuf falsafi yang dikembangkan Syekh Ahmad at-Tijani adalah tentang maqam Nabi Muhammad saw., sebagai al-Haqiqat al-Muhammadiyyah dan rumusan wali Khatm. Dua hal ini telah dibahas oleh sufi-sufi filusuf, seperti al-Jilli, ibn al-Farid dan ibn Arabi. Tentang pemikiran sufi-sufi ini, Syekh Ahmad al-Tijani mengembangkan dalam amalan shalawat wirid thariqatnya, yakni : shalawat fatih dan shalawat jauhrat al-Kamal. Konsep dasar haqiqat al-Muhammadiyyah ini disamping kontroversial, ia juga complicated. Atas dasar ini, tidaklah mengherankan apabila Syekh Ahmad al Tijani memberikan “aba-aba” kepada setiap orang, termasuk muridnya yang ingin memasuki secara lebih jauh tentang diri dan thariqatnya. Untuk itu Syekh Ahmad al-Tijani menegaskan :
إِذَا سَمِعْهتُمْ عَنِّى شَيْأً فَزِنُوْهُ بِمِيْزَانِ الشَّرْعِ فَمَا وَافَقَ فَخُذُوْهُ وَمَاخَالَفَ فَاتْرُكُوْهُ
Artinya :“Apabila kamu mendengar apa saja dariku, maka timbanglah ia dengan neraca (mizan) syari’at. Apabila ia cocok, kerjakanlah dan apabila menyalahinya, maka tinggalkanlah”.
2.      Rumusan Ajaran Tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani.
Landasan tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani, sebagai mana telah dijelaskan membangun rumusan tasawufnya. Ada dua rumusan tasawuf yang dikemukakannya:
Definisi tasawuf menurut Syekh Ahmad At-Tijani, tasawuf adalah:
إِمْتِثَالُ اْلاَوَامِرِ وَاجْتِنَابُ النَّوَاهِى فِى الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ مِنْ حَيْثُ يَرْضَ لاَمِنْ حَيْثُ تَرْضَ
Artinya :“Patuh mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik lahir maupun batin, sesuai dengan ridha-Nya bukan sesuai dengan ridha’mu”.
Melalui rumusan definisi di atas, Syekh Ahmad al-Tijani ingin menunjukan bahwa pada dasarnya, ajaran tasawuf merupakan pengamalan syari’at Islam secara utuh, sebagai sarana menuju Tuhan dan menyatu dalam kehendak-Nya. Keterpaduan dalam tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad al-Tijani antara amaliah lahir dan amaliah batin, adalah sebagai wujud pengamalan syari’at Islam secara keseluruhan. Sebab pada bagian lain ia menyatakan bahwa ilmu tasawuf adalah : “Ilmu yang terpaut dalam qalbu para wali yang bercahaya karena mengamalkan al-Qur’an dan sunnah.
Sebagai wujud keterikatan Syekh Ahmad Al-Tijani dan thariqatnya terhadap syari’at, ia mengatakan bahwa syarat utama bagi orang yang mau mengikuti ajarannya adalah memelihara shalat lima waktu dan segala urusan syari’at. Dalam mengomentari landasan tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad al-Tijani, Muhammad al-Hapidz dalam ahzab wa awrad, mengatakan:
والاصل الذى اسّس شيخنارصى الله المحا فظة على الشريعة علماوعملا.
Artinya: “Landasan pokok Thariqat Tijaniyah yang menjadi asas penopangnya adalah menjaga syari’at yang mulia, baik ilmiyah maupun alamiyah”
Sedangkan KH. Badruzzaman, mengatakan bahwa landasan pokok Thariqat tijaniyah adalah memelihara syari’at yang mulia baik yang berhubungan dengan amaliah kalbu seperti khusyu, ikhlas, dan tawadhu’ (rendah hati).
3.      Ajaran Tasawuf Syekh Ahmad At-Tijani
Sebagai wujud penekanan keterikatan ajarannya terhadap syari’at, Syekh at-Tijani menegaskan bahwa patokan utama pengembangan ajarannya adalah al-Qur’an dan sunnah. Lebih tegas ia menyatakan:
وَلَنَا قَاعِدَةٌ وَاحِدَةٌ عَنْهَا تُنْبِئُ جَمِيْعَ اْلأُصُوْلِ اَنَّهُ لاَحُكْمَ اِلاَِّللهِ وَرَسُوْلِهِ وَلاَعِبْرَةَ فِى الحُكْمِ اِلاَّ بِقَوْلِ الله ِوقَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Artinya: “Kami hanya mempunyai satu pedoman (Kaidah) sebagai sumber semua pokok persoalan (ushul), bahwasanya tidak ada hukum kecuali kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada ibarat dalam hukum kecuali firman Allah swt, dan sabda Rasul-Nya.
Penekanan Syekh Ahmad al-Tijani ini, dimaksudkan untuk menegaskan keterikatan ajarannya terhadap syari’at (al-Qur’an dan sunnah).
4.2  Sejarah Masuknya Tarekat Tidjaniyah
A.    Sejarah Masuknya Tarekat Tijaniyah di Indonesia
Ada 2 fenomena yang mengawali gerakan tarekat Tijaniyah di Indonesia, yaitu pertama, kehadiran Syaikh Ali bin Abdullah at-Thayyib, dan kedua, adanya pengajaran tarekat Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Tarekat Tijaniyah diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke-20 (antara 1918 dan 1921 M).Cirebon merupakan tempat pertama yang diketahui adanya gerakan Tijaniyah.Perkembangan tarekat Tijaniyah di Cirebon mulanya berpusat di Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon. Pesantren ini dipimpin oleh lima bersaudara, diantaranya adalah K.H Abbas sebagai saudara tertua yang menjabat sebagai ketua Yayasan dan sesepuh Pesantren dan KH Anas sebagai adik kandungnya. Atas perintah KH Abbas pada 1924, KH Anas pergi ke tanah suci untuk mengambil talqin tarekat Tijaniyah dan bermukim disana selama 3 tahun.Pada bulan Muharram 1346 H / Juli 1927 M. KH Anas kembali pulang ke Cirebon. Kemudian, pada bulan Rajab 1346 H / Desember 1927, atas izin KH Abbas kakaknya, KH Anas menjadi guru tarekat Tijaniyah. KH Anas-lah yang merintis dan memperkenalkan tarekat Tijaniyah di Cirebon.K.H Anas mengambil talqin dari Syaikh Alfahasyim di Madinah. K.H Abbas yang semula menganut tarekat Syattariyah setelah berkunjung ke Madinah, berpaling kepada tarekat Tijaniyah dengan mendapat talqin dari Syaikh Ali bin Abdullah At-Thayyib yang juga mendapat talqin dari Syaikh Alfahasyim di Madinah.
Muktamar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama ke 3 tahun 1928 di Surabaya memutuskan bahwa tarekat Tijaniyah adalah Muktabarah dan sah. Diperkuat lagi dengan Muktamar NU ke VI tahun 1931 di Cirebon yang intinya tetap memutuskan bahwa Tijaniyah adalah Muktabaroh. Jadi ditinjau dari keputusan NU maka tarekat Tijaniyah sudah ada di Indonesia sebelum tahun 1928, karena jikalau belum hadir di Indonesia maka tidak mungkin NU akan membahas dalam Muktamarnya.
Ulama yang paling mula menganut tarekat Tijaniyah berdasarkan sejarah adalah K.H Anas bin Abdul Jamil (Buntet) yang memperoleh ijazah Tijaniyah dari Syaikh Alfahashim di Madinah dan juga memperolehnya dari Syaikh Ali Thoyyib, kemudian gurunya Syaikh Ali Thoyyib datang ke Indonesia dan menyebarkan tarekat Tijaniyah. Diantara ulama Indonesia yang memperoleh ijazah dari Syaikh Ali Thoyyib adalah:
1)      K.H Nuh bin Idris (Cianjur)
2)      KH Ahmad Sanusi bin H.Abdurrahim (Sukabumi)
3)      KH Muhammad Sujai (Gudang-Tasikmalaya)
4)      KH Abdul Wahab Sya’rani (Jatibarang Brebes)
5)      KH Abbas, KH Anas dan KH Akyas (Buntet Cirebon)
6)      KH Usman Dhomiri (Bandung)
7)      KH Badruzzaman (Garut)
Tarekat tijaniyah di pulau jawa, badul muhid mu’thi. Timbulnya terekat ini di jawa sebenarnya didirikan oleh seorang arab dari madinah bernama ali bin abdullah al-tayyib al-azhari.Tarekat ini mengajarkan latihan sederhana dari wirid 2 kali sehari, wazifah setiap hari, haylalah pada hari jum’at.  Wirid tersebut terdiri dari bacaan Istighfar 100 kali. Selawat kepada nabi (allahumma sholli ala syayyidina muhammad) 100 kali. Wirid ini diucapkan pada pagi hari dan sore (setelah shalat subuh dan shalawat waktu asyar sampai isya’ ). Wazifah terdiri dari bacaan istighfar 30 kali, shalawat nabi 50 kali, tahlil 100 kali, dan doa jauharatul kamal 12 kali.
Wazifah dilakukan sehari semalam satu kali dan dilakukan pada malam hari.Haylalah (tahlil) dilakukakn pada hari jum’at terdiri dari dzikir la illa haillahu atau allahu allahu, atau keduanya yang jumlahnya tidak ditentukan. Waktu melaksanakannya setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam.  Syarat-syarat melakukan latihan ini ditetapkan misalnya badan, pakaian, dan tempatnya.Auratnya harus tertutup, mengucapkan niat, dan menghadap kiblat, serta menghayalkan pendiri tarekat pada waktu wirid, meminta bantuannya, dan harus mengerti kata-kata yang diucapkannya.
Selain ketentuan tersebut, murid tijaniyah  harus tetap melakukan kewajiban shalat lima waktu bersama-sama (berjemaah) bila mungkin dan menjalankan perintah agama lainnya. Antara sesama anggota  harus ada hubungan erat dalam kecintaan dan tolong menolong . dilarang keras bergaul dengan laki-laki yang mempunyai pengaruh agama di luar tarekat dan pada umumnya murid harus mengikuti jejak gurunya dalam kebencian dan persahabatan.[5]
Hadirnya tarekat tijaniyah, tarekat yang lama menjelek-jelekkan tarekat ini. Adapun inti permusuhan tersebut berpangkal pada ajaran pendiri tarekat ini yang menyatakan bahwa siapa yang mengucapkan wiridannya secara teratur sampai ajalnya dengan tabah, akan masuk surga tanpa di hizab dan di siksa. Keberatan lain dalam tarekat ini adalah bahwa melarang pengikutnya menjadi anggota tarekat lainnya. Akhirnya pertentangan antar aliran terjadi sana sini.[6]
B.     Sejarah Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Desa Prenduan, Madura
  Masuknya Tarekat ini, berawal dari kurang lebihnya tiga tahun lamanya Kyai Djauhari berguru kepada Kyai Ilyas untuk mentahqiq beberapa ilmu yang sudah dikuasai sebelumnya, terutama tauhid dan ilmu alat. Beliau menunjukkan kecerdasannya sehingga mendapat perhatian khusus dari Kyai Ilyas yang masih sepupunya.Selain itu di Sidogiri, beliau memperdalam ilmu tasawuf dan ilmu hal yang kelak sangat berpengaruh dan berbekas sangat dalam pada jiwanya.Di Sidogiri ini beliau berkumpul dengan K. Abdul Majid Bata-bata dan makam bersama di tempat Nyai Suhriya selama dua tahun, kemudian terpaksa harus pulang karenanya ayah beliau telah dipanggil ke hadirat Ilahi.Demikianlah Kyai Djauhari melewati masa remajanya dengan memperdalam ilmu dan menambah bekal hidup dan kehidupan yang bakal dilalui nanti di desa Prenduan.[7]
Ketika beliau pulang ke tanah Prenduan, beliau disibukkan dengan melayani tamu-tamunya yang mencari berkah dan minta didoakan dalam berbagai persoalan aneka ragam problem. Mulai dari hal-hal yang mendasar hingga serius, dari yang mencari jalan keluar, meminta pertimbangan sampai mendapat keturunan ataupun penyembuhan dan masalah jodoh serta problem rumah tangga.Kealiman beliau sangat terkenal di kalangan masyarakat Prenduan, bahkan beliau mendirikan Masyumi, namun dibubarkan oleh beliau.Hal ini tujuannya agar kadernya tidak aktif dalam dunia politik.
Selain itu beliau mencoba untuk menerapkan apa yang  beliau peroleh selama di Sidogiri dan di Makkah Al-Mukarramah. Maka mulailah beliau mengarahkan para pemuda yang menekuni “black magic” dan membudayakan tarekat memburu wangsit dan mencari “kanuragan” yang oleh beliau dinilai sebagai bermain-main di tepi jurang kemusyrikan. Hal ini dapat di antisipasi dengan mencarikan alternatif  lain yang lebih Islami, yakni dengan cara menghakikatkan syariat melalui tarekat menuju makrifat. Dalam perjuangannya beliau melalui jalur tasawuf inipun banyak hambatan dan tantangan yang harus beliau hadapi baik yang datang dari dalam sendiri maupun dari luar ikhwan Tijaniyah.[8]
4.3  Ritual-ritual Tarekat Tijaniyah
Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan bahwa Nur Nabi Muhammad saw., telah wujud sebelum makhluk lain ada, bahkan Nur ini merupakan sumber semua Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Selanjutnya dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Nur Nabi Muhammad saw., menurut Syekh Ahmad al-Tijani adalah al-Haqiqat al-Muhammadiyah. Selanjutnya dikatakan, bahwa pada dasarnya tidak seorangpun dalam martabat al-Haqiqat al-Muhammadiyah bisa mengetahuinya secara utuh.Pengetahuan orang shalih (Wali, Sufi) terhadap al-Haqiqat al-Muhammadiyah ini berbeda-beda sesuai dengan maqamnya masing-masing. Dalam hal ini Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan:
طائفة غاية ادراكهم نفسه صلى الله عليه وسلم وطائفة غاية ادراكهم قلبه صلى الله عليه وسلم وطائفة غاية اداكهم عقله صلى الله عليه وسلم وطائفة وهم الاعلون بلغوا الغاية القصوى فى الادراك فادركوا مقام روحه صلى الله عليه وسلم.
Artinya:
“Diantara wali Allah ada yang hanya mengetahui jiwanya (al-Nafs) saja, ada juga yang sampai pada tingkat hatinya (al-Qalb), ada juga yang sampai pada tingkat akalnya (al-Aql), dan maqam yang tertinggi adalah wali yang bisa sampai mengetahui tingkat ruhnya; tingkat ini merupakan tingkat penghabisan (al-Ghayat al-Quswa).”
Rumusan mengenai Nur Muhammad (haqiqat al-Muhammadiyyah) ditegaskan melalui dua shalawat yang dikembangkan dalam wirid thariqat tijaniyah yakni shalawat fatih dan shalawat Jauharat al-Kamal.
Diantara rukun wirid wadzifah di Tarekat Tijaniyah adalah membaca shalawat fatih sebanyak 50 kali. Berikut teks bacaan shalawat fatih:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَااُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَاسَبَقَ نَاصِرِالْحَقِّ ‍ بِالْحَقِّ وَالْهَادِى اِلَى صِرَاطِك َالْمُسْتَقِيْم وَعَلَى اَلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ.
Artinya :
“Yaa Allah limpahkanlah rahmat-Mu kepada Nabi Muhammad saw., dia yang telah membukakan sesuatu yang terkunci (tertutup), dia yang menjadi penutup para Nabi dan Rasul yang terdahulu, dia yang membela agama Allah sesuai dengan petunjuk-Nya dan dia yang memberi petunjuk kepada jalan agama-Mu. Semoga rahmat-Mu dilimpahkan kepada keluarganya yaitu rahmat yang sesuai dengan kepangkatan Nabi Muhammad saw”.
Syarah kandungan shalawat Fatih, walaupun shalawatnya diakui dari Nabi Muhammad SAW, mencerminkan pemikiran faham tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani serta pengaruh tasawuf Filsafat terhadap pemikiran Syekh Ahmad At-Tijani.
Pemikiran Syekh Ahmad al-Tijani, diantaranya:
ü  Makna al-Fatih li ma Ughliq pada intinya adalah :
1. Nabi Muhammad adalah sebagai pembuka belenggu ketertutupan segala yang maujud di alam.
2. Nabi muhammad sebagai pembuka keterbelengguan al-Rahmah al-Ilahiyyah bagi para makhluk di alam.
3. Hadirnya Nabi Muhammad menjadi pembuka hati yang terbelenggu oleh Syirik.
ü  Makna al-Khatimi li ma Sabaq pada intinya adalah:
1. Nabi Muhammad sebagai penutup kenabian dan kerasulan.
2. Nabi Muhammad menjadi kunci kenabian dan kerasulan.
3. Tidak ada harapan kenabian dan kerasulan lagi bagi yang lainnya.
Pemikiran-pemikiran (faham) tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani terkandung dalam penafsirannya tentang makna al-Fatih li ma Ughliq dan al-Khatim li ma Sabaq.Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan bahwa al-Fatih li ma Ughliq mempunyai makna bahwa Nabi Muhammad merupakan pembuka segala ketertutupan al-Maujud yang ada di alam.Alam pada mulanya terkunci (mughallaq) oleh ketertutupan batin (hujbaniyat al-Buthun). Wujud Muhammad menjadi “sebab” atas terbukanya seluruh belenggu ketertutupan alam dan menjadi “sebab” atas terwujudnya alam dari “tiada” menjadi “ada”. Karena wujud Muhammad alam keluar dari “tiada” menjadi “ada”, dari ketertutupan sifat-sifat batin menuju terbukanya eksistensi diri alam (nafs al-Akwan) di alam nyata (lahir). Jika tanpa wujud Muhammad, Alah tidak akan mencipta segala sesuatu yang wujud, tidak mengeluarkan alam ini dari “tiada” menjadi “ada”.
Syekh Ahmad al-Tijani juga mengatakan bahwa awal segala yang maujud (awal maujud) yang diciptakan oleh Allah dari eksistensi al-Ghaib adalah Ruh Muhammad (nur Muhammad).
Nur Muhammad telah diungkapkan oleh Nabi Muhammad saw., ketika tiu Jabir bin Abdullah bertanya kepada Nabi Muhammad saw., tentang apkah yang paling awal diciptakan oleh Allah Swt., Nabi menjawab:
ياجابر ان الله اتعالى خلق قبل الاشياء نور نبيك
Artinya :“Wahai Jabir, sesungguhnya Allah swt., sebelum menciptakan sesuatu terlebih dahulu menciptakan nabimu (nur Muhammad).”
Selain istilah nur Muhammad digunakan juga istilah lain sebagai penegas keberadaannya, yaitu ruh Muhhamad, nur, al-‘Aqju awwal dan al-Haba. Dari ruh Muhammad ini kemudian Allah mengalirkan ruh kepada ruh-ruh alam.ruh alam berasal dari ruh Muhammad, ruh berarti kaifiyah.Melalui kaifiyah ini terwujudlah materi kehidupan.al-Haqiqat al-Muhammadiyyah adalah awal dari segala yang maujud yang diciptakan Allah dari hadarah al-Ghaib (eksistensi keGhaiban). Di sisi Allah, tidak ada sesuatu yang maujud yang diciptakan dari makhluk Allah sebelum al-Haqiqat al Muhammadiyyah ini tidak diketahui oleh siapapun dan apa pun. Di samping sebagai pembuka, Nabi Muhammad juga sekaligus sebagai penutup kenabian dan risalah.Oleh karena itu, tidak ada lagi risalah bagi orang sesudah Nabi Muhammad.Nabi Muhammad juga sebagai penutup bentuk-bentuk panampakan sifat-sifat Ilahiyyah (al-Tajaliyyah al-Ilahiyyah), yang menampakan sifa-sifat Tuhan di alam nyata ini.Kandungan shalawat fatih mengenai pemikiran Syekh Ahmad Al-Tijani tentang al-Haqiqat Muhammadiyyah lebih tampak lagi dalam shalawat jauharat al-kamal.
4.4 Hasil Penelitian
1. Tarekat yang dianut oleh Pak Sanaini adalah tarekat Tidjaniyah, beliau merupakan salah satu jama’ah dari tarekat tidjaniyah di sumenep.
2.  Kegiatan yang diamalkan oleh masing-masing salik untuk thariqah ini, diantaranya:
a.       Pagi, Membaca istighfar 100 kali, shalawat 100 kalidan kalimat tahlil 100 kali
b.      Sore, istighfar 33 kali, shalawat 50 kali, tahlil 100 kali, shalawat jauharotul kamal 12 kali
c.       Malam, Membaca istighfar 100 kali, shalawat 100 kalidan kalimat tahlil 100 kali
3.  Struktur kepemimpinan dalam jamaah tarekat tidjaniyah:
Dalam jamaah thariqah tidjaniyah ini, tidak ada pemimpin atau ketua yang memiliki kedudukan tertinggi, tetapi dalam thariqah tidjaniyah ini memiliki seorang panutan, yang disebut mursyid. Mursyid adalah orang yang lebih tau tentang ajaran thariqah, dia yang akan membimbing para pengikutnya untuk menata hati. Dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan duniawi, Seorang salik harus terbuka pada mursyid, agar mursyid dapat mengetahui apa yang menjadi kendala salik dalam tahap penataan hati untuk kemudiandibimbing dan diberi arahan untuk menemukan jalan keluar dari masalahnya tersebut. Mursyid disini juga mempunyai tugas mengatur setiap kegiatan jamaah, yang biasa dilakukan setiap bulan oleh jamaah thariqah tidjaniyah di Prenduan Sumenep ini.
Thariqah Tidjaniyah ini mempunyai kegiatan khusus tiap bulannya. Dalam kegiatan bulanan itu, jamaah thariqah tidjaniyah ini memiliki beberapa amalan ritual khusus yang sering dibaca oleh para pengikutnya, diantaranya:
1.      Istighatsah, yang berarti permohonan atau semakna dengan do’a. Tetapi yang diamksud dengan istighatsah biasanya adalah do’a bersama yang tidak menggunakan kalimat-kalimat do’a secara langsung, melainkan mempergunakan bacaan-bacaan ratib tertentu.
2.      Manaqib. Manaqib sebebnarnya merupakan biografi seorang sufi besar atau kekasih allah seperti syekh abdul qadir jailani yang diakini oleh para pengikut thariqah memiliki kekuatan spiritual.
3.      Ratib. Ratib adalah serangkaian amalan yang biasanya harus diwiridkan oleh para pengamalnya. Ratib yang diwiridkan ini berupa kumpulan dan beberapa potongan ayat, atau beberapa surat pendek, yang digabung dngan bacaan-bacaan.
4.      Muzik, yaitu membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian seperti memukul rebana.
5.      Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
6.      Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan dzikir tertentu.
Menurut Narasumber, keenam ritual inilah yang membuat pengikut suatu tarekat melebur jiwanya dengan Allah, dan dengan jalan inilah seorang salik bisa lebih dekat dengan Allah.
4. Tidak ada kegiatan ekonomi untuk pemberdayaan umat dalam tarekat tidjaniyah ini, karena thariqah ini lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan agama. Tetapi dalam hal pekerjaan, jama’ah thariqah tudjaniyah di sumenep ini diberikan kebebasan untuk bekerja di bidang apapun, namun lebih ditekankan pada pekerjaan yang  bersifat halal, serta tidak melakukan sesuatu yang dilarang atau hal-hal yang bersifat  subhat, yang belum jelas kehalalannya. Dalam hal mengelola keuangan, beliau tidak memikirkan apa yang menjadi kebutuhan dihari esok, yang terpenting apa yang dimilikinya saat itu  dan kebutuhannya tercukupi. Meskipun beliau tidak mempunyai persediaan kebutuhan untuk hari esok, beliau tetap mnerima dan bersyukur, apa yang beliau miliki hari ini, itulah yang beliau manfaatkan, beliau tidak terlalu memikirkan hari esok. Sebab beliau sudah yakin bahwa Allah yang mengatur segala rizki untuk setiap hambanya. Karena tujuan utama tasawuf adalah bisa dekat dengan Allah, maka hal-hal yang dilakukan oleh sufi hanyalah sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepadanya dan meninggalkan setiap hal-hal yang membuat beliau jauh dari Allah. Salah satunya ialah sikap gelisah atau khawatir akan hal duniawi dimana hal itu akan membuat hatinya tidak damai sehingga ibadahnya terganggu.
5. Dalam ajaran tasawuf, seseorang tidak diharamkan berkluarga, dalam segala hal bapak Sanaini (salah satu jama’ah tarekat di sumenep) bersikap tengah-tengah, artinya tidak berlebihan. Beliau mencintai keluarganya, namun masih lebih besar cintanya kepada Allah. Sikap beliau terhadap istri dan anaknya, hanya sebatas melakukan hak dan kewajiban sebagaimana seorang suami yaitu menafkahi lahir dan batin. Ketika salah satu dari keluarganya meninggal, beliau tidak menampakkan kesedihan yang berlebihan, karena beliau menganggap setiap apa yang ada di dunia adalah milik allah dan akan kembali pada-Nya. Beliau hanya  melakukan hal yang sewajarnya, seperti mendo’akannya.[9]












BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syeikh Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Muhtar bin Salim al-Tijani. Tarekat ini berasal dari Rasulullah langsung diberikan kepada al-Tijani, dan terus kepada keturunan al- Tijani sendiri serta kepada keturunan Ali bin Isa atau Ali bin Abi Thalib. Sedang ajarannya lebih sederhana dan relatif mudah.Tarekat Tijaniyah sejak tahun 1931 telah diakui kemuktabarahannya dimana di kalangan warga NU Namun dalam perkembanganya masih terus dipersoalkan kemuktabarahnnya, akan tetapi hal langsung dijawab dan dipertegas lagi oleh KH. Hasyim Muzadi, bahwa Tarekat Tijaniyah sah dan berdasar.Tarekat ini dalam sejarah perkembangannya sering terlibat dalam pergerakan politik dan telah pengarahan massa dalam rangka mencari simpati dan dukungan agar eksistensinya diakui oleh masyarakat dan sembari ikut serta dalam kegiatan dakwah Islamiyah. Bahkan tarekat ini termasuk yang reformis dan Neo-Sufisme.
Masuknya Tarekat ini ke Desa Prenduan Sumenep, berawal dari pulangnya Kyai Djauhari ke Desa Prenduan yang sebelumnya beliau mencari ilmu agama di Sidogiri, beliau terpaksa pulang karena ayah beliau telah dipanggil ke hadirat Ilahi.Kealiman beliau sangat terkenal di kalangan masyarakat Prenduan, bahkan beliau mendirikan Masyumi, namun dibubarkan oleh beliau.Hal ini tujuannya agar kadernya tidak aktif dalam dunia politik.Selain itu beliau mencoba untuk menerapkan apa yang  beliau peroleh selama di Sidogiri dan di Makkah Al-Mukarramah. Maka mulailah beliau mengarahkan para pemuda yang menekuni “black magic” dan membudayakan tarekat memburu wangsit dan mencari “kanuragan” yang oleh beliau dinilai sebagai bermain-main di tepi jurang kemusyrikan. Hal ini dapat di antisipasi dengan mencarikan alternatif  lain yang lebih Islami, yakni dengan cara menghakikatkan syariat melalui tarekat menuju makrifat. Dalam perjuangannya beliau melalui jalur tasawuf inipun banyak hambatan dan tantangan yang harus beliau hadapi baik yang datang dari dalam sendiri maupun dari luar ikhwan Tijaniyah. Dari sinilah berkembang Tarekat Tidjaiyah di Desa Prenduan Sumenep.
            Menurut Narasumber yang kami wawancarai terdapat kegiatan da amalan khusus yang diterapkan oleh jama’ah Taekat Tidjaiyah Di Desa Prenduan ini. Kegiatan yang diamalkan oleh masing-masing salik untuk thariqah ini, diantaranya:
a.       Pagi, Membaca istighfar 100 kali, shalawat 100 kalidan kalimat tahlil 100 kali
b.      Sore, istighfar 33 kali, shalawat 50 kali, tahlil 100 kali, shalawat jauharotul kamal 12 kali
c.       Malam, Membaca istighfar 100 kali, shalawat 100 kalidan kalimat tahlil 100 kali
Dalam kegiatan bulanannya, jamaah thariqah tidjaniyah ini memiliki beberapa amalan ritual khusus yang sering dibaca oleh para pengikutnya, diantaranya:
1.      Istighatsah, yang berarti permohonan atau semakna dengan do’a. Tetapi yang diamksud dengan istighatsah biasanya adalah do’a bersama yang tidak menggunakan kalimat-kalimat do’a secara langsung, melainkan mempergunakan bacaan-bacaan ratib tertentu.
2.      Manaqib. Manaqib sebebnarnya merupakan biografi seorang sufi besar atau kekasih allah seperti syekh abdul qadir jailani yang diakini oleh para pengikut thariqah memiliki kekuatan spiritual.
3.      Ratib. Ratib adalah serangkaian amalan yang biasanya harus diwiridkan oleh para pengamalnya. Ratib yang diwiridkan ini berupa kumpulan dan beberapa potongan ayat, atau beberapa surat pendek, yang digabung dngan bacaan-bacaan.
4.      Muzik, yaitu membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian seperti memukul rebana.
5.      Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
6.      Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan dzikir tertentu.
Menurut Narasumber, keenam ritual inilah yang membuat pengikut suatu tarekat melebur jiwanya dengan Allah, dan dengan jalan inilah seorang salik bisa lebih dekat dengan Allah.





DAFTAR PUSTAKA
Toriquddin, Moh.2008.Sekularitas Tasawuf.Malang:UIN MALIKI Press.
Fadhullah., Fauzan Adhima.2009.Sayyidul Ambiya’ dan Auliya’(Prenduan:Al-Amien Printing)Alwi Shihab.2009.Akar Tasawuf di Indonesia(Jakarta:Pustaka IIMAN)
Ihsan Ilahi Dhahir.2000.Darah Hitam Tasawuf: Studi Krisis Kesesatan Kaum Sufi.Jakarta:Darul Falah.
Kuswandi , Iwan dan Abdul Wahid Hasyim.2007.MengenalKH. Moh. Tijani Djauhari, MA, Menelusuri Kiprah dan Perjuangannya.Surabaya:MQA Surabaya.
Moh Hamzah Arsa, Muhammad Hamzah Arsa, Muhammad Munif, Iwan Kuswandi dan Ahmad Nur cholis Majid.2009.KH. A. Djauhari Chotib Muqaddam Tarekat Tidjaniyah Madura 1904-1971(Sumenep:Mutiara Press)
Hasil Dokumentasi Penelitian di Desa Prenduan, Kec.Pragaan Kab.Sumenep











Lampiran-lampiran
Gambar. KH. AhmadDjauhari
Gambar.Perkumpulan jama’ah Tarekat Tidjaniyah Di DesaPrenduan Sumenep ketika melaksanakan kegiatan bulanan.
Gambar.Lokasi Pondok Pesantren Al-Amin di Prenduan, Sumenep, Madura.


[1]Moh. Toriquddin.2008.Sekularitas Tasawuf(Malang:UIN MALIKI Press)hal.123
[2]Ibid.hal.124
[3]Ibid.hal.127
[4]Fauzan Adhima Fadhullah.2009.Sayyidul Ambiya’ dan Auliya’(Prenduan:Al-Amien Printing)hal.59-60
[5]Alwi Shihab.2009.Akar Tasawuf di Indonesia(Jakarta:Pustaka IIMAN)hal.183
[6]Ihsan Ilahi Dhahir,2000,Darah Hitam Tasawuf: Studi Krisis Kesesatan Kaum Sufi(Jakarta:Darul Falah)hal.303
[7]Iwan Kuswandi dan Abdul Wahid Hasyim, 2007, Mengenal KH. Moh. Tijani Djauhari, MA, Menelusuri Kiprah dan Perjuangannya(Surabaya:MQA Surabaya)hal.91
[8]Moh Hamzah Arsa, Muhammad Hamzah Arsa, Muhammad Munif, Iwan Kuswandi dan Ahmad Nur cholis Majid,2009.KH. A. Djauhari Chotib Muqaddam Tarekat Tidjaniyah Madura 1904-1971(Sumenep:Mutiara Press)hal.1-2
[9]Hasil Dokumentasi Penelitian di Desa Prenduan, Kec.Pragaan Kab.Sumenep