“PENELITIAN TAREKAT TIDJANIYAH”
(Jama’ahTarekatTidjaniyah di DesaPrenduanSumenep Madura)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah jantung
masyarakat Madura. Islam Menjadi titik sentral dimana seluruh aktivitas
masyarakat Madura baik memulai dan mengakhiri aktivitasnya sehari-hari. Islam
bagi masyarakat Madura merupakan hitam-putihnya warna kehidupan mereka dalam
berbagai aspek. Beragama Islam bagi mereka berarti kesetiaan untuk taat dan
patuh terhadap ajaran islam serta berusaha merealisasikan dalam kehidupan
nyata.
Tingginya apresiasi
masyarakat Madura dalam beragama, setidaknya bisa dilihat dari betapa
antusiasnya mereka memakmurkan masjid, mushalla, dan langgar yang bertebaran
diseluruh penjuru kota Madura. Kenyataan ini mengindikasikan betapa agama islam
telah mengakar kuat di Madura. Tidak itu saja, spirit beragama juga telah
mewarnai bahkan telah mengubah pola pikir, pola tindakan, dan pola sikap
masyarakat Madura.
Adapun proses
internalisasi dan sosialisasi ajaran tasawuf banyak dilakukan lewat gerakan
tarekat selain lewat proses pembelajaran lewat kitab kuning dilingkungan
pesantren dan di madrasah. Bahkan tasawuf juga banyak digunakan sebagai bahan
dalam pengajian dan ceramah yang disampaikan oleh para ulama. Beberapa tarekat
yang berkembang di Madura antara lain : Tarekat Qadiriyah, Tarekat Syattariyah,
tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Tijaniyah.
Kesemarakan hidup beragama
dan kegairahan masyarakat dipedesaan maupun diperkotaan mengamalkan ajaran
tarekat, dan tampaknya merupakan bagian dari usaha masyarakat madura yang
belajar dimakkah atau di Madinah. Untuk membawa masyarakat madura untuk mencari
jawaban terhadap realitas makna hidup yang tak dapat diselesaikan oleh ilmu dan
teknologi. Salah satu kaum sufi atau mistik adalah penggunaan rasa/ perasaan
dalam memahami sesuatu. Maka ketika menjumpai masalah-masalh dalam agama mereka
mengungkap rahasianya dengan perasaan bukan dengan logika.
Dan salah satu dari ulama
madura yang membawa ajaran tarekat adalah kiyai Djahuri Cotib. beliaulah yang
pertama kali mengenalkan tarekat tidjaniyah di Madura, hal ini dibuktikan
karena beliau dikokohkan sebagai mukoddam setelah beliau berguru kepada Syeh
Muhammad Bin Abdul Hamid Al-Futy. Dengan mengikuti pola dakwah Rasulullah Saw.
Kiyai Djahuri memperkenalkan pertama kali Tarekat Tijaniyah kepada keluarganya,
kerabat-kerabat dekatnya dan kepada santri-santrinya.
Perjuangan Para tokoh
Tijani di Madura tidak berhenti disini saja walaupun sosok figur Kiyai Djahuri
dan Kiyai Tijani sudah wafat. Para keturunan-keturunannya, kerabat-kerabatnya
dan murid-muridnya sampai sekarang ini masih eksis dalam memperluas jaringan
ketarekatan diberbagai daerah, khususnya dimadura. Hal ini dapat dibuktikan
sampai sekarang ini tarekat tidjaniyah dapat diterima oleh Masyarakat madura.
1.2 Rumusan Masalah
1.
ApaPengertian Tarekat Tidjaniyah?
2.
Bagaiaman Sejarah Berdirinya Tarekat Tidjaniyah di Desa Prenduan, Sumenep, Madura?
3. Ritual-ritual apa sajakah yang diamalkan
oleh Jama’ah Tarekat Tidjaniyah di Desa
Prenduan, Sumenep?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui Pengertian Tarekat Tidjaniyah
2.
Mengetahui Sejarah Berdirinya Tarekat Tidjaniyah di Desa Prenduan, Sumenep, Madura
3. Mengetahui ritual-ritual yang diamalkan oleh jam’ah tarekat
Tijaniyah di Desa Prenduan, Sumenep
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tarekat
Asal kata tarekat dalam bahasa Arab “thariqah”
yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu. Sedangkan tasawuf
secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin,
melalui penyesuaian ruhani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini
biasanya dilakukan dibawah bimbingan seorang guru ( syaikh ). Ajaran-ajaran
tasawuf yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah itu merupakan
hakikat tarekat yang sebenarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf
adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara
dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam
istilah Tarekat adalah jalan atau petunjuk melakukan ibadah tertentu sesuai
ajaran yang dicontohkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dan dilakukan oleh sahbat,
tabiin, tabiit tabiin secara turun temurun hingga sampai kepada para ulama atau
guru-guru tasawuf secara berantai (membuat sebuah silsilah atau sanad tarekat)
hingga kepada kita saat ini. Sedangkan menurut definisinya istilah ahli
tasawwuf adalah metode perjalanan menuju ridallah.[1]
2.2 Tujuan Tarekat
Secara umum, tujuan terpenting dari sufi
adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila
diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, terlihat adanya tiga sasaran,
yaitu :
1. Bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Aspek
ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan dan
pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada
keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini, pada umumnya bersifat
praktis.
2. Untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan
langsung atau metode al kasyf- al-hijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat
teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara
sistematis analitis.
3. Membahas bagaimana sistem pengenalan dan
pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan
antara Tuhan dengan Makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan, dan apa
arti dekat dengan Tuhan. Dalam hal apa makna dekat dengan Tuhan itu, terdapat
tiga simbolisme, yaitu : dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Tuhan
dalam Hati, dekat dalam arti berjumpa dengan Tuhan sehingga terjadi dialog
antara manusia dengan Tuhan, dan makna dekat yang ketiga adalah penyatuan
manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah monolog antara manusia yang
telah menyatu dalam iradat Tuhan.[2]
2.3 Macam-macam Tarekat
1. Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad
bin Baha’ al Din al-Uwaisi al Bukhari al-Naqsabandiyah yang hidup di tahun
717-791 H. Dia dikenal dengan keahliannya melukiskan kehidupan yang ghaib dan
menyelam dalam lautan kesatuan dan kefanaan. Naqsabandiyah artinya “ lukisan”.
Tarekat Naqsabandiyah mempunyai kedudukan yang
istimewa karena berasal dari Abu Bakar. Tarekat ini mengajarkan tentang adab
dan dzikir, tawasul dalem tarekat, adab suluk, tentang salik dan maqam-nya,
juga tentang ribath.
2. Qadiriyah
Tarekat qadiriyah didirikan oleh “Abd al-Qadir
al-jailani lahir (1077-1766 M). Dia dikenal dengan kekuatan ma’rifat-nya.
Dasar-dasar pokoknya ialah tinggi cita-citanya, menjaga kehormatan, baik
pelayanan, kuat pendrian, dan membesarkan nikmat Tuhan.
Menurut tarekat Qadiriyah siapa yang tinggi
cita-citanya, naiklah martabatnya. Siapa yang memelihara kehormatan, maka Allah
memelihara kehormatannya. Siapa yang baik Khidmatnya, kekallah ia dalam
petunjuk. Siapa yang mebesarkan Allah ( karena ni’mat-Nya) dia akan mendapat
tambahan nikmatt dari-Nya. Di antara amalan-amalan tarekat Qadiriyah, dzikir
adalah yang paling penting. Antara satu aliran dengan aliran yang lain, lafadz
dzikirnya tidak semua sama.
3. Bektasyi
Tarekat Bektasyi diperkirakan telah ada di
Mesir sejak abad ke-17 dan ke-18 M. Tarekat ini menghimpun para wali asal Turki
Utsmani ke Mesir. Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada masa Khedive
Ismail.
Pada masa Sultan Mahmud II, Tarekat bektasyi
dibubarkan, tetapi di Mesir justru mendapatkan perlindungan dan mengalami
perkembangan karena penguasa Mesir pada waktu itu berasal dari kalangan tentara
Turki pengikut tarekat Bektasyi.
4. Syadziliyah
Pendiri tarekat Sadziliyah adalah Abu al-Hasan
al-Sadzili yang terkenal dengan wirid dan kekuatan ilmunya. Menurut tarekat
Sadziliyah, takwa bisa dicapai dengan tindakan wara’ dan istiqomah. Seseorang
bisa berpaling dari keduniaan dengan jalan mengambil i’tibar dan bertawakal.
Seseorang bisa mencapai sikap ridha kepada Allah dengan Qana’ah, pasrah pada
waktu senang dan susah.
5. Rifa’iyah
Pendiri tarekat Rifa’iyah adalah Ahmad bin Ali
bin Abbas al-Rifa’i. Dia meninggal di Umm Abidah pada tanggal 22 Jumadil Awal
tahun 578 H, bertepatan dengan tanggal 23 September tahun 1106 M. Tetapi ada
juga yang mengatakan bahwa ia meninggal pada bulan November 1118 M di Qaryah
Hasan.
Para penganut tarekat ini terkenal dengan
kekeramatan dan ketinggalan fatwanya. Di Aceh, tarekat Rifa’iyah terkenal
dengan tradisi tabuhan Rafa’, kemudian di Sumatera ada permainan debus, yaitu
menikam diri dengan senjata tajam yang diiringi dengan dzikir-dzikir tertentu.
Tarekat ini mempunyai tiga prinsip yaitu, tidak meminta sesuatu, tidak menolak
sesuatu, dan tidak menunggu sesuatu.
6. Tsamaniyah
Tarekat tsamaniyah didirikan oleh Muhammad
Tsaman yang meninggal tahu 1720 M di
Madinah. Para pengikut tarekat Tsamaniyah biasa berdzikir dengan suara keras
dan melengking. Sewaktu melantunkan dzikir la ilaha illallah dengan intensitas
yang semakin cepat maka yang terdengar dari mulut mereka hanya kata “ hu “ yang
artinya “ Dia Allah “. Tarekat Tsamaniyah mengajari para pengikutnya untuk
memperbanyak shalat dan dzikir, menolong orang miskin, tidak diperbudak
kesenangan duniawi, menukar akal basyariyah dengan akal rabbaniyah, dan beriman
secara tulus hanya kepada Allah.[3]
7. Tarekat
Tijaniyah
At-Tijaniyah diambil dari kata Syehkhut
Tarikah yaitu Al-Quthb Maktum Sayyidul Auliya Ahamad bin Muhammad Al-hasani
At-Tijani Ra. Adapun sanad dan sandaran tarekat ini adalah Sayyid Al-wujud Nabi
Muhammad Saw. Dan Allah memberikat Fud’u atau keterbukaan dan wusul (puncak
tujuan) atas bimbingan Rasululullah, jadi tidak melalui guru-guru lain, tarekat
tijaniyah terkenal didaerah-daerah afrika dan Maroko yand dinisbatkan kepada
Abu Abbas Ahmad bin Muhammmad bin Al-muhtar Attijani Aub Madi pada tahun 150 H.[4]
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah metode
kualitatif. Adapun definisi menurut Bodgan dan Taylor dalam Fatoni (2009), “
penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang
diamati.”
Metode kualitatif yang digunakan dalam
penelitian ini diterapkan dengan cara mengambil data yang berdasarkan pada
kenyataan sosial dan dilakukan melalui beberapa cara misalnya wawancara,
observasi lapangan dan lain-lain. Jadi data diperoleh berbentuk deskripsi atau
ungkapan objek penelitian.
3.1 Lokasi
Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten
Sumenep Pulau Madura.
3.2 Sumber Data
Penelitian
Data-data yang digunakan dalam penelitian
merupakan data yang diperoleh secara primer, yakni diperoleh dari wawancara
langsung dengan salah satu jama’ah penganut Thariqah Tidjaniyah.
3.4 Pengumpulan Data
Sebuah Penelitian pasti memerlukan data, sebab
data merupakan pencatatan peristiwa-peristiwa, hal-hal, keterangan-keterangan
atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang
akan menunjang atau mendukung penelitian dengan parameter tertentu. Data
tersebut dapat diperoleh melalui berbagai teknik, supaya data yang diperlukan
dapat terkumpul. Adapun teknik yang akan dilakukan antara lain :
1. Wawancara
Pada penelitian ini akan digunakan teknik
wawancara sebagai sarana pengumpulan data, wawancara merupakan salah satu
teknik pengumpulan data dengan cara bertanyanya langsung kepada responden atau
informan. Selain itu, wawancara merupakan tanya jawab sepihak yang berarti
pertanyaan hanya akan berasal dari peneliti dan narasumber akan aktif menjawab
pertanyaan yang telah diberikan. Adapun pihak yang kami wawancarai yaitu :
A. Pak Sanaini, salah seorang jama’ah thariqah Tidjaniyah di Sumenep
2.
Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik
pengumpulan data yang melakukan pengamatan langsung terhadap suatu kegiatan
yang sedang dilakukan. Jenis observasi yang akan dilakukan adalah observasi
partisipan. Kami datang langsung ke lokasi penelitian dan mewawancarai secara
langsung salah satu jama’ah pengikut Tarekat Tidjaniyah yang berlokasi di Desa
Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten sumenep pulau Madura.
3.5 Metode Analisis
Data
Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan
pemusatan perhatian untuk penyederhanaan data. Setelah itu akan dilakukan
penguraian data dan pengembangan sebuah deskripsi informasi yang telah
didapatkan dari hasil observasi dan wawancara. Kemudian, langkah selanjutnya
adalah proses penarikan kesimpulan sesuai dengan hasil penguraian dan
pengembangan data.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Asal-usul Munculnya Tarekat Tijaniyah
A.
Biografi Singkat Syeikh Ahmad al-Tijani
Tarekat Tidjaniyah pertama
kali didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad Al Tijani, beliau bernama lengkap
Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani dilahirkan pada tahun 1150 H/1737M di 'Ain Madi, bagian selatan Aljazair. Sejak
umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Qur'an dan giat mempelajari
ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah
menjadi guru. Dia mulai bergaul
dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar
ke Abyad untuk beberapa tahun. Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya.
Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan intelektualnya ke Tilimsan selama
lima tahun. Beliau di kenal sebagai salah
seorang tokoh dari gerakan "Neosufisme". Ciri dari gerakan ini ialah
karena penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih
menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya
sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk
menyatu dengan Tuhan.
Untuk dapat mengikuti
dan memahami dengan baik dan benar dasar-dasar tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani,
terlebih dahulu harus difahami tentang dua hal yang melandasi ajaran
tasawufnya. Lantaran penilaian dan pengertian yang didapat
merupakan pengantar untuk mengetahui dasar-dasar ajaran tasawufnya dengan
benar.
B.
Ruang Lingkup Ajaran-ajaran Tasawuf Syekh Ahmad
al-Tijani
1.
Landasan bangunan tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani
Dasar-dasar tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani di
bangun di atas landasan dua corak tasawuf, yakni tasawuf amali dan tasawuf
falsafi. Dengan kata lain, Syekh Ahmad al-Tijani menggabungkan dua corak
tasawuf, dimaksud dalam ajaran thariqatnya.
Pengkajian menyangkut tasawuf falsafi, bukan
sesuatu hal yang sederhana, sebab pengkajian ini sudah masuk dalam wilayah
pemikiran; dan kaum thariqat, terlebih ummat Islam pada umumnya yang mempunyai
kemauan dan kemampuan untuk memasuki wilayah ini sangat terbatas. Keterbatasn ini ditunjukan dalam sejarah pekembangan pemikiran Islam
khusunya bidang tasawuf, banyak ummat Islam menilai bahwa tasawuf falsafi
dianggap sebagai pemikiran yang menyimpang dari ajaran syari’at Islam.
Dasar-dasar tasawuf
falsafi yang dikembangkan Syekh Ahmad at-Tijani adalah tentang maqam Nabi Muhammad
saw., sebagai al-Haqiqat al-Muhammadiyyah dan rumusan wali Khatm. Dua hal ini
telah dibahas oleh sufi-sufi filusuf, seperti al-Jilli, ibn al-Farid dan ibn
Arabi. Tentang pemikiran sufi-sufi ini, Syekh Ahmad al-Tijani mengembangkan
dalam amalan shalawat wirid thariqatnya, yakni : shalawat fatih dan shalawat
jauhrat al-Kamal. Konsep dasar haqiqat al-Muhammadiyyah ini disamping kontroversial, ia juga complicated. Atas dasar ini,
tidaklah mengherankan apabila Syekh Ahmad al Tijani memberikan “aba-aba” kepada
setiap orang, termasuk muridnya yang ingin memasuki secara lebih jauh tentang
diri dan thariqatnya. Untuk itu Syekh Ahmad al-Tijani menegaskan :
إِذَا
سَمِعْهتُمْ عَنِّى شَيْأً فَزِنُوْهُ بِمِيْزَانِ الشَّرْعِ فَمَا وَافَقَ
فَخُذُوْهُ وَمَاخَالَفَ فَاتْرُكُوْهُ
Artinya :“Apabila kamu mendengar apa saja
dariku, maka timbanglah ia dengan neraca (mizan) syari’at. Apabila ia cocok,
kerjakanlah dan apabila menyalahinya, maka tinggalkanlah”.
2.
Rumusan Ajaran
Tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani.
Landasan tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani, sebagai
mana telah dijelaskan membangun rumusan tasawufnya. Ada dua rumusan tasawuf
yang dikemukakannya:
Definisi tasawuf menurut Syekh Ahmad At-Tijani, tasawuf adalah:
إِمْتِثَالُ اْلاَوَامِرِ وَاجْتِنَابُ
النَّوَاهِى فِى الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ مِنْ حَيْثُ يَرْضَ لاَمِنْ حَيْثُ
تَرْضَ
Artinya :“Patuh mengamalkan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya, baik lahir maupun batin, sesuai dengan ridha-Nya
bukan sesuai dengan ridha’mu”.
Melalui rumusan definisi di atas, Syekh Ahmad
al-Tijani ingin menunjukan bahwa pada dasarnya, ajaran tasawuf merupakan
pengamalan syari’at Islam secara utuh, sebagai sarana menuju Tuhan dan menyatu
dalam kehendak-Nya. Keterpaduan dalam tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad
al-Tijani antara amaliah lahir dan amaliah batin, adalah sebagai wujud
pengamalan syari’at Islam secara keseluruhan. Sebab pada bagian lain ia
menyatakan bahwa ilmu tasawuf adalah : “Ilmu yang terpaut dalam qalbu para wali
yang bercahaya karena mengamalkan al-Qur’an dan sunnah.
Sebagai wujud keterikatan Syekh Ahmad Al-Tijani
dan thariqatnya terhadap syari’at, ia mengatakan bahwa syarat utama bagi orang
yang mau mengikuti ajarannya adalah memelihara shalat lima waktu dan segala
urusan syari’at. Dalam mengomentari landasan tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad
al-Tijani, Muhammad al-Hapidz dalam ahzab wa awrad, mengatakan:
والاصل الذى اسّس شيخنارصى الله المحا فظة على
الشريعة علماوعملا.
Artinya: “Landasan pokok Thariqat Tijaniyah
yang menjadi asas penopangnya adalah menjaga syari’at yang mulia, baik ilmiyah
maupun alamiyah”
Sedangkan KH. Badruzzaman, mengatakan bahwa
landasan pokok Thariqat tijaniyah adalah memelihara syari’at yang mulia baik
yang berhubungan dengan amaliah kalbu seperti khusyu, ikhlas, dan tawadhu’ (rendah hati).
3. Ajaran Tasawuf Syekh Ahmad At-Tijani
Sebagai wujud penekanan
keterikatan ajarannya terhadap syari’at, Syekh at-Tijani menegaskan bahwa
patokan utama pengembangan ajarannya adalah al-Qur’an dan sunnah. Lebih tegas ia
menyatakan:
وَلَنَا قَاعِدَةٌ وَاحِدَةٌ عَنْهَا تُنْبِئُ
جَمِيْعَ اْلأُصُوْلِ اَنَّهُ لاَحُكْمَ اِلاَِّللهِ وَرَسُوْلِهِ وَلاَعِبْرَةَ
فِى الحُكْمِ اِلاَّ بِقَوْلِ الله ِوقَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ.
Artinya: “Kami hanya mempunyai satu pedoman
(Kaidah) sebagai sumber semua pokok persoalan (ushul), bahwasanya tidak ada
hukum kecuali kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada ibarat dalam hukum
kecuali firman Allah swt, dan sabda Rasul-Nya.
Penekanan Syekh Ahmad al-Tijani ini,
dimaksudkan untuk menegaskan keterikatan ajarannya terhadap syari’at (al-Qur’an
dan sunnah).
4.2 Sejarah
Masuknya Tarekat Tidjaniyah
A. Sejarah Masuknya
Tarekat Tijaniyah di Indonesia
Ada 2 fenomena yang
mengawali gerakan tarekat Tijaniyah di Indonesia, yaitu pertama, kehadiran
Syaikh Ali bin Abdullah at-Thayyib, dan kedua, adanya pengajaran tarekat
Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Tarekat Tijaniyah diperkirakan datang ke
Indonesia pada awal abad ke-20 (antara 1918 dan 1921 M).Cirebon merupakan
tempat pertama yang diketahui adanya gerakan Tijaniyah.Perkembangan tarekat Tijaniyah
di Cirebon mulanya berpusat di Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon. Pesantren ini
dipimpin oleh lima bersaudara, diantaranya adalah K.H Abbas sebagai saudara
tertua yang menjabat sebagai ketua Yayasan dan sesepuh Pesantren dan KH Anas
sebagai adik kandungnya. Atas perintah KH Abbas pada 1924, KH Anas pergi ke
tanah suci untuk mengambil talqin tarekat Tijaniyah dan bermukim disana selama
3 tahun.Pada bulan Muharram 1346 H / Juli 1927 M. KH Anas kembali pulang ke
Cirebon. Kemudian, pada bulan Rajab 1346 H / Desember 1927, atas izin KH Abbas
kakaknya, KH Anas menjadi guru tarekat Tijaniyah. KH Anas-lah yang merintis dan
memperkenalkan tarekat Tijaniyah di Cirebon.K.H Anas mengambil talqin dari
Syaikh Alfahasyim di Madinah. K.H Abbas yang semula menganut tarekat
Syattariyah setelah berkunjung ke Madinah, berpaling kepada tarekat Tijaniyah
dengan mendapat talqin dari Syaikh Ali bin Abdullah At-Thayyib yang juga mendapat talqin dari Syaikh
Alfahasyim di Madinah.
Muktamar Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama ke 3 tahun 1928 di Surabaya memutuskan bahwa tarekat Tijaniyah
adalah Muktabarah dan sah. Diperkuat lagi dengan Muktamar NU ke VI tahun 1931
di Cirebon yang intinya tetap memutuskan bahwa Tijaniyah adalah Muktabaroh.
Jadi ditinjau dari keputusan NU maka tarekat Tijaniyah sudah ada di Indonesia
sebelum tahun 1928, karena jikalau belum hadir di Indonesia maka tidak mungkin
NU akan membahas dalam Muktamarnya.
Ulama yang paling mula
menganut tarekat Tijaniyah berdasarkan sejarah adalah K.H Anas bin Abdul Jamil
(Buntet) yang memperoleh ijazah Tijaniyah dari Syaikh Alfahashim di Madinah dan
juga memperolehnya dari Syaikh Ali Thoyyib, kemudian gurunya Syaikh Ali Thoyyib
datang ke Indonesia dan menyebarkan tarekat Tijaniyah. Diantara ulama
Indonesia yang memperoleh ijazah dari Syaikh Ali Thoyyib adalah:
1)
K.H Nuh bin
Idris (Cianjur)
2)
KH Ahmad Sanusi
bin H.Abdurrahim (Sukabumi)
3)
KH Muhammad
Sujai (Gudang-Tasikmalaya)
4)
KH Abdul Wahab
Sya’rani (Jatibarang Brebes)
5)
KH Abbas, KH
Anas dan KH Akyas (Buntet Cirebon)
6)
KH Usman
Dhomiri (Bandung)
7)
KH Badruzzaman
(Garut)
Tarekat tijaniyah di pulau jawa, badul muhid
mu’thi. Timbulnya terekat ini di jawa sebenarnya didirikan oleh seorang arab
dari madinah bernama ali bin abdullah al-tayyib
al-azhari.Tarekat ini mengajarkan latihan sederhana dari
wirid 2 kali sehari, wazifah setiap hari, haylalah pada hari jum’at. Wirid
tersebut terdiri dari bacaan Istighfar 100 kali.
Selawat kepada nabi (allahumma sholli ala syayyidina muhammad) 100 kali. Wirid
ini diucapkan pada pagi hari dan sore (setelah shalat subuh dan shalawat waktu
asyar sampai isya’ ). Wazifah terdiri dari bacaan istighfar 30 kali, shalawat nabi 50 kali, tahlil 100
kali, dan doa jauharatul kamal 12 kali.
Wazifah dilakukan sehari semalam satu kali dan
dilakukan pada malam hari.Haylalah (tahlil)
dilakukakn pada hari jum’at terdiri dari dzikir la illa haillahu atau allahu
allahu, atau keduanya yang jumlahnya tidak ditentukan. Waktu melaksanakannya
setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam. Syarat-syarat melakukan
latihan ini ditetapkan misalnya badan, pakaian, dan tempatnya.Auratnya harus
tertutup, mengucapkan niat, dan menghadap kiblat, serta menghayalkan pendiri
tarekat pada waktu wirid, meminta bantuannya, dan harus mengerti kata-kata yang
diucapkannya.
Selain ketentuan tersebut, murid
tijaniyah harus tetap melakukan kewajiban shalat lima waktu bersama-sama
(berjemaah) bila mungkin dan menjalankan perintah agama lainnya. Antara sesama
anggota harus ada hubungan erat dalam kecintaan dan tolong menolong .
dilarang keras bergaul dengan laki-laki yang mempunyai pengaruh agama di luar
tarekat dan pada umumnya murid harus mengikuti jejak gurunya dalam kebencian
dan persahabatan.[5]
Hadirnya tarekat tijaniyah, tarekat yang lama
menjelek-jelekkan tarekat ini. Adapun inti permusuhan tersebut berpangkal pada
ajaran pendiri tarekat ini yang menyatakan bahwa siapa yang mengucapkan
wiridannya secara teratur sampai ajalnya dengan tabah, akan masuk surga tanpa
di hizab dan di siksa. Keberatan lain dalam tarekat ini adalah bahwa melarang
pengikutnya menjadi anggota tarekat lainnya. Akhirnya pertentangan antar aliran
terjadi sana sini.[6]
B. Sejarah
Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Desa Prenduan, Madura
Masuknya Tarekat ini, berawal dari kurang lebihnya tiga tahun lamanya Kyai
Djauhari berguru kepada Kyai Ilyas untuk mentahqiq beberapa ilmu yang sudah
dikuasai sebelumnya, terutama tauhid dan ilmu alat. Beliau menunjukkan
kecerdasannya sehingga mendapat perhatian khusus dari Kyai Ilyas yang masih
sepupunya.Selain itu di Sidogiri, beliau memperdalam ilmu tasawuf dan ilmu hal
yang kelak sangat berpengaruh dan berbekas sangat dalam pada jiwanya.Di
Sidogiri ini beliau berkumpul dengan K. Abdul Majid Bata-bata dan makam bersama
di tempat Nyai Suhriya selama dua tahun, kemudian terpaksa harus pulang
karenanya ayah beliau telah dipanggil ke hadirat Ilahi.Demikianlah Kyai
Djauhari melewati masa remajanya dengan memperdalam ilmu dan menambah bekal
hidup dan kehidupan yang bakal dilalui nanti di desa Prenduan.[7]
Ketika beliau pulang ke
tanah Prenduan, beliau disibukkan dengan melayani tamu-tamunya yang mencari berkah
dan minta didoakan dalam berbagai persoalan aneka ragam problem. Mulai dari
hal-hal yang mendasar hingga serius, dari yang mencari jalan keluar, meminta
pertimbangan sampai mendapat keturunan ataupun penyembuhan dan masalah jodoh
serta problem rumah tangga.Kealiman beliau sangat terkenal di kalangan
masyarakat Prenduan, bahkan beliau mendirikan Masyumi, namun dibubarkan oleh
beliau.Hal ini tujuannya agar kadernya tidak aktif dalam dunia politik.
Selain itu beliau mencoba untuk menerapkan apa
yang beliau peroleh selama di Sidogiri dan di Makkah Al-Mukarramah. Maka
mulailah beliau mengarahkan para pemuda yang menekuni “black magic” dan
membudayakan tarekat memburu wangsit dan mencari “kanuragan” yang oleh beliau
dinilai sebagai bermain-main di tepi jurang kemusyrikan. Hal ini dapat di
antisipasi dengan mencarikan alternatif lain yang lebih Islami, yakni
dengan cara menghakikatkan syariat melalui tarekat menuju makrifat. Dalam
perjuangannya beliau melalui jalur tasawuf inipun banyak hambatan dan tantangan
yang harus beliau hadapi baik yang datang dari dalam sendiri maupun dari luar
ikhwan Tijaniyah.[8]
4.3 Ritual-ritual
Tarekat Tijaniyah
Syekh Ahmad al-Tijani
mengatakan bahwa Nur Nabi Muhammad saw., telah wujud sebelum makhluk lain ada,
bahkan Nur ini merupakan sumber semua Nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Nur Nabi Muhammad saw.,
menurut Syekh Ahmad al-Tijani adalah al-Haqiqat al-Muhammadiyah. Selanjutnya
dikatakan, bahwa pada dasarnya tidak seorangpun dalam martabat al-Haqiqat
al-Muhammadiyah bisa mengetahuinya secara utuh.Pengetahuan orang shalih (Wali,
Sufi) terhadap al-Haqiqat al-Muhammadiyah ini berbeda-beda sesuai dengan
maqamnya masing-masing. Dalam hal ini Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan:
طائفة غاية ادراكهم نفسه صلى الله عليه وسلم
وطائفة غاية ادراكهم قلبه صلى الله عليه وسلم وطائفة غاية اداكهم عقله صلى الله
عليه وسلم وطائفة وهم الاعلون بلغوا الغاية القصوى فى الادراك فادركوا مقام روحه
صلى الله عليه وسلم.
Artinya:
“Diantara wali Allah ada
yang hanya mengetahui jiwanya (al-Nafs) saja, ada juga yang sampai pada tingkat
hatinya (al-Qalb), ada juga yang sampai pada tingkat akalnya (al-Aql), dan
maqam yang tertinggi adalah wali yang bisa sampai mengetahui tingkat ruhnya;
tingkat ini merupakan tingkat penghabisan (al-Ghayat al-Quswa).”
Rumusan mengenai Nur Muhammad (haqiqat
al-Muhammadiyyah) ditegaskan melalui dua shalawat yang dikembangkan dalam wirid
thariqat tijaniyah yakni shalawat fatih dan shalawat Jauharat al-Kamal.
Diantara rukun wirid wadzifah di Tarekat
Tijaniyah adalah membaca shalawat fatih sebanyak 50 kali. Berikut teks bacaan
shalawat fatih:
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَااُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ
لِمَاسَبَقَ نَاصِرِالْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِى اِلَى صِرَاطِك َالْمُسْتَقِيْم
وَعَلَى اَلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ.
Artinya :
“Yaa Allah limpahkanlah
rahmat-Mu kepada Nabi Muhammad saw., dia yang telah membukakan sesuatu yang
terkunci (tertutup), dia yang menjadi penutup para Nabi dan Rasul yang terdahulu,
dia yang membela agama Allah sesuai dengan petunjuk-Nya dan dia yang memberi
petunjuk kepada jalan agama-Mu. Semoga
rahmat-Mu dilimpahkan kepada keluarganya yaitu rahmat yang sesuai dengan
kepangkatan Nabi Muhammad saw”.
Syarah kandungan shalawat Fatih, walaupun
shalawatnya diakui dari Nabi Muhammad SAW, mencerminkan pemikiran faham tasawuf
Syekh Ahmad al-Tijani serta pengaruh tasawuf Filsafat terhadap pemikiran Syekh
Ahmad At-Tijani.
Pemikiran Syekh Ahmad
al-Tijani, diantaranya:
ü Makna al-Fatih li ma Ughliq pada intinya adalah
:
1. Nabi Muhammad adalah sebagai pembuka belenggu
ketertutupan segala yang maujud di alam.
2. Nabi muhammad sebagai pembuka keterbelengguan
al-Rahmah al-Ilahiyyah bagi para makhluk di alam.
3. Hadirnya Nabi Muhammad menjadi pembuka hati
yang terbelenggu oleh Syirik.
ü Makna al-Khatimi li ma Sabaq pada intinya adalah:
1. Nabi Muhammad sebagai penutup kenabian dan
kerasulan.
2. Nabi Muhammad menjadi kunci kenabian dan
kerasulan.
3. Tidak ada harapan kenabian dan kerasulan lagi bagi
yang lainnya.
Pemikiran-pemikiran (faham) tasawuf Syekh Ahmad
al-Tijani terkandung dalam penafsirannya tentang makna al-Fatih li ma Ughliq
dan al-Khatim li ma Sabaq.Syekh Ahmad al-Tijani
mengatakan bahwa al-Fatih li ma Ughliq mempunyai makna bahwa Nabi Muhammad
merupakan pembuka segala ketertutupan al-Maujud yang ada di alam.Alam pada
mulanya terkunci (mughallaq) oleh ketertutupan batin (hujbaniyat al-Buthun). Wujud
Muhammad menjadi “sebab” atas terbukanya seluruh belenggu ketertutupan alam dan
menjadi “sebab” atas terwujudnya alam dari “tiada” menjadi “ada”. Karena wujud
Muhammad alam keluar dari “tiada” menjadi “ada”, dari ketertutupan sifat-sifat
batin menuju terbukanya eksistensi diri alam (nafs al-Akwan) di alam nyata
(lahir). Jika tanpa wujud Muhammad, Alah tidak akan
mencipta segala sesuatu yang wujud, tidak mengeluarkan alam ini dari “tiada”
menjadi “ada”.
Syekh Ahmad al-Tijani juga
mengatakan bahwa awal segala yang maujud (awal maujud) yang diciptakan oleh
Allah dari eksistensi al-Ghaib adalah Ruh Muhammad (nur Muhammad).
Nur Muhammad telah
diungkapkan oleh Nabi Muhammad saw., ketika tiu Jabir bin Abdullah bertanya
kepada Nabi Muhammad saw., tentang apkah yang paling awal diciptakan oleh Allah
Swt., Nabi menjawab:
ياجابر
ان الله اتعالى خلق قبل الاشياء نور نبيك
Artinya :“Wahai Jabir, sesungguhnya Allah
swt., sebelum menciptakan sesuatu terlebih dahulu menciptakan nabimu (nur
Muhammad).”
Selain istilah nur Muhammad digunakan juga
istilah lain sebagai penegas keberadaannya, yaitu ruh Muhhamad, nur, al-‘Aqju
awwal dan al-Haba. Dari ruh Muhammad ini kemudian Allah mengalirkan ruh kepada
ruh-ruh alam.ruh alam berasal dari ruh Muhammad, ruh berarti kaifiyah.Melalui
kaifiyah ini terwujudlah materi kehidupan.al-Haqiqat al-Muhammadiyyah adalah
awal dari segala yang maujud yang diciptakan Allah dari hadarah al-Ghaib
(eksistensi keGhaiban). Di sisi Allah, tidak ada sesuatu yang maujud yang
diciptakan dari makhluk Allah sebelum al-Haqiqat al Muhammadiyyah ini tidak
diketahui oleh siapapun dan apa pun. Di samping sebagai pembuka, Nabi Muhammad
juga sekaligus sebagai penutup kenabian dan risalah.Oleh karena itu, tidak ada lagi risalah bagi orang sesudah Nabi
Muhammad.Nabi Muhammad juga sebagai penutup bentuk-bentuk panampakan
sifat-sifat Ilahiyyah (al-Tajaliyyah al-Ilahiyyah), yang menampakan sifa-sifat
Tuhan di alam nyata ini.Kandungan shalawat fatih mengenai pemikiran Syekh Ahmad
Al-Tijani tentang al-Haqiqat Muhammadiyyah lebih tampak lagi dalam shalawat
jauharat al-kamal.
4.4 Hasil Penelitian
1. Tarekat yang dianut
oleh Pak Sanaini adalah tarekat Tidjaniyah, beliau merupakan salah satu jama’ah
dari tarekat tidjaniyah di sumenep.
2. Kegiatan yang diamalkan
oleh masing-masing salik untuk thariqah ini, diantaranya:
a. Pagi, Membaca istighfar 100 kali,
shalawat 100 kalidan kalimat tahlil 100 kali
b.
Sore,
istighfar 33 kali, shalawat 50 kali, tahlil 100 kali,
shalawat jauharotul kamal 12 kali
c. Malam, Membaca
istighfar 100 kali, shalawat 100 kalidan kalimat tahlil
100 kali
3.
Struktur kepemimpinan dalam jamaah tarekat tidjaniyah:
Dalam jamaah thariqah tidjaniyah ini, tidak ada pemimpin atau ketua yang
memiliki kedudukan tertinggi, tetapi dalam thariqah tidjaniyah ini memiliki seorang
panutan, yang disebut mursyid. Mursyid adalah orang yang lebih tau tentang
ajaran thariqah, dia yang akan membimbing para pengikutnya untuk menata hati.
Dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan duniawi, Seorang salik harus
terbuka pada mursyid, agar mursyid dapat mengetahui apa yang menjadi kendala
salik dalam tahap penataan hati untuk kemudiandibimbing dan diberi arahan untuk
menemukan jalan keluar dari masalahnya tersebut. Mursyid disini juga mempunyai
tugas mengatur setiap kegiatan jamaah, yang biasa dilakukan setiap bulan oleh
jamaah thariqah tidjaniyah di Prenduan Sumenep ini.
Thariqah Tidjaniyah ini mempunyai kegiatan khusus tiap bulannya. Dalam
kegiatan bulanan itu, jamaah thariqah tidjaniyah ini memiliki beberapa amalan
ritual khusus yang sering dibaca oleh para pengikutnya, diantaranya:
1. Istighatsah, yang berarti permohonan atau
semakna dengan do’a. Tetapi yang diamksud dengan istighatsah biasanya adalah
do’a bersama yang tidak menggunakan kalimat-kalimat do’a secara langsung,
melainkan mempergunakan bacaan-bacaan ratib tertentu.
2. Manaqib. Manaqib sebebnarnya merupakan
biografi seorang sufi besar atau kekasih allah seperti syekh abdul qadir
jailani yang diakini oleh para pengikut thariqah memiliki kekuatan spiritual.
3. Ratib. Ratib adalah serangkaian amalan yang
biasanya harus diwiridkan oleh para pengamalnya. Ratib yang diwiridkan ini
berupa kumpulan dan beberapa potongan ayat, atau beberapa surat pendek, yang
digabung dngan bacaan-bacaan.
4. Muzik, yaitu membacakan wirid-wirid dan
syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian seperti memukul rebana.
5. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi
wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
6. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada
waktu melakukan dzikir tertentu.
Menurut Narasumber, keenam ritual inilah yang membuat pengikut suatu
tarekat melebur jiwanya dengan Allah, dan dengan jalan inilah seorang salik
bisa lebih dekat dengan Allah.
4. Tidak
ada kegiatan ekonomi untuk pemberdayaan umat dalam tarekat tidjaniyah ini,
karena thariqah ini lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan agama. Tetapi dalam
hal pekerjaan, jama’ah thariqah tudjaniyah di sumenep ini diberikan kebebasan
untuk bekerja di bidang apapun, namun lebih ditekankan pada pekerjaan yang bersifat halal, serta tidak melakukan sesuatu
yang dilarang atau hal-hal yang bersifat
subhat, yang belum jelas kehalalannya. Dalam hal mengelola keuangan,
beliau tidak memikirkan apa yang menjadi kebutuhan dihari esok, yang terpenting
apa yang dimilikinya saat itu dan kebutuhannya
tercukupi. Meskipun beliau tidak mempunyai persediaan kebutuhan untuk hari
esok, beliau tetap mnerima dan bersyukur, apa yang beliau miliki hari ini,
itulah yang beliau manfaatkan, beliau tidak terlalu memikirkan hari esok. Sebab
beliau sudah yakin bahwa Allah yang mengatur segala rizki untuk setiap hambanya. Karena
tujuan utama tasawuf adalah bisa dekat dengan Allah, maka hal-hal yang
dilakukan oleh sufi hanyalah sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepadanya dan meninggalkan
setiap hal-hal yang membuat beliau jauh dari Allah. Salah satunya ialah sikap
gelisah atau khawatir akan hal duniawi dimana
hal itu akan membuat hatinya tidak damai sehingga ibadahnya terganggu.
5. Dalam ajaran tasawuf, seseorang tidak diharamkan
berkluarga, dalam segala hal bapak Sanaini (salah satu jama’ah tarekat di
sumenep) bersikap tengah-tengah, artinya tidak berlebihan. Beliau mencintai
keluarganya, namun masih lebih besar cintanya kepada Allah. Sikap beliau
terhadap istri dan anaknya, hanya sebatas melakukan hak dan kewajiban sebagaimana
seorang suami yaitu menafkahi lahir dan batin. Ketika salah satu dari keluarganya
meninggal, beliau tidak menampakkan kesedihan yang berlebihan, karena beliau
menganggap setiap apa yang ada di dunia adalah milik allah dan akan kembali
pada-Nya. Beliau hanya melakukan hal yang
sewajarnya, seperti mendo’akannya.[9]
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syeikh Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin
Muhtar bin Salim al-Tijani. Tarekat ini berasal dari Rasulullah
langsung diberikan kepada al-Tijani, dan terus kepada keturunan al- Tijani
sendiri serta kepada keturunan Ali bin Isa atau Ali bin Abi Thalib. Sedang
ajarannya lebih sederhana dan relatif mudah.Tarekat Tijaniyah sejak tahun
1931 telah diakui kemuktabarahannya dimana di kalangan warga NU Namun
dalam perkembanganya masih terus dipersoalkan kemuktabarahnnya, akan tetapi hal
langsung dijawab dan dipertegas lagi oleh KH. Hasyim Muzadi, bahwa Tarekat
Tijaniyah sah dan berdasar.Tarekat ini dalam sejarah perkembangannya
sering terlibat dalam pergerakan politik dan telah pengarahan massa dalam
rangka mencari simpati dan dukungan agar eksistensinya diakui oleh masyarakat
dan sembari ikut serta dalam kegiatan dakwah Islamiyah. Bahkan tarekat ini
termasuk yang reformis dan Neo-Sufisme.
Masuknya Tarekat ini ke Desa Prenduan Sumenep, berawal dari pulangnya Kyai
Djauhari ke Desa Prenduan yang sebelumnya beliau mencari ilmu agama di
Sidogiri, beliau terpaksa pulang karena ayah beliau telah dipanggil ke hadirat
Ilahi.Kealiman beliau sangat terkenal di kalangan masyarakat Prenduan, bahkan
beliau mendirikan Masyumi, namun dibubarkan oleh beliau.Hal ini tujuannya agar
kadernya tidak aktif dalam dunia politik.Selain itu
beliau mencoba untuk menerapkan apa yang beliau peroleh selama di
Sidogiri dan di Makkah Al-Mukarramah. Maka mulailah beliau mengarahkan para
pemuda yang menekuni “black magic” dan membudayakan tarekat memburu
wangsit dan mencari “kanuragan” yang oleh beliau dinilai sebagai bermain-main
di tepi jurang kemusyrikan. Hal ini dapat di antisipasi dengan mencarikan
alternatif lain yang lebih Islami, yakni dengan cara menghakikatkan
syariat melalui tarekat menuju makrifat. Dalam perjuangannya beliau melalui
jalur tasawuf inipun banyak hambatan dan tantangan yang harus beliau hadapi
baik yang datang dari dalam sendiri maupun dari luar ikhwan Tijaniyah. Dari sinilah berkembang Tarekat Tidjaiyah di Desa Prenduan Sumenep.
Menurut Narasumber
yang kami wawancarai terdapat kegiatan da amalan khusus yang diterapkan oleh
jama’ah Taekat Tidjaiyah Di Desa Prenduan ini. Kegiatan yang diamalkan
oleh masing-masing salik untuk thariqah ini, diantaranya:
a. Pagi, Membaca istighfar 100 kali,
shalawat 100 kalidan kalimat tahlil 100 kali
b.
Sore,
istighfar 33 kali, shalawat 50 kali, tahlil 100 kali,
shalawat jauharotul kamal 12 kali
c. Malam, Membaca
istighfar 100 kali, shalawat 100 kalidan kalimat tahlil
100 kali
Dalam kegiatan bulanannya, jamaah thariqah tidjaniyah ini memiliki beberapa
amalan ritual khusus yang sering dibaca oleh para pengikutnya, diantaranya:
1. Istighatsah, yang berarti permohonan atau
semakna dengan do’a. Tetapi yang diamksud dengan istighatsah biasanya adalah
do’a bersama yang tidak menggunakan kalimat-kalimat do’a secara langsung,
melainkan mempergunakan bacaan-bacaan ratib tertentu.
2. Manaqib. Manaqib sebebnarnya merupakan
biografi seorang sufi besar atau kekasih allah seperti syekh abdul qadir
jailani yang diakini oleh para pengikut thariqah memiliki kekuatan spiritual.
3. Ratib. Ratib adalah serangkaian amalan yang
biasanya harus diwiridkan oleh para pengamalnya. Ratib yang diwiridkan ini
berupa kumpulan dan beberapa potongan ayat, atau beberapa surat pendek, yang
digabung dngan bacaan-bacaan.
4. Muzik, yaitu membacakan wirid-wirid dan
syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian seperti memukul rebana.
5. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi
wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
6. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada
waktu melakukan dzikir tertentu.
Menurut Narasumber, keenam ritual inilah yang membuat pengikut suatu
tarekat melebur jiwanya dengan Allah, dan dengan jalan inilah seorang salik
bisa lebih dekat dengan Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Toriquddin, Moh.2008.Sekularitas Tasawuf.Malang:UIN MALIKI Press.
Fadhullah., Fauzan Adhima.2009.Sayyidul Ambiya’ dan Auliya’(Prenduan:Al-Amien
Printing)Alwi Shihab.2009.Akar Tasawuf di Indonesia(Jakarta:Pustaka
IIMAN)
Ihsan Ilahi Dhahir.2000.Darah Hitam Tasawuf: Studi Krisis Kesesatan Kaum Sufi.Jakarta:Darul Falah.
Kuswandi , Iwan dan Abdul Wahid Hasyim.2007.MengenalKH. Moh. Tijani Djauhari, MA, Menelusuri Kiprah dan Perjuangannya.Surabaya:MQA Surabaya.
Moh Hamzah Arsa, Muhammad Hamzah Arsa, Muhammad Munif,
Iwan Kuswandi dan Ahmad Nur cholis Majid.2009.KH. A. Djauhari Chotib Muqaddam Tarekat
Tidjaniyah Madura 1904-1971(Sumenep:Mutiara Press)
Hasil Dokumentasi Penelitian di Desa Prenduan,
Kec.Pragaan Kab.Sumenep
Lampiran-lampiran
![](file:///C:\Users\Dina\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Gambar. KH. AhmadDjauhari
![](file:///C:\Users\Dina\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.jpg)
Gambar.Perkumpulan jama’ah Tarekat Tidjaniyah Di
DesaPrenduan Sumenep ketika melaksanakan kegiatan bulanan.
![](file:///C:\Users\Dina\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image005.jpg)
[1]Moh. Toriquddin.2008.Sekularitas
Tasawuf(Malang:UIN MALIKI Press)hal.123
[4]Fauzan Adhima Fadhullah.2009.Sayyidul Ambiya’
dan Auliya’(Prenduan:Al-Amien Printing)hal.59-60
[5]Alwi Shihab.2009.Akar Tasawuf di Indonesia(Jakarta:Pustaka
IIMAN)hal.183
[6]Ihsan Ilahi Dhahir,2000,Darah Hitam Tasawuf: Studi
Krisis Kesesatan Kaum Sufi(Jakarta:Darul Falah)hal.303
[7]Iwan Kuswandi dan Abdul Wahid Hasyim, 2007,
Mengenal KH. Moh. Tijani Djauhari, MA, Menelusuri Kiprah dan
Perjuangannya(Surabaya:MQA Surabaya)hal.91
[8]Moh Hamzah Arsa, Muhammad Hamzah Arsa, Muhammad
Munif, Iwan Kuswandi dan Ahmad Nur cholis Majid,2009.KH. A. Djauhari Chotib
Muqaddam Tarekat Tidjaniyah Madura 1904-1971(Sumenep:Mutiara Press)hal.1-2
[9]Hasil Dokumentasi Penelitian di Desa Prenduan,
Kec.Pragaan Kab.Sumenep