Pages

Minggu, 30 Oktober 2016

RIBA



                                                                     BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di dunia Islam. Oleh karenanya, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas Islam. Orang sering lupa bahwa hukum larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh seorang Muslim Amerika, Cyril Glasse, dalam buku ensiklopedinya, tidak diberlakukan di negeri Islam modern manapun. Sementara itu, kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa di dunia Kristenpun, selama satu milenium, riba adalab barang terlarang dalam pandangan theolog, cendekiawan maupun menurut undang-undang yang ada.
Di sisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-macam tentang bunga dan riba.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan riba dan bagaimana hukumnya ?
2.      Sebutkan macam-macam riba ?
3.      Bagaimana praktek riba dalam kegiatan ekonomi modern ?
4.      Bagaimana Hikmah diharamkannya riba ?
5.      Sebutkan ayat Al-Qurán dan Hadits tentang riba ?

C.      Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui apa itu riba dan hukum riba
2.      Untuk mengetahui macam-macam riba
3.      Mengetahui praktek riba dalam kegiatan ekonomi modern
4.      Untuk memahami hikmah diharamkannya riba
5.      Untuk mengetahui aat Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan riba


                                                            BAB II
                                                     PEMBAHASAN
A.      Pengertian Riba
Pengertian Secara etimologis (bahasa), riba berarti tambahan (ziyâdah) atau  berarti tumbuh dan membesar[1].Adapun menurut istilah riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya imbalan atau pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.Adapun menurut istilah syariat para fuqaha sangat  beragam dalam mendefinisikannya, diantaranya yaitu :
Ø  Menurut Al-Mali riba adalah akad yang terjadi atas penukaran  barang tertentu yang tidak diketahui tmbangannya menurut ukuran syara’ ketika berakad atau dengan mengakhirkantukarana kedua belah pihak atau salah satu keduanya.
Ø  Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, yang dimaksud dengan riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidakdiketahui sama atau tidak menurut aturan syara‟ atau terlambatsalah satunya.
Ø  Menurut Syaikh Muhammad Abduh berpendapat riba adalah penambahan-penambahan yang disayaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya karena pengunduran  janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.[2]
Pada dasarnya riba secara bahasa dapat berarti kenaikan, tambahan, ekspansi atau pertumbuhan. sebagian pemikir memandang riba sebagai tambahan yang “berlipat ganda” (adh’afan mudha’afah) sehingga ketika terdapat tambahan pengembalian (misalnya  dalam konteks pinjaman) , kalau tidak berlipat ganda, maka ia bukanlah riba (seperti tingkat bunga saat ini yang relatif rendah ). Namun sebagian ulama memandang bahwa riba adalah segala tambahan tertentu yang harus dibayar peminjam kepada pemberi pinjaman berdasarkan besarnya injaman atau perpanjangan masa pembayarannya. Artinya segala tambahan yang pasti dan sudah sudah ditentukan sejak awal peminjaman disebut riba, baik ia bernilai kecil apalagi berlipat ganda.[3]
          Para ulama sepakat bahwa riba hukumnya haram berdasarkan dalil dari Al-Qur’an , As-Sunnah serta Ijma’ kaum muslimin.
Dalil Al-Qur’an diantaranya adalah firman Allah (Al-aqarah : 275)
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya : “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
B.       Macam-macam Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang piutang dan Riba Jual beli.
Riba Utang Piutang dibagi dua, yaitu:
1.      Riba qardhi adalah suatu manfaat yang disyaratkan  terhadap yang berutang (muqtaridh). Riba Qardh ini muncul akibat adanya tambahan atas pokok pinjaman yang dipersyaratkan di muka oleh kreditur atau shahibul maal kepada pihak yang berhutang (debitur), yang diambil sebagai keuntungan.
Contoh : shahibul maal memberi pinjaman uang kepada debitur Rp. 10.000.000 dengan syarat debitur wajib mengembalikan pinjaman tersebut sebesar Rp. 15.000.000 pada saat jatuh tempo, maka yang Rp. 5.000.000 termasuk riba qardh.
2.      Riba Jahiliyah
Riba yang muncul akibat adanya tambaha persyaratan dari kreditur (shahibul maal), dimana pihak debitur diharuskan membayar utang yang lebih dari pokoknya karena ketidakmampuan debitur dalam melakukan pembayaran pada saat jatuh tempo.
Contoh : debitur memiliki utang senilai Rp. 10.000.000, jatuh tempo pada tanggal 1 Mei 2015. Namun sampai dengan tanggal tersebut, debitur tidak mampu membayar. Akhirnya pihak kreditur membuat syarat tambahan yaitu jangka waktu diperpanjang tetapi jumlah utang bertambah menjadi Rp. 15.000.00011

Riba Jual Beli, dibagi mejadi dua yaitu :
1.      Riba Fadl
Riba fadladalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda.
Contoh : 20kg beras kualitas bagus, ditukar dengan 30 kg beras kualitas menengah.
2.      Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul kaarena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Contoh: Beli radio Rp. 50.000,- (jika kontan) menjadi Rp. 60.000,- (jika hutang) (yang Rp. 10.000,- termasuk riba nasi’ah).[4]
Barang-barang ribawi itu ada enam, yaitu : 2 berupa mata uang yang terdiri dari emas dan perak (semua diqiyaskan kepada keduanya seperti mata uang rupiah, ringgit, dolar dan lainnya) dan yang 4 berupa makanan, yaitu kurma, gandum, jawawut/sya’ir sejenis gandum (dan semua diqiyaskan kepada ketiganya sebagai makanan) dan garam. Pertukaran barang-barang sejenis haruslah sama ukuran dan jumlahnya, sedangkan pertukaran barang berbeda jenis dapat dilakukan dengan memperhatikan perbandingan harga barang-barang tersebut. Misalnya garm bisa ditukar dengan kurma, selama nilai tukar kedua barang adalah sebanding dengan harga masing-masing barang tersebut, atau biasa dikenal dengan sistem barter.[5]

C.      Riba dalam Kegiatan Ekonomi Modern
Dengan perkembangan zaman dan disertai pula dengan perkembangan transaksi keuangan dalam dunia modern ini, tampaknya ada perbedaan penafsiran tentang riba, hal ini dapat di ketahui dengan adanya sistem bunga di beberapa institusi bahkan pribadi seseorang yang melakukan transaksi hutang piutang atau pinjaman.[6]
Contoh-contoh riba  dalam kegiatan ekonomi modern
1.      Lembaga Keuangan Konvensional
Lembaga keuangan konvensional dengan menggunakan sistem bunga. Nasabah yang menyimpan uangnya di lembaga keuangan mendapatkan imbalan berupa bunga sebesar presentase tertentu dari uang yang disimpan di Lembaga keuangan tersebut. Demikian pula nasabah yang meminjam uang ke lembaga keuangan harus membayar bunga sebesar presentase tertentu dari pinjaman pokoknya. Berdasarkan dalil-dalil qur’an, maka hukum bertransaksi seperti diatas adalah haram karena mengandung unsur Riba. MUI telah mengeluarkan fatwa larangan bunga lembaga keuangan pada simpanan berbetuk, giro (NO: 01/DSN-MUI/IV/2000), tabungan (NO: 02/DSN-MUI/IV/2000), dan deposito (NO : 03/DSN-MUI/IV/2000)
2.      Lembaga Pembiayaan Kendaraan Bermotor Konvensional
Lembaga keuangan menyediakan dana pembelian kredit sepeda motor. Misalnya : harga jual sepeda motor secara tunai senilai 15 juta, apabila seseorang ingin membeli sepeda motor dengan angsuran selama tiga tahun maka harganya menjadi 18 juta, kalau empat tahun 20 juta, dan kalu lima tahun 22 juta. Hukum bertransaksi seperti ini haram karena mengandung unsur riba da jual beli dengan dua harga dalam satu penjualan. Adanya perbedaan jual beli tunai dan kredit tersebut karena pada saat jual beli dilakukan secara kredit, pihak lembaga keuangan mengenakan bunga. Bunga yang ditetapkan akan berbeda-beda tergantung dari jangka waktu kreditnya. Semakin lama jangka waktu kreditnya, maka semakin tinggi bunganya.
3.      Obligasi
Obligasi merupakan salah satu instrumen keuangan berupa surat pengakuan utang dari satu pihak kepada pihak lain yang membeli obligasi tersebut sejumlah nilai tertentu yang tertera dalam obligasi tersebut. Pihak yang mengeluarkan obligasi memberikan imbalan berupa bunga sebesar presentase tertentu dari pokok utang yang tertera dalam obligasi tersebut. Maka hukum obligasi adalah haram karena mengandung unsur Riba, yaitu adanya tambahan dari pokok modal/utang.[7]

D.      Hikmah Diharamkannya Riba
Ketika islam memerintahkan umatnya untuk melaksanakn sesuatu perkara, tentunya hal itu akan memberikan manfaat dan terdapat hikmah yang baik bagi umat sendiri. Demikian juga ketika islam melarang umatnya melakukan suatu perkara, tentu terdapat kemudharatan di dalam perkara tersebut. Pelarangan praktik riba dalam kehidupan umat islam menunjukkan bahwa riba pasti berdampak tidak baik (negatif) bagi umat sendiri. Sayyid sabiq menebutkan beberapa hikmah pengharaman riba, diantaranya :
1.      Riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antar individu dan juga menghilagkan sikap tolong menolong sesama umat. Kepekaan sosial orang yang kaya terhadap orang yang kurang mampu (miskin) menunjukkan keshalihan secara sosial.
2.      Riba menumbuhkan mental boros dan malas yang mau mendapatkan harta banyak tanpa mau bekerja keras. Misalnya seseorang memiliki uang satu miliar, kemudian meminjamkn kepada orang lain dengan menunggu riba sebesar 5% perbulan, maka tanpa kerja keras yang berarti ia akan mendapatkan riba sebesar Rp. 50 juta setiap bulannya.
3.      Riba merupakan bentuk penjajahan ekonomi dari orang yang kaya terhadap orang yang miskin. Si miskin harus bekerja keras untuk melunasi hutang dan riba yang dipungut oleh orang kaya, padahal untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya saja ia kesulitan.
4.      Riba bertentangan dengan ajaran islam yang selalu menganjutrkan umatnya untuk bersedekah dan berakat sebagai bentuk rasa syukur dan mengharap keridhaan Allah. “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mendapat ridha Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya.[8]

E.       Ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang Riba
Surat Ar-Rum : 39
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُون

Artinya : “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
Ayat tersebut tidak mengandung ketetapan hukum pasti tentang haramnya riba. Karena kala riba memang belum diharamkan. Riba baru diharamkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di kota Al-Madinah. Hanya saja ini mempersiapkan jiwa kaum muslimin agar mampu menerima hukum haramnya riba yang terlanjur membudaya kala itu.
Al-Imran ; 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130)
Ayat di atas mejelaskan bahwa riba diharamkan karena dikaitkan dengan suatu tambahan yang berlipat ganda. para ahli tafsir berpendapat behwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak di praktekan pada masa tersebut tapi bukan menjadi persyaratan diharamkanya riba
Hadits tentang Riba
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. “

Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul bari/V:4/H:394/bab:24)





           













BAB III
KESIMPULAN

Pengertian Secara etimologis (bahasa), riba berarti tambahan (ziyâdah) atau  berarti tumbuh dan membesar.hukum riba adalah haram sesuai dalil dalam al-qur’an (Al-Baqarah; 275)
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya : “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Macam-macam riba ada dua, yaitu :
1.      Riba utang pitang (Riba Qardh dan Riba jahiliyah)
2.      Riba Jual Beli (Riba Fadl dan Riba Nasi’ah)
Praktek Riba dalam kegiatan ekonomi saat ini misalnya pada :
1.      Lembaga Keuangan Konvensional
2.      Lembaga Pembiayaan Kendaraan Bermotor Konvensional
3.      Obligasi
Adapun hukamh diharamkannya riba adalah :
1.      Riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antar individu
2.      Riba menumbuhkan mental boros dan malas
3.      Riba merupakan bentuk penjajahan ekonomi
4.      Riba bertentangan dengan ajaran islam







                                                DAFTAR PUSTAKA

Abisyahbah, Muhammad bin Muhammad.Hulul li musykilat al-riba, Kairo:  Maktabah al-sunnah, 1996
Ghafur W, Muhammad. Memahami Bunga dan Riba ala Muslim Indonesia. Yogyakarta: Biruni Press. 2008
Nur diana, Ilfi. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang: Uin-malang press. 2008.
Anwar, Syamsul. Studi Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: RM Books. 2007.
Qqbaihaqie.wordpress.com


[1] Muhammad bin Muhammad Abisyahbah, Hulul li musykilat al-riba, (Kairo:  Maktabah al—sunnah, 1996/1416), hal. 40.
[3] Muhammad Ghafur W. Memahami Bunga dan Riba ala Muslim Indonesia. (Yogyakarta: Biruni Press. 2008). Hal.30.
[4] Ilfi Nur diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (malang: Uin-malang press. 2008) Hal 139-141
[5] Muhammad Ghafur W. Memahami Bunga dan Riba ala Muslim Indonesia. (Yogyakarta: Biruni Press 2008). Hal. 34.
[6] Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: RM Books, 2007). Hal. 06
[7] Qqbaihaqie.wordpress.com
[8]Muhammad Ghafur W. Memahami Bunga dan Riba ala Muslim Indonesia. (Yogyakarta: Biruni Press 2008). Hal. 37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar