Pages

Minggu, 30 Oktober 2016

KODIFIKASI AL-QURAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Walaupun pada dasarnya Al-Qur’an diwahyukan secara lisan, Al-Qur’an sendiri menyebut sebagai kitab tertulis, sebagaimana disebut dalam surat al-An’am ayat:7 “ Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”
Ini memberi petunjuk bahwa wahyu tersebut tercatat dalam tulisan. Pada dasarnya ayat-ayat Al-Qur’an tertulis sejak awal perkembangan Islam, meski masyarakat yang baru lahir itu masih menderita berbagai permasalahan akibat kekejaman yang dilancarkan oleh kaum kafir Quraisy.
Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki ummat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf. Al-Qur’an baru ditulis dalam menggunakan kepingan-kepingan tulang, pelapah-pelapah kurma dan batu-batu, sesuai dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat tulis menulis, seperti kertas dan pensil.
Allah akan menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9, dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Dalam makalah ini penulis akan menggambarkan sejarah kodifikasi/ pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW dan setelah beliau wafat, baik pada masa Abu Bakar- ash-Shiddiq hingga Utsman bin Affan, termasuk kendala-kendala atau permasalahan yang muncul dalam proses penyusunan maupun setelah pengumpulan Al-Qur’an.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Pengumpulan Al-qur’an pada masa Nabi Muhammad Saw.
2.      Pengumpulan Al-qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
3.      Perbedaan pengumpulan Al-qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
4.      Tertib ayat dan surat dalam Al-qur’an.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui:
1.      Pengumpulan Al-qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW.
2.      Pengumpulan Al-qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
3.      Perbedaan pengumpulan Al-qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
4.      Tertip ayat dan surat dalam Al-qur’an.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengumpulan Al Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW.
Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an di masa nabi SAW. terbagi atas dua kategori:
1)      Pengumpulan dalam dada, dengan cara menghafal, menghayati, dan mengamalkan.
2)      Pengumpulan dalam dokumen, dengan cara menulis pada kitab, atau diwujudkan dalam bentuk ukiran.
1.      Pengumpulan Al-Qur’an dalam Dada (Hafalan)
Al-Qur’anul Karim turun kepada nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis). Karena itu perhatian nabi hanya sekedar menghafal dan menghayatinya, agar beliau dapat menguasai Al-Qur’an persis sebagaimana halnya Al-Qur’an yang diturunkan. Setelah itu beliau membacakannya kepada umatnya sejelas mungkin agara mereka pun dapat menghafal dan memantapkannya. Hal ini karena Nabi pun diutus Allah dikalangan ummi pula.

Allah berfirman yang artinya:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah.” (QS: Al-Jumuah Ayat: 2). (Muhammad:1998)[1]
Nabi Muhammad SAW. adalah orang yang pertama kali menghafal Al Qur’an dan para sahabat mencontoh suri tauladannya, sebagai usaha menjaga dan melestarikan Al Qur’an. Upaya pelestarian Al Qur’an pada masa nabi Muhammad SAW. dilakukan oleh Rasulullah sendiri setiap kali beliau menerima wahyu dari Allah. Setelah itu, beliau langsung mengingat dan menghafal  serta menyampaikannya kepada para sahabat. Lalu sahabat langsung menghafalnya dan menyampaikannya kepada keluarga dan para sahabat lainnya. Tidak hanya itu, mereka para sahabat langsung mempraktekkan perintah yang datang dari Allah melalui Rasul-Nya. Hal ini bisa kita lihat pada ayat tentang turunnya hijab.
Dalam menerima wahyu yang berupa Al Qur’an, Rasulullah SAW. sangat bersemangat untuk segera menghafalnya. Suatu ketika beliau pernah menggerakkan bibir dan lidahnya untuk membaca Al Qur’an tatkala wahyu turun kepadanya sebelum malaikat Jibril menyelesaikan wahyu itu, sebagai upaya keras untuk menghafalnya. Dari kejadian ini turunlah ayat QS. Al Qiyamah 75 : 16-19):
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya”.
Di dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman :
“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” ( QS. Thaha, 20 : 114 )
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu pernurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan Allah: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (al-Qiyamah [75]:17). Oleh Karena itu, ia adalah hafiz (penghafal) Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Qur’an diturunkan selama dua puluh tahun lebih. Proses penurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun sampai sepuluh ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat. Hal itu karena umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan dihati mereka.(Manna:2013)[2]
Para sahabat yang hafal Al-Qur’an pada masa Nabi SAW tak terhitung jumlahnya. Antara lain, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, Zaid bin Tsabit, Amr bin Ash, Ibnu Zubair, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Aishah, Hafshah, Umma Salamah. Sahabat penghafal Al-Qur’an yang mati syahid dalam perang Yamamah saja lebih dari 70 orang. Demikian pula yang mati syahid dalam peristiwa Bi’r Ma’unah juga sekitar 70 orang. Jadi jumlah pengahafal Al-Qur’an yang mati syahid pada dua perang itu saja sekitar 140 orang. Jelaslah bahwa jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an cukup banyak dan mencapai jumlah mutawatir, yaitu suatu jumlah dalam suatu periwayatan dalil yang mustahil sepakat untuk berdusta.(Muhammad:2002)[3]
2.      Pengumpulan Al-Qur’an dalam Bentuk Tulisan
Keistimewaan yang kedua dari Al-Qur’an Karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah SAW. Mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an, beliau memerintahkan kepada mereka untuk menulisnya dalam rangka memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tersebut dapat memudahkan penghafalan dan memperkuat daya ingat.
Meskipun menulis bukan keahlian umum di masa Nabi, di Makkah, yang menjadi pusat perdagangan, terdapat sejumlah orang yang bisa menulis. Al-Qur’an ditulis oleh sejumlah juru tulis baik atas inisiatif sendiri maupun atas instruksi dari Nabi, yang memanggil seorang juru tulis tiap kali setelah wahyu turun.(Farid:2002)[4]
Meskipun mayoritas umat islam percaya bahwa Nabi buta huruf, yang menjadi bukti kemukjizatan Al-Qur’an kepercayaan ini  tidak sepenuhnya bebas dari perdebatan. Bagaimanapun, tidak ada bukti yang menyatakan bahwa Nabi terlibat dalam penulisan al-Qur’an yang sesungguhnya.
Para penulis wahyu tersebut adalah para sahabat pilihan Rasul dari kalangan sahabat yang terbaik dan indah tulisannya sehinnga mereka benar-benar dapat mengemban tugas yang mulia ini. Diantara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Muawiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin, dan sahabat-sahabat lain. (Muhammad:1998)[5]
Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur’an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Tulisan-tulisan Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Zaid bin Sabit mengatakan: “Rasulullah telah wafat, sedang Qur’an belum dikumpulkan sama sekali.” Maksudnya ayat-ayat dan surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf. 
Al-Khattabi berkata: Rasulullah tidak mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau membacanya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada pada Khulafa’ur Rasyidin  sesuai dengan janji-Nya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar. (Manna:2013)[6]
Cara-cara penulisan
Adapun cara mereka menulis Al-Qur’an adalah menggunakan pelepah-pelepah kurma, kepingan batu, kulit/daun kayu, tulang binatang dan-sebagainya. Hal itu karena belum ada pabrik kertas di kalangan orang Arab. (Muhammad:1998)[7]
Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menuliskan Qur’an. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selain sarana-sarana tersebut. Dan dengan demikian, penulisan Qur’’an ini semakin menambah hafalan mereka.(Manna:2013)[8]
Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. Terdiri dari dua kategori, pertama: Pengumpulan Hadits dalam dada, maksudnya dengan cara menghafal. Rasulullah SAW. adalah orang yang pertama kali menghafal Al Qur’an dan para sahabat mencontoh suri tauladannya, sebagai usaha menjaga dan melestarikan Al Qur’an. Upaya pelestarian Al Qur’an pada masa nabi Muhammad SAW. dilakukan oleh Rasulullah sendiri setiap kali beliau menerima wahyu dari Allah. Setelah itu, beliau langsung mengingat dan menghafal  serta menyampaikannya kepada para sahabat. Lalu sahabat langsung menghafalnya dan menyampaikannya kepada keluarga dan para sahabat lainnya. Tidak hanya itu, mereka para sahabat langsung mempraktekkan perintah yang datang dari Allah melalui Rasul-Nya. Kedua: Pengumpulan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan. Rasulullah SAW. Mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an, beliau memerintahkan kepada mereka untuk menulisnya dalam rangka memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tersebut dapat memudahkan penghafalan dan memperkuat daya ingat.


B.     Pengumpulan Al Qur’an  Pada Masa Khulafaur Rasyidin
1.      Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah SAW. wafat, Abu Bakar As Shiddiq terpilih menjadi Khalifah dan pemimpin kaum muslimin. Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dilakukan kodifikasi terhadap naskah Al-Qur’an yang telah ditulis pada masa Nabi. Karakter kodifikasi Al-Qur’an pada masa ini ditandai dengan penyusunan Al-Qur’an dalam suatu naskah secara rapi dan berurutan; di mana suatu surah dapat dibaca secara sempurna dalam satu naskah karena ia tidak tersebar dalam lembaran-lembaran yang berbeda.(Kadar:2012)[9]
Pada masa kekhalifahannya, banyak terjadi kekacauan dan peristiwa yang di timbulkan oleh orang-orang murtad, pengikut nabi palsu Musailamah Al Kadzab. Kondisi inilah yang mengakibatkan terjadinya perang Yamamah yang terjadi pada tanggal 12 H. Dalam pertempuran itu, banyak sekali sahabat pembaca dan penghafal Al Qur’an yang gugur di medan perang. Data yang tercatat , menunjukkan 70 sahabat  dari para penghafal Al Qur’an. Riwayat lain ada yang menyebutkan bahwa jumlah sahabat yang gugur di medan perang sebanyak 500 sahabat. Umar bin Khattab merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah. Sebab perang Yamamah telah banyak membunuh para qari.
            Di segi lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan  di tempat-tempat lain akan membunuh banyak qari pula sehingga Qur’an akan hilang dan musnah. Abu Bakar menolak usulan ini dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat kedudukannya dalam qira;at, penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar waktu itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zaid bin Sabit memulai tugasnya yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada pada hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. (Manna:2013)[10]

2.      Pada Masa Umar bin Khattab
peristiwa yang mengakibatkan banyak penghafal yang gugur itulah  Umar bin Khattab Dari meminta kepada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq agar Al Qur’an segera di kumpulkan dan di tulis dalam sebuah kitab yang nantinya dinamakan dengan mushaf. Usulan ini disampaikan karena beliau merasa cemas dan khawatir bahwa Al Qur’an sedikit demi sedikit akan musnah  bila hanya mengandalkan hafalan, apalagi para penghapal Al Qur’an semakin berkurang dengan banyaknya mereka yang  gugur di medan perang.
Semula Khalifah Abu Bakar merasa ragu untuk menerima gagasan Umar bin Khattab itu, sebab Rasulullah SAW. tidak pernah memerintahkan untuk mengumpulkan Al Qur’an kepada kaum muslimin. Sehingga suatu saat  Allah membukakan hati Abu Bakar  dan menerima gagasan itu setelah betul-betul mempertimbangkan kebaikan dan manfaatnya. Abu Bakar ra tahu bahwa dengan mengumpulkan Al Qur’an sebagaimana yang diusulkan oleh Umar bin Khattab sarana yang sangat penting untuk menjaga kitab suci Al Qur’an dari kemusnahan, perubahan dan penyelewengan. (Muhammad:1998)[11]
Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah, putri Umar. (Manna:2013)[12]
3.      Pada Masa Ustman bin Affan
Pada masa kepemimpinan Utsman, daerah kekuasaan Islam telah meluas, orang-orang islam telah terpencar di berbagai daerah. Dan di masing-masing daerah berkembang bacaan(qiraah) sesuai dengan bacaan dari sahabat yang mengajar mereka. Penduduk Syam membaca Al-Qur’an mengikuti bacaan Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abu Musa Al-Asy’ari. Akibatnya, muncul diantara mereka perbedaan tentang bunyi huruf dan bacaan. Tidak jarang masalah ini menimbulkan pertikaian dan perpecahan. Bahkan akibat perbedaan qiraah dalam membaca Al-Qur’an, satu sama lain saling mengkufurkan.
Karena latar belakang tersebut Utsman dengan ketepatan pandangannya berpendapat untuk melakukan tindakan preventif. Ia mengumpulkan sahabat-sahabat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan untuk bermusyawarah dalam menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan. Mereka semua sependapat agar Amirul Mu’minin menyalin dan memperbanyak mushaf  kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang membakar mushaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan perselisihan dalam hal bacaan Al-Qur’an.
Utsman menugaskan kepada empat orang sahabat pilihan yang hafalannya dapat diandalkan, yakni Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al’Ash dan Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam. Utsman lalu meminta kepada Hafshah binti Umar agar ia sudi meminjamkan mushaf yang ada padanya sebagai hasil pengumpulan pada masa Abu Bakar, untuk disalin dan diperbanyak. Dan setelah selesai akan dikembalikan lagi. Hafshah mengabulkannya.  Setelah selesai kemudian Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya. (Muhammad:2002)[13]
Utsman r.a melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat ra. yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ali ra. bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah baiknya pendapatmu itu”. Mush’ab Ibn Sa’ad mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar mushaf-mushaf  yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan r.a yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah SAW. Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. (Rosihon:2013)[14]
Keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Usman itu telah disepakati oleh para sahabat. Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur’an seperti yang diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan usman telah mengembalikan lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula ke setiap wilayah masing-masing satu mushaf, dan ditahannya satu mushaf untuk di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang kemudian dikenal dengan nama “Mushaf Imam”. (Manna:2013)[15]
Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ditandai dengan penyusunan Al-Qur’an dalam suatu naskah secara rapi dan berurutan; di mana suatu surah dapat dibaca secara sempurna dalam satu naskah karena ia tidak tersebar dalam lembaran-lembaran yang berbeda. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Umar bin Khattab, Dari peristiwa yang mengakibatkan banyak penghafal yang gugur itulah  Umar bin Khattab meminta kepada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq agar Al Qur’an segera di kumpulkan dan di tulis dalam sebuah kitab yang nantinya dinamakan dengan mushaf. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Utsman adalah menyalinnya dalam satu huruf di antara ke tujuh huruf itu untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.

Dari nash-nash yang terdahulu maka nampak dengan jelas bahwa pengumpulan al-Qur'an pada zaman khalifah Abu Bakar r.a berbeda dengan pengumpulan di zaman 'khalifah Utsman r.a dari sisi faktor pendorong (motivasi) dan caranya. 
Pengumpulan al-Qur'an pada zaman khalifah Abu Bakar r.a dilakukan dengan mengumpulkan (memindahkan) catatan-catatan al-Qur'an yang terpisah-pisah yang ada di kulit binatang, tulang belulang, dan pelepah kurma. Lalu dikumpulkan dalam satu mushaf, yang ayat-ayat dan surat-suratnya tersusun rapi. Sedangkan, Pengumpulan al-Qur'an versi khalifah Utsman r.a yaitu dengan menyalin salah satu huruf dari tujuh huruf  al-Qur'an, supaya kaum Muslimin bersatu di atas mushaf yang satu.
Pengumpulan pada masa Abu Bakar dilatarbelakangi oleh banyaknya huffazh yang gugur. Sedangkan pengumpulan pada masa Utsman dipicu oleh adanya perbedaan dalam hal bacaan (qiraah) Al-Qur’an. Pengumpulan yang dilakukan pada masa Abu Bakar dilaksanakan dengan cara mengumpulkan berbagai tulisan dan lembaran Al-Qur’an yang ditulis oleh para penulis wahyu dihadapan Nabi SAW. Pada satu tempat. Sedang  pengumpulkan pada masa Utsman dilakukan dengan cara menyalin kembali apa yang telah terkumpul pada masa Abu Bakar menjadi beberapa salinan, lalu dikirimkan ke seluruh wilayah pemerintahan Islam. Jadi, jelas sekali bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang sama dengan yang ada pada masa Utsman, sama dengan mushaf yang ada pada masa Abu Bakar, dan sama dengan Al-Qur’an yang ditulis dan dihafal pada zaman Rasulullah SAW. Yang diwahyukan oleh Allah SWT. Melalui malaikat Jibril AS kepada Rasulullah SAW. (Muhammad:2002)[16]
Ibnut Tin dan yang lain mengatakan: “Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dengan Usman ialah bahwa pengumpulan yang dilakukan Abu bakar disebabkan oleh kekhawatiran akan hilangnya sebagian Qur’an karena kematian par penghafalnya, sebab ketika itu Qur’an belum terkumpul di satu tempat. Lalu Abu bakar mengumpulkannya dalam lembaran-lembaran dengan menertibkan ayat-ayat dan surahnya, sesuai dengan petunjuk Rasulullah kepada mereka. Sedang pengumpulan Usman disebabkan banyaknya perbedaan dalam hal qiraat, sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan. Karena khawatir akan timbul ‘bencana’, Usman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu ke dalam satu mushafdengan menertibkan/menyusun surah-surahnya dan membatasinya hanya pada bahasa Quraisy saja dengan alasan bahwa Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka(Quraisy). Sekalipun pada mulanya memang diijinkan membacanya dengan bahsa selain Qurisy guna menghindari kesulitan. Dan menurutnya keperluan demikian ini sudah berakhir, karena itulah ia membatasinya hanya pada satu logat saja.
 Para ulama telah berbeda pendapat dalam masalah jumlah mushaf yang dikirimkan oleh khalifah Utsman r.a ke pelosok negeri antara lain :. 
Pertama: Ada yang mengatakan: Jumlahnya ada 7, dikirimkan ke Mekah, Syam, Bashroh (daerah di Iraq), Kufah(daerah di Iraq), Yaman, Bahrain, dan Madinah.
Kedua: Ada yang mengatakan: jumlahnya ada empat; Iraq(dikirim untuk penduduk Iraq), Syam, Mishri (untuk penduduk Mesir), dan Mushaf al-Imam (yang disimpan di Madinah). AtauKufi (untuk penduduk Kufah), Bashri (untuk penduduk Bashroh),dan Syami.
Ketiga: Ada yang mengatakan jumlahnya ada lima, dan imam as-Suyuthi rahimahullah berpendapat bahwa ini adalah pendapat yang masyhur. (Manna:2013)[17]
Perbedaan pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dengan  Utsman yaitu: Pengumpulan pada masa Abu Bakar dilatarbelakangi oleh banyaknya huffazh yang gugur. Sedangkan pengumpulan pada masa Utsman dipicu oleh adanya perbedaan dalam hal bacaan (qiraah) Al-Qur’an. Pengumpulan yang dilakukan pada masa Abu Bakar dilaksanakan dengan cara mengumpulkan berbagai tulisan dan lembaran Al-Qur’an yang ditulis oleh para penulis wahyu dihadapan Nabi SAW. Pada satu tempat. Sedang  pengumpulkan pada masa Utsman dilakukan dengan cara menyalin kembali apa yang telah terkumpul pada masa Abu Bakar menjadi beberapa salinan, lalu dikirimkan ke seluruh wilayah pemerintahan Islam.

D. Tertib Ayat-ayat dan Surat  Dalam Al-Qur'an
A.    Pengertian
Tertib susunan ayat Al-Qur’an menurut jumhur adalah taufiqi (ketentuan dari Allah) bukan ijtihadi Rasulullah atau para penyusun Mushaf Al-Qur’an.
As-Suyuthi berkata : “Jibril menurunkan beberapa ayat kepada Rasulullah dan menunjukkan kepadanya tempat dimana ayat-ayat itu harus diletakkan dalam surah atau ayat-ayat yang turun sebelumnya. Lalu Rasulullah memerintahkan kepada para penulis wahyu untuk menuliskannya di tempat tersebut. Beliau mengatakan kepada mereka : “Letakkanlah ayat-ayat ini pada surah yang didalamnya disebutkan begini dan begini,” .
Mengenai susunan surat ini berbeda-beda pendapat ulama’
a)      Ada yang mengatakan bahwa susunan surat ini adalah taufiqi, terserah pada nabi SAW menurut apa yang di beritahukan oleh jibril tentang perintah tuhannya.
b)      Adapula yang mengatakan bahwa susunan surat itu berasalkan ijtihad sahabat. Alasannya ialah karena susunan mushaf itu berbeda-beda.
c)      Ada yang mengatakan bagian surat itu susunannya  taufiqiyah dan sebagian lagi adalah hasil ijtihad sahabat.(Mana’ul:1993)[18]
Al-Kirmani dalam kitab Al-Burhan mengatakan : “Tertib surah seperti yang kita kenal sekarang ini adalah menurut Allah pada Lauhful Mahfud, Al-Qur’an sudah menurut tertib ini. Dan menurut tertib ini pula Nabi membacakan dihadapan Malaikat Jibril setiap tahun di bulan Ramadhan apa yang telah dikumpulkannya dari Jibril itu. Pada tahun ke wafatannya Nabi membacakannya dihadapan Jibril dua kali.
B.     SURAH-SURAH DAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama الجزٔ (Juz). Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan).
Pembagian lain yakni Manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Dari segi panjang-pendeknya surat, 114 surat dalam 30 juz tersebut dibagi dalam 4 (empat) bagian, yaitu:
·         Ath-Thiwaal (as-sab’uth thiwaal) : adalah tujuh surat awal yang panjang-panjang yaitu : Al-Baqarah [2] Ali ‘Imran [3] An-Nisaa’ [4] Al-Maa'idah [5] Al-An’am [6] Al-A’raaf [7]Al-Anfal [8] dan At-Taubah [9] sekaligus. Sebagian ada yang mengatakan yang ke-tujuh surah Yunus.
Surat-surat yang panjang, terbagi atas sub-sub bagian lagi yang disebut Ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
·         Al-Mi’un : yaitu surah-surah yang ayat-ayatnya lebih dari seratus atau sekitar itu.
Contoh: Surat Huud [11], Yusuf [12], An-Nahl [16], Al-Mu'min [40], dll.
·         Al-Masani : yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah Al-Mi’un. Dinamakan Masani, karena surah itu diulang-ulang bacaannya lebih banyak dari Ath-Thiwaal dan Al Mi’un.
Contoh: Al-Hijr [15], Maryam [19], An-Naml [27], dll.
·          Al-Mufassal : yaitu surah yang dimulai dari surah Qaaf, ada pula yang mengatakan dimulai dari surah Al-Hujuraat. Dinamai Mufassal karena banyaknya pemisahan fasl (pemisahan) diantara surah-surah tersebut dengan basmallah. (Manna:2013)[19]
Mengenai susunan surat ini berbeda-beda pendapat ulama’
a.      Ada yang mengatakan bahwa susunan surat ini adalah taufiqi, terserah pada nabi SAW menurut apa yang di beritahukan oleh jibril tentang perintah tuhannya.
b.      Adapula yang mengatakan bahwa susunan surat itu berasalkan ijtihad sahabat. Alasannya ialah karena susunan mushaf itu berbeda-beda.
c.       Ada yang mengatakan bagian surat itu susunannya  taufiqiyah dan sebagian lagi adalah hasil ijtihad sahabat
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. Terdiri dari dua kategori, pertama: Pengumpulan Hadits dalam dada, maksudnya dengan cara menghafal. Rasulullah SAW. adalah orang yang pertama kali menghafal Al Qur’an dan para sahabat mencontoh suri tauladannya, sebagai usaha menjaga dan melestarikan Al Qur’an. Upaya pelestarian Al Qur’an pada masa nabi Muhammad SAW. dilakukan oleh Rasulullah sendiri setiap kali beliau menerima wahyu dari Allah. Setelah itu, beliau langsung mengingat dan menghafal  serta menyampaikannya kepada para sahabat. Lalu sahabat langsung menghafalnya dan menyampaikannya kepada keluarga dan para sahabat lainnya. Tidak hanya itu, mereka para sahabat langsung mempraktekkan perintah yang datang dari Allah melalui Rasul-Nya. Kedua: Pengumpulan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan. Rasulullah SAW. Mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an, beliau memerintahkan kepada mereka untuk menulisnya dalam rangka memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tersebut dapat memudahkan penghafalan dan memperkuat daya ingat.
Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ditandai dengan penyusunan Al-Qur’an dalam suatu naskah secara rapi dan berurutan; di mana suatu surah dapat dibaca secara sempurna dalam satu naskah karena ia tidak tersebar dalam lembaran-lembaran yang berbeda. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Umar bin Khattab, Dari peristiwa yang mengakibatkan banyak penghafal yang gugur itulah  Umar bin Khattab meminta kepada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq agar Al Qur’an segera di kumpulkan dan di tulis dalam sebuah kitab yang nantinya dinamakan dengan mushaf. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Utsman adalah menyalinnya dalam satu huruf di antara ke tujuh huruf itu untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
Perbedaan pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dengan  Utsman yaitu: Pengumpulan pada masa Abu Bakar dilatarbelakangi oleh banyaknya huffazh yang gugur. Sedangkan pengumpulan pada masa Utsman dipicu oleh adanya perbedaan dalam hal bacaan (qiraah) Al-Qur’an. Pengumpulan yang dilakukan pada masa Abu Bakar dilaksanakan dengan cara mengumpulkan berbagai tulisan dan lembaran Al-Qur’an yang ditulis oleh para penulis wahyu dihadapan Nabi SAW. Pada satu tempat. Sedang  pengumpulkan pada masa Utsman dilakukan dengan cara menyalin kembali apa yang telah terkumpul pada masa Abu Bakar menjadi beberapa salinan, lalu dikirimkan ke seluruh wilayah pemerintahan Islam.
Mengenai susunan surat ini berbeda-beda pendapat ulama:
Ø  Ada yang mengatakan bahwa susunan surat ini adalah taufiqi, terserah pada nabi SAW menurut apa yang di beritahukan oleh jibril tentang perintah tuhannya.
Ø  Adapula yang mengatakan bahwa susunan surat itu berasalkan ijtihad sahabat. Alasannya ialah karena susunan mushaf itu berbeda-beda.
Ø  Ada yang mengatakan bagian surat itu susunannya  taufiqiyah dan sebagian lagi adalah hasil ijtihad sahabat.




















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon.2013.Ulum Al-Qur’an.Bandung:Pustaka Setia.
Ali, Muhammad Ash-Shaabuuniy.1998.Studi Ilmu Al-Qur’an.Bandung:Pustaka Setia.
Khalil, Manna al-Qattan.2013.Studi Ilmu-ilmu Qur’an.Bogor:Pustaka Litera AntarNusa.
M. Yusuf, Kadar.2012.Studi Al-Qur’an.Jakarta:Bumi Aksara.
Ismail, Muhammad Yusanto.2002.Prinsip-prinsip Pemahaman Al-Qur’an dan Al-Hadits.Jakarta:Khairul Bayan.
Esack, Farid.2002.Samudera Al-Qur’an.Jogjakarta:Diva Press.
Quthan, Mana’ul.1993.pembahasan ilmu Al-quran.Jakarta:PT Rineka Cipta.



[1] Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy,1998,Studi Ilmu Al-Qur’an(Bandung:Pustaka Setia)hal.94
[2] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.179
[3]Muhammad Ismail Yusanto,2002,Prinsip-prinsip Pemahaman Al-Qur’an dan Al-Hadits(Jakarta:Khairul Bayan)hal.46-47
[4] Farid Esack,2002,Samudera Al-Qur’an(Jogjakarta:Diva Press)hal.151
[5] Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy,1998,Studi Ilmu Al-Qur’an(Bandung:Pustaka Setia)hal.98
[6] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.186-188
[7] Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy,1998,Studi Ilmu Al-Qur’an(Bandung:Pustaka Setia).hal.99
[8] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.186
[9] Kadar M. Yusuf,2012,Studi Al-Qur’an(Jakarta:Bumi Aksara)hal.37
[10] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.189
[11] Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy,1998,Studi Ilmu Al-Qur’an(Bandung:Pustaka Setia)hal.100
[12] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.189
[13]Muhammad Ismail Yusanto,2002,Prinsip-prinsip Pemahaman Al-Qur’an dan Al-Hadits(Jakarta:Khairul Bayan)hal.52-53
[14] Rosihon Anwar,2013,Ulum Al-Qur’an(Bandung:Pustaka Setia)hal.44
[15] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.195-196
[16]Muhammad Ismail Yusanto,2002,Prinsip-prinsip Pemahaman Al-Qur’an dan Al-Hadits(Jakarta:Khairul Bayan)hal.54
[17] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.198-199
[18] Mana’ul Quthan,1993,pembahasan ilmu Al-quran(Jakarta:PT Rineka Cipta)hal.157-158
[19] Manna Khalil al-Qattan,2013,Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Bogor:Pustaka Litera AntarNusa)hal.213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar