BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di
dunia Islam. Oleh karenanya, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas
Islam. Orang sering lupa bahwa hukum larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh
seorang Muslim Amerika, Cyril Glasse, dalam buku ensiklopedinya, tidak
diberlakukan di negeri Islam modern manapun. Sementara itu, kebanyakan orang
tidak mengetahui bahwa di dunia Kristenpun, selama satu milenium, riba adalab
barang terlarang dalam pandangan theolog, cendekiawan maupun menurut
undang-undang yang ada.
Di sisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan
bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit diberantas,
sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan pembatasan
terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli fikih
tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing memiliki
alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-macam tentang
bunga dan riba.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan riba dan bagaimana hukumnya ?
2.
Sebutkan macam-macam riba ?
3.
Bagaimana praktek riba dalam kegiatan ekonomi modern ?
4.
Bagaimana Hikmah diharamkannya riba ?
5.
Sebutkan ayat Al-Qurán dan Hadits tentang riba ?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui apa itu riba dan hukum riba
2.
Untuk mengetahui macam-macam riba
3.
Mengetahui praktek riba dalam kegiatan ekonomi modern
4.
Untuk memahami hikmah diharamkannya riba
5.
Untuk mengetahui aat Al-Qur’an dan Hadits yang
berkaitan dengan riba
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Riba
Pengertian
Secara etimologis (bahasa), riba berarti tambahan (ziyâdah) atau berarti
tumbuh dan membesar[1].Adapun menurut
istilah riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya
imbalan atau pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.Adapun
menurut istilah syariat para fuqaha sangat beragam dalam mendefinisikannya,
diantaranya yaitu :
Ø Menurut Al-Mali riba adalah akad yang terjadi atas penukaran
barang tertentu yang tidak diketahui tmbangannya menurut ukuran syara’
ketika berakad atau dengan mengakhirkantukarana kedua belah pihak atau salah
satu keduanya.
Ø Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, yang dimaksud dengan
riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidakdiketahui sama
atau tidak menurut aturan syara‟ atau terlambatsalah satunya.
Ø Menurut Syaikh Muhammad Abduh berpendapat riba adalah
penambahan-penambahan yang disayaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada
orang yang meminjam hartanya karena pengunduran janji pembayaran oleh
peminjam dari waktu yang telah ditentukan.[2]
Pada dasarnya riba secara bahasa dapat berarti
kenaikan, tambahan, ekspansi atau pertumbuhan. sebagian pemikir memandang riba
sebagai tambahan yang “berlipat ganda” (adh’afan mudha’afah) sehingga ketika
terdapat tambahan pengembalian (misalnya
dalam konteks pinjaman) , kalau tidak berlipat ganda, maka ia bukanlah
riba (seperti tingkat bunga saat ini yang relatif rendah ). Namun sebagian
ulama memandang bahwa riba adalah segala tambahan tertentu yang harus dibayar
peminjam kepada pemberi pinjaman berdasarkan besarnya injaman atau perpanjangan
masa pembayarannya. Artinya segala tambahan yang pasti dan sudah sudah
ditentukan sejak awal peminjaman disebut riba, baik ia bernilai kecil apalagi
berlipat ganda.[3]
Para ulama sepakat bahwa
riba hukumnya haram berdasarkan dalil dari Al-Qur’an , As-Sunnah serta Ijma’
kaum muslimin.
Dalil Al-Qur’an
diantaranya adalah firman Allah (Al-aqarah : 275)
وَأَحَلَّ اللّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya : “Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
B.
Macam-macam Riba
Secara
garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang piutang dan Riba
Jual beli.
Riba Utang Piutang
dibagi dua, yaitu:
1. Riba qardhi adalah suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh). Riba
Qardh ini muncul akibat adanya tambahan atas pokok pinjaman yang dipersyaratkan
di muka oleh kreditur atau shahibul maal kepada pihak yang berhutang (debitur),
yang diambil sebagai keuntungan.
Contoh : shahibul maal memberi
pinjaman uang kepada debitur Rp. 10.000.000 dengan syarat debitur wajib
mengembalikan pinjaman tersebut sebesar Rp. 15.000.000 pada saat jatuh tempo,
maka yang Rp. 5.000.000 termasuk riba qardh.
2.
Riba Jahiliyah
Riba yang muncul akibat adanya
tambaha persyaratan dari kreditur (shahibul maal), dimana pihak debitur
diharuskan membayar utang yang lebih dari pokoknya karena ketidakmampuan
debitur dalam melakukan pembayaran pada saat jatuh tempo.
Contoh : debitur memiliki utang
senilai Rp. 10.000.000, jatuh tempo pada tanggal 1 Mei 2015. Namun sampai
dengan tanggal tersebut, debitur tidak mampu membayar. Akhirnya pihak kreditur
membuat syarat tambahan yaitu jangka waktu diperpanjang tetapi jumlah utang
bertambah menjadi Rp. 15.000.00011
Riba Jual Beli, dibagi mejadi dua yaitu :
1.
Riba Fadl
Riba fadladalah pertukaran antar
barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda.
Contoh : 20kg beras kualitas bagus,
ditukar dengan 30 kg beras kualitas menengah.
2. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah adalah penangguhan
penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis
barang ribawi lainnya. Riba ini muncul kaarena adanya perbedaan, perubahan atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Contoh: Beli
radio Rp. 50.000,- (jika kontan) menjadi Rp. 60.000,- (jika hutang)
(yang Rp. 10.000,- termasuk riba nasi’ah).[4]
Barang-barang
ribawi itu ada enam, yaitu : 2 berupa mata uang yang terdiri dari emas dan
perak (semua diqiyaskan kepada keduanya seperti mata uang rupiah, ringgit,
dolar dan lainnya) dan yang 4 berupa makanan, yaitu kurma, gandum,
jawawut/sya’ir sejenis gandum (dan semua diqiyaskan kepada ketiganya sebagai
makanan) dan garam. Pertukaran barang-barang sejenis haruslah sama ukuran dan
jumlahnya, sedangkan pertukaran barang berbeda jenis dapat dilakukan dengan
memperhatikan perbandingan harga barang-barang tersebut. Misalnya garm bisa
ditukar dengan kurma, selama nilai tukar kedua barang adalah sebanding dengan
harga masing-masing barang tersebut, atau biasa dikenal dengan sistem barter.[5]
C.
Riba dalam Kegiatan
Ekonomi Modern
Dengan perkembangan zaman dan disertai pula dengan
perkembangan transaksi keuangan dalam dunia modern ini, tampaknya ada perbedaan
penafsiran tentang riba, hal ini dapat di ketahui dengan adanya sistem bunga di
beberapa institusi bahkan pribadi seseorang yang melakukan transaksi hutang piutang atau pinjaman.[6]
Contoh-contoh riba dalam
kegiatan ekonomi modern
1.
Lembaga Keuangan
Konvensional
Lembaga keuangan konvensional dengan
menggunakan sistem bunga. Nasabah yang menyimpan uangnya di lembaga keuangan
mendapatkan imbalan berupa bunga sebesar presentase tertentu dari uang yang
disimpan di Lembaga keuangan tersebut. Demikian pula nasabah yang meminjam uang
ke lembaga keuangan harus membayar bunga sebesar presentase tertentu dari
pinjaman pokoknya. Berdasarkan dalil-dalil qur’an, maka hukum bertransaksi
seperti diatas adalah haram karena mengandung unsur Riba. MUI telah
mengeluarkan fatwa larangan bunga lembaga keuangan pada simpanan berbetuk, giro
(NO: 01/DSN-MUI/IV/2000), tabungan (NO: 02/DSN-MUI/IV/2000), dan deposito (NO :
03/DSN-MUI/IV/2000)
2.
Lembaga Pembiayaan
Kendaraan Bermotor Konvensional
Lembaga keuangan menyediakan dana
pembelian kredit sepeda motor. Misalnya : harga jual sepeda motor secara tunai
senilai 15 juta, apabila seseorang ingin membeli sepeda motor dengan angsuran
selama tiga tahun maka harganya menjadi 18 juta, kalau empat tahun 20 juta, dan
kalu lima tahun 22 juta. Hukum bertransaksi seperti ini haram karena mengandung
unsur riba da jual beli dengan dua harga dalam satu penjualan. Adanya perbedaan
jual beli tunai dan kredit tersebut karena pada saat jual beli dilakukan secara
kredit, pihak lembaga keuangan mengenakan bunga. Bunga yang ditetapkan akan
berbeda-beda tergantung dari jangka waktu kreditnya. Semakin lama jangka waktu
kreditnya, maka semakin tinggi bunganya.
3.
Obligasi
Obligasi merupakan salah satu
instrumen keuangan berupa surat pengakuan utang dari satu pihak kepada pihak
lain yang membeli obligasi tersebut sejumlah nilai tertentu yang tertera dalam
obligasi tersebut. Pihak yang mengeluarkan obligasi memberikan imbalan berupa
bunga sebesar presentase tertentu dari pokok utang yang tertera dalam obligasi
tersebut. Maka hukum obligasi adalah haram karena mengandung unsur Riba, yaitu
adanya tambahan dari pokok modal/utang.[7]
D.
Hikmah Diharamkannya
Riba
Ketika islam memerintahkan umatnya untuk melaksanakn
sesuatu perkara, tentunya hal itu akan memberikan manfaat dan terdapat hikmah
yang baik bagi umat sendiri. Demikian juga ketika islam melarang umatnya
melakukan suatu perkara, tentu terdapat kemudharatan di dalam perkara tersebut.
Pelarangan praktik riba dalam kehidupan umat islam menunjukkan bahwa riba pasti
berdampak tidak baik (negatif) bagi umat sendiri. Sayyid sabiq menebutkan
beberapa hikmah pengharaman riba, diantaranya :
1.
Riba dapat menimbulkan
sikap permusuhan antar individu dan juga menghilagkan sikap tolong menolong
sesama umat. Kepekaan sosial orang yang kaya terhadap orang yang kurang mampu
(miskin) menunjukkan keshalihan secara sosial.
2.
Riba menumbuhkan mental
boros dan malas yang mau mendapatkan harta banyak tanpa mau bekerja keras.
Misalnya seseorang memiliki uang satu miliar, kemudian meminjamkn kepada orang
lain dengan menunggu riba sebesar 5% perbulan, maka tanpa kerja keras yang
berarti ia akan mendapatkan riba sebesar Rp. 50 juta setiap bulannya.
3.
Riba merupakan bentuk
penjajahan ekonomi dari orang yang kaya terhadap orang yang miskin. Si miskin
harus bekerja keras untuk melunasi hutang dan riba yang dipungut oleh orang
kaya, padahal untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya saja ia kesulitan.
4.
Riba bertentangan dengan
ajaran islam yang selalu menganjutrkan umatnya untuk bersedekah dan berakat
sebagai bentuk rasa syukur dan mengharap keridhaan Allah. “Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mendapat ridha Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya.[8]
E.
Ayat Al-Qur’an
dan Hadits tentang Riba
Surat Ar-Rum : 39
وَمَا
آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ
اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُضْعِفُون
Artinya : “Dan sesuatu Riba
(tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian)
Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
Ayat tersebut tidak
mengandung ketetapan hukum pasti tentang haramnya riba. Karena kala riba memang
belum diharamkan. Riba baru diharamkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di kota Al-Madinah. Hanya saja ini mempersiapkan jiwa kaum muslimin agar
mampu menerima hukum haramnya riba yang terlanjur membudaya kala itu.
Al-Imran ; 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا
مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya :“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali
Imraan: 130)
Ayat
di atas mejelaskan bahwa riba diharamkan karena dikaitkan dengan suatu tambahan
yang berlipat ganda. para ahli tafsir berpendapat behwa pengambilan bunga
dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak di praktekan
pada masa tersebut tapi bukan menjadi persyaratan diharamkanya riba
Hadits tentang Riba
Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
“Hindarilah tujuh hal
yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang
haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh
berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. “
Diriwayatkan oleh imam
Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah melaknat
pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba,
dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul
bari/V:4/H:394/bab:24)
BAB
III
KESIMPULAN
Pengertian Secara etimologis (bahasa), riba berarti
tambahan (ziyâdah) atau berarti tumbuh dan membesar.hukum riba adalah haram sesuai dalil dalam al-qur’an (Al-Baqarah; 275)
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya : “Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.”
Macam-macam riba ada dua, yaitu :
1.
Riba utang pitang (Riba
Qardh dan Riba jahiliyah)
2.
Riba Jual Beli (Riba Fadl
dan Riba Nasi’ah)
Praktek Riba dalam kegiatan ekonomi saat ini
misalnya pada :
1.
Lembaga Keuangan
Konvensional
2.
Lembaga Pembiayaan
Kendaraan Bermotor Konvensional
3.
Obligasi
Adapun hukamh diharamkannya riba adalah :
1.
Riba dapat menimbulkan
sikap permusuhan antar individu
2.
Riba menumbuhkan mental
boros dan malas
3.
Riba merupakan bentuk
penjajahan ekonomi
4.
Riba bertentangan dengan
ajaran islam
DAFTAR
PUSTAKA
Abisyahbah, Muhammad bin Muhammad.Hulul li musykilat
al-riba, Kairo: Maktabah al-sunnah,
1996
Ghafur W, Muhammad. Memahami Bunga dan Riba ala Muslim
Indonesia. Yogyakarta: Biruni Press. 2008
Nur diana, Ilfi. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang:
Uin-malang press. 2008.
Anwar, Syamsul. Studi Hukum Islam Kontemporer.
Jakarta: RM Books. 2007.
Qqbaihaqie.wordpress.com
[1]
Muhammad bin Muhammad Abisyahbah, Hulul li musykilat al-riba, (Kairo: Maktabah al—sunnah, 1996/1416), hal. 40.
[3] Muhammad
Ghafur W. Memahami Bunga dan Riba ala Muslim Indonesia. (Yogyakarta: Biruni
Press. 2008). Hal.30.
[4]
Ilfi Nur diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (malang: Uin-malang press. 2008) Hal
139-141
[5] Muhammad Ghafur W.
Memahami Bunga dan Riba ala Muslim Indonesia. (Yogyakarta: Biruni Press 2008).
Hal. 34.
[6]
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: RM Books, 2007). Hal.
06
[7]
Qqbaihaqie.wordpress.com
[8]Muhammad
Ghafur W. Memahami Bunga dan Riba ala Muslim Indonesia. (Yogyakarta: Biruni
Press 2008). Hal. 37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar